Rabu, 12 Maret 2014

Menteri Alim itu....



http://zentangle.blogspot.com/2010/03/paradox-q.html
Bogor, 09 September 2013
Aku bergidik, sejak mengenalmu, baru kali ini kamu menatapku dengan begitu tajamnya. Sorot matamu yang setengah melotot seperti bilah-bilah anak panah Sri Krisna yang mencoba mengoyak tubuh lawannya di padang Kurusetra. Sorot itu menciutkan hatiku yang tidak pernah takut menghadapi marabahaya. Investigasiku dalam beberapa kasus kerusuhan, pembunuhan berantai dan kasus pelik lainnya, sukses aku taklukkan. Semua karena dukungan moril darimu. Tapi entah kenapa kini kau tidak setuju dengan rencanaku untuk menyelidiki kasus kecelekaan Lancer EX yang terjadi dinihari kemarin? Padahal kasus itu nilai jualnya sangat tinggi di mata awak media sepertiku.
"Sadarkahh kau? Selama ini dirimu seperti ilalang di savana. Jangankan hembusan angin ribut, sepoi angin yang lembut membelai tubuhmu saja sudah cukup membuatmu berisik?" Katamu pelan, seakan tanpa semangat. Kau berkata tanpa kebanggaan seperti yang selama ini selalu kau tiupkan tentang profesiku. Biasanya kau orang pertama yang berdiri menyemangatiku saat gelisah seperti ini. Tapi kini, entah kenapa kau berubah. Kau seperti orang lain di mataku.
"Maksudmu apa?" Aku kebingungan melihatmu bersikap seperti itu.
"Profesimu itu." katamu mantab. “Aku tidak perlu lagi sembunyikan kegundahan yang selama ini terus menghantui malam-malamku. Aku takut kehilangan dirimu hanya untuk sebuah kesia-siaan semata. Hanya untuk nilai jual tanpa pesan moral. Itu hanya pepesan kosong media murahan.
"Wartawan? Apa yang salah dengan profesiku sebagai wartawan investigasi?" mukaku memerah seperti kepiting di panggangan. Jujur aku tersinggung dengan ucapannya. Aku berusaha menahan rasa tidak enak yang tiba-tiba saja menggelegak. Entah kenapa rasa itu semakin kuat merajahi hati. Aku memang

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...