Jarak pandang semakin tak terbatasi, saat kaki-kaki lincah Xixi berjalan perlahan menapaki sebuah halaman rumah mungil nan asri. Rumah mungil dengan hiasan kembang melati, mawar dan bougenville yang tertata rapi. Sayup-sayup suara kokok ayam menyambut pemutaraan kaset qiro'ah dari masjid di dekat rumah tersebut. Sorot lampu yang menerobos dari dalam rumah bersaing dengan terang yang perlahan menyibak pekat yang berkuasa semalaman.
Sesampainya di depan daun pintu, Xixi berdiri mematung beberapa lamanya. Ada rasa gagu. Ada rasa segan yang menyergap pergelangan tangannya. Beberapa kali tangannya terangkat untuk mengetuk daun pintu tersebut, tapi segera terhenti saat tarikan kecil dipergelangan tangan hendak melontarkannya ke daun pintu. Berkali-kali tangan yang sudah terangkat tersebut kembali turun menggantung sejajar tubuhnya. Sementara pandang matanya terus lurus ke arah daun pintu tersebut, berharap ada seseorang yang membukakannya dari dalam.
Suara adzan telah berlalu. Pun dengan suara iqomat pertanda sholat berjamaah subuh di mulai. Namun keberanian dan tekadnya yang membuncah semenjak sebelum keberangkatannya dari Surabaya 7 jam yang lalu, kini luntur. Balik ke Surabaya tidaklah mungkin, sudah kepalang basah sampai di rumahnya. Mau mengetuk pintu, keraguan di hatinya semakin dalam menyergap.
" Assalamu alaikum " tegur suara seorang lelaki tua menghampirnya dari arah belakangnya. Xixi terperanjat. Ditolehkannya kepalanya yang terbungkus kerudung putih ke belakang. Terang yang semakin kuat menyibak kegelapan sudah cukup untuk menampilkan wajah lelaki berusia setengah baya tersebut di matanya.
" Waalaikum salam. Ba......bapak......" suara Xixi terhenti ditenggorokan. Perih perlahan menjalari kedua kelopak matanya mengiringi butiran halus air mata yang jatuh. Tubuhnya segera terjatuh bersimpuh di depan tubuh tegap lelaki di hadapannya. Tak dihiraukannya lagi noda yang akan mengotori celana hitamnya.
" Sudah lama kamu datangnya nak? " tanya lelaki tua tersebut sambil meraih pundak Xixi. Diangkatnya tubuh yang tadi jatuh bersimpuh di hadapannya. Setelah tubuh tersebut tegak berdiri, dipeluknya dengan erat. Masih sambil memeluk tubuh Xixi, lelaki tersebut memapah tubuhnya ke dalam rumah. Seorang wanita yang sebaya lelaki tersebut tampak menyambut keduanya ketika masuk.
" Xixi......" hanya suara itu yang sempat keluar dari bibir wanita tersebut. Tubuhnya yang terbungkus mukenah terdiam mematung. Sementara sorot mata tak percaya masih terus menguliti sosok Xixi di depannya. Xixi yang masih dalam pelukan bapaknya, segera melepaskan pelukannya. Segera dia berlari dan bersimpuh memeluk ke dua lutut wanita yang telah melahirkannya.
" Ibu maafkan Xi. Xixi telah membuat malu ibu dan bapak " kata Xixi sambil terisak memeluk kaki ibunya. Terbayang kembali kejadian beberapa tahun yang lalu, saat dirinya datang untuk terakhir kalinya bareng Ferdy pacarnya saat itu. Waktu itu, penampilannya yang telah banyak berubah membuat ibu-bapaknya syok. Sebagai tokoh masyarakat di daerahnya, cara berpakain Xixi dan pergaulannya telah membuat orang-orang sekitarnya mencibir. Apalagi saat Ferdy yang bertatto tanpa segan-segan menenggak minuman beralkohol di depan rumahnya.
Peristiwa beberapa tahun yang lalu itu menimbulkan kekecewan orang tuanya. Buntutnya teguran halus diterimanya. Xixi yang tidak bisa menerima teguran tersebut marah-marah kepada orang tuanya. Dan langsung pulang ke Surabaya tanpa pamit. Sejak saat itu dia tak pernah lagi pulang ke rumahnya, meski beberapa kali kabar tentang sakitnya sang ibu terdengar olehnya.
Kekecewaan orang tuanya semakin menjadi-jadi saat dirinya lebih memilih menjadi artis dan tinggal serumah dengan Daniel. Berita tersebut mereka terima dari beberapa orang tetangga dan suadara yang kebetulan melihat pemberitaan tentang dirinya di infotainment. Karena hal itu, hubungannya dengan orang tuanya semakin renggang. Cita-cita meraka untuk melihat dirinya meraih gelar sarjana kandas. Tidak hanya dengan orang tuanya, akhirnya Xixi bertengkar juga dengan kakaknya yang datang menjenguknya ke apartemennya.
" Untuk apa kamu datang lagi? Bukannya kamu sudah tak mau menginjakkan kaki lagi di rumah ini Xi? " tanya ibunya sambil menahan tangis. " Apakah kamu sudah menyadari semua kesalahanmu dulu? " kembali sebuah pertanyaan menampar gendang telinganya. Xixi tak berani memandang wajah wanita tersebut. Wajah yang sekilas tadi kelihatan lebih tua dari usianya yang sesungguhnya.
http://nurhayatonhazai.blogspot.com/ |
" Maafkan Xi, Bu. Xi telah durhaka sama ibu, bapak dan mas Rizal. Xi menyesal bu. " tangis Xixi semakin kencang terdengar.
" Percuma kamu menyesalinya Xi. Hati ibu dan bapakmu ini telah terluka. Ibu-Bapak malu dengan kelakuanmu Xi " jawab wanita tersebut. Perlahan suara isakan tangis mulai terdengar. Perlahan-lahan dan akhirnya semakin keras.
" Ibu, Bapak Xi menyesal. Xi ingin bertobat dan meminta maaf. Karena itu Xi bawa tubuh yang kotor dan berlumur dosa ini ke sini. Meski Xi tahu, tak pantas rasanya tubuh kotor ini datang lagi ke sini. Xi terlalu banyak dosa. Xi malu sama ibu, bapak dan mas Rizal. Xi malu. "
" Kenapa baru sekarang kamu menyesalinya Xi. Kenapa? " wanita tua tersebut berhenti sejenak. Tangan kanannya menyeka air matanya. " Kenapa baru sekarang setelah Rizal mati tertabrak bus. " kata-kata tersebut menghentak gendang telinga Xixi. Rizal saudara satu-satunya meninggal.
" Mas Rizal meninggal bu? " hanya kalimat itu yang terlontar dari bibirnya. Rasa tak percaya menyergap hati dan pikirannya. Terlintas jelas bagaimana pertemuan terakhir mereka. Pertemuan yang dihiasi pertengkaran hebat.
Perlahan pak Ismail, bapaknya bercerita. Diceritakannya bagaimana tekad bulatnya untuk memperingatkan dirnya agar kembali tersadar dari godaan syetan membawanya ke Surabaya. Namun usahanya untuk menyadarkannya gagal. Dengan tangan hampa, akhirnya dia kembali ke rumahnya. Namun untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Sekembalinya dari Surabaya Rizal tewas tertabrak mobil yang oleng tepat di depan rumahnya. Tubuhnya terpental beberapa meter dengan kepala pecah. Luka itu langsung mengakibatkan kematiannya.
" Ibu, Bapak maafkan Xixi." kata Xixi singkat. Beberapa saat kemudian terlantunlah sebuah syair Abu Nawas yang berisi nada penyesalan dan keinginan bertaubat. " Ilaahii lastu lil firdausi ahlaan wa laa aqwaa 'alaa naaril jahiimi - Fa hablii taubatan waghfir zunuubii fa innaka ghaafirudzdzambil 'azhiimi - Dzunuubii mitslu a'daadir rimaali fa hablii taubatan yaa dzaaljalaali - Wa 'umrii naaqishun fii kulli yaumi wa dzambii zaa-idun kaifah timaali - Ilaahii 'abdukal 'aashii ataaka muqirran bidzdzunuubi wa qad da'aaka - Fa in taghfir fa anta lidzaaka ahlun wa in tathrud faman narjuu siwaaka "
" Xi kamu benar-benar telah bertaubat? " tanya sang bapak sesaat setelah dirinya selesai melantunkan syair Abu Nawas tersebut dengan sorot mata tajam.
Xixi menjawab pertanyaan tersebut dengan anggukan kepalanya. Setelah mampu menguasai diri, segera dceritakannya semua kejadian hidup yang menyadarkan dirinya dari jeratan syetan selama ini. Tak ada yang ditutup-tutupinya. Semua diceritakannya dengan singkat, termasuk juga virus HIV yang sekarang bersemayam di dalam tubuhnya. Mendengar semua itu ibu dan bapaknya saling pandang.
" Baiklah, jika kamu benar-benar telah taubat Bapak dan Ibu bisa menerima semua kesalahanmu. Dan juga memaafkannya. Tak ada alasan lagi bagi kami untuk sakit hati atas apa yang terjadi di masa lalu. Kamu sudah mendapat ganjarannya. Sekarang tugas kami adalah menjagamu lebih baik lagi agar ke depannya tidak terjerumus lagi. Sekarang kamu wudlu dulu dan segera laksanakan shlat subuh. " kata bapaknya tegas.
Ibunya yang mendengar kata-kata pak Ismail hanya memberi anggukan pelan. Bagaimanapun tak ada gunanya terus-menerus memndam api kemarahan di hatinya. Xixi telah mengaku salah dan bertaubat. Dia ikhlas memaafkan anaknya yang kini jadi anak tunggal tersebut. Perlahan dilangkahkannya kakinya ke kursi di dekatnya.
Sementara Xixi segera menuju kamar mandi untuk berwudlu. Setelah itu dengan segera dilaksanakannya sholat subuh yang tinggal sedikit lagi waktunya.
Denpasar, 14012012.0347
Masopu
Note :
Penyesalan datangnya selalu terlanbat.
BalasHapusTapi tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri
Met malam mas Agung, nice posting...
Terima kasih mbak Icah Dyah
BalasHapusselamat menikmati ya
salam