Kamis, 12 Januari 2012

Oase Di Tengah Kegersangan

http://asya84.wordpress.com/
Hari-hari terus berganti. Xixi semakin tekun mendalami dan melaksanakan ajaran agamanya. Peristiwa demi peristiwa hidup yang dialaminya benar-benar telah menempa hidupnya menjadi lebih baik. Vonis dokter yang sempat melemahkannya, kini telah menjadi sumber energi untuk memulai hal baru. Hal yang lebih baik dari masa lalunya.

Pak kiai yang selama ini tekun membimbingnya, terus memperhatikan apa yang dilakukannya. Dia tak pernah menyadari hal itu. Andaipun tahu, Xixi hanya menganggapnya sebagai perhatian seorang guru terhadap muridnya. Namun tidak di mata pak Kiai. Dia telah menganggapnya seperti anaknya sendiri. Karena itu, pak Kiai turut prihatin denga penyakit tersebut.
" Nak Xixi masih rajin mencari pengobatan alternatif untuk kesembuhanmu dari penyakit tersebut? " tanya pak Kiai saat mereka berdua bertemu setelah acara kuliah subuh.

" Masih pak. Itu kenapa beberapa waktu ini saya jarang kelihatan di rumah pak. " jawab Xixi sambil melipat mukenah dan sajadah yang dipakainya.

" Ooo begitu. saya sebenarnya punya seorang pakar pengobatan alternatif nak, tapi saya gak tahu apakah beliau masih mau mengobati orang seperti dulu. Ya maklumlah, faktor usia nak. " Sejenak pak kiai duduk terdiam. Tangannya merapikan kopiah putih yang memahkotai kepalanya. " Setahuku dulu ramuan yang dia buat bisa untuk mengobati beberapa penyakit berat. Tapi aku belum tahu apakah ada penderita HIV yang diijinkan ALlah sembuh dengan meminum ramuannya tersebut. Tapi kalau penyakit lain sih, sudah banyak nak. " sambung pak Kiai.

" Wah bisa dicoba nih pak. " wajah Xixi sumringah mendengar perkataan pak Kiai. " Kalau boleh tahu di mana alamatnya? " lanjut Xixi.

" Alamatnya di lereng barat gunung Raung. Di daerah Bondowoso. " 

" Bondowoso pak? " tanya Xixi.

" Iya nak. Kenapa? " pak Kiai bertanya keheranan.

" Sebenarnya saya berasal di dekat daerah situ pak. Tapi karena satu dan lain hal saya sudah lama tidak pulang kampung pak. Saya telah membuat malu keluarga saya pak. " jawab Xixi dengan mimik wajah sedih.

Pak Kiai yang melihat itu segera menghiburnya. Kata-katanya yang menyejukkan hati, membuat Xixi sedikit demi sedikit melupakan rasa bersalahnya. Bahkan kini setelah mendengar pencerahan darinya, dirinya bertekad untuk pulang dan memohon ampunan atas semua salahnya di masa lalu. Seperti nasehat pak kiai, kalau biasanya restu orang tua, dalam hal ini juga memaafkan semua kesalahan yang pernah diperbuat akan mempermudah usaha kita.

" Oh ya nak Xixi satu hal lagi yang jangan dilupakan. Apa yang Allah berikan adalah sesuai sugesti kita. Kalau nak Xixi yakin masih ada jalan dan nak Xixi tidak melupakan ikhtiar dan do'a, insya Allah semua usaha akan diijabah nak. " nasehat pak Kiai.

" Iya pak. Dan saya akan tinggal di rumah orang tua sekalian memperbaiki hubungan kami pak Kiai. Ada hal lagi pak, saya ingin menjual apartemen tempat tinggal saya. Selain untuk biaya berobat dan hidup sehari-hari. Sisanya saya ingin sumbangkan untuk yayasan sosial pak. " jawab Xixi dengan mimik serius.

" Nak Xixi serius dengan ucapan tadi? " tanya pak Kiai dengan raut muka tak kalah seriusnya.

" Benar pak Kiai. " jawabnya tegas.

" Baiklah nak. Tapi sekarang yang penting nak Xixi sembuh dulu dan bisa memperbaiki hubunganmu dengan orang tuamu. Masalah itu dipikirkan nanti ya. " pak Kiai mencoba membujuknya.

Kembali dengan telaten pak Kia menasehati Xixi. Xixi hanya mendnegarkan saja semua nasehat tersebut. Sesekali bantahan kecil masih diberikannya, namun lembutnya tutur bahasa pak Kiai mampu meluluhkan kerasnya pendiriannya untuk mendermakan sebagian hartanya. Dan dirinya menyetujui untuk memikirkan hal itu setelah usaha pengobatannya. 

Denpasar, 12012012.0232

Masopu

Note :

2 komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...