MILAN adalah Franco Baresi. Demikian pula sebaliknya. Pameo itu bertahan di San Siro selama hampir 20 tahun karier Franco Baresi di AC Milan sejak 1978-1997. Tak ada yang meragukannya. Tanpa Baresi, Milan seperti tidak utuh. Sebab, dia adalah pemimpin, inspirator, penjaga, sekaligus bangunan wibawa klub tersebut.
Itulah Baresi, legenda Milan yang baru-baru ini datang ke Jakarta. Selama kariernya, Baresi telah menjadi simbol AC Milan. Dia merupakan roh klub tersebut. Orang Italia menyebutnya il bandeira. Defender yang tak hanya menjadi pilar pertahanan AC Milan, tapi juga keseluruhan permainan tim.
Wajar jika pada partai terakhirnya bersama Milan pada 1997, ribuan tifosi I Rossoneri menangisinya. Seolah, mereka telah kehilangan segala kekuatannya. Baresi pun tak sanggup menahan haru.
“Seandainya bisa, aku ingin tetap muda lebih lama. Tapi aku sudah tua dan saatnya harus memberi tempat buat yang lebih muda. Toh, aku tidak meninggalkan Milan dan tetap bersama kalian,” kata Baresi yang saat itu langsung diangkat sebagai Wakil Presiden AC Milan.
Bersama Baresi, Milan memang telah mengeruk banyak kebesaran. Selain mendominasi Liga Serie-A, geng Giuseppe Meazza ini juga menguasai kompetisi Eropa. Tiga kali menjuarai Liga Champions, puls dua gelar Piala Interkontinental.
Sosoknya dianggap sakral dan tak tergantikan. Il Capitano, demikian dia disebut tifosi Milan. Dia sudah menjadi kapten sejak umur 22 dan begitu seterusnya sampai masa pensiun. Kepemimpinan panjang yang penuh kesan. Bagi mereka, sebutan Il Capitano sama halnya dengan “kamerad” buat seorang pemimpin negeri. Nomor punggungnya yang bernomor 6 pun disakrakalkan dan diabadikan.
“Nomor itu tak akan pernah dipakai pemain mana pun di Milan, karena sudah menjadi milik Franco Baresi. Dan, rasanya tak akan pernah ada lagi pemain seperti dia. Pemain yang begitu berjasa buat klub ini,” kata Presiden AC Milan, Silvio Berlusconi.
Itu juga karena dedikasinya kepada klub begitu besar. Sejak masuk Milan, Baresi tak pernah melirik rumput klub lain. Baginya, Milan sudah menajdi bagian dari hidupnya. Dia begitu mencintai klub itu.
Padahal, godaan kepadanya begitu besar. Sebagai pemain yang dinilai defender terbaik saat itu, banyak klub yang membutuhkan pelayanannya. Namun, Baresi tak pernah tergoda. Sebab, semangat dan jiwanya berada di San Siro. Selain kehebatan permainan, kewibawaan, dan prestasi yang dia berikan, dedikasi serta kesetiaannya membuat sosoknya semakin sakral.
“Uang tidak akan pernah bisa menggantikan kesetiaan dan cinta. Aku tidak pernah berpikir pindah ke mana pun, meski ditawari gelimang kemewahan. Akan lebih memuaskan jika aku bisa mengakhiri karier di Milan,” katanya pada 1994, seusai membawa Milan juara Liga Champions.
DISAMAKAN BECKENBAUER
Sebagai defender, kemampuan Baresi memang luar biasa. Dia punya kecepatan, kekuatan, juga kecerdasan dalam membaca permainan. Selain itu, dia juga tenang dan berwibawa. Tak hanya teman-temannya yang hormat kepadanya, tapi juga para lawan. Faktor-faktor itu masih didukung keberanian yang besar, juga teknik yang tinggi.
“Dia defender terbaik dunia. Di masanya, tak ada pemain belakang yang bisa menandinginya. Kemampuannya bersaing dengan Franz Beckenbauer (defender Jerman, Red),” puji Giancarlo Rinaldi, pengamat sepak bola Italia.
Kebetulan, kedua legenda itu sama-sama punya inisial FB. Lagi pula, dalam bahasa sehari-hari Italia, Franco sering diucapkan dengan Franz atau Frank. Namun, bukan lantaran kebetulan itu yang membuat Baresi disamakan dengan Beckenbauer. Pemain asal Brescia ini memang memiliki gaya dan kualitas permainan yang sama dengan Beckenbauer.
“Saya kira, memang hanya dua defender yang begitu melegenda dan memiliki kewibawaan serta rekor yang hebat. Mereka adalah Beckenbauer dan Baresi. Keduanya punya kualitas yang setara,” puji Arrigo Sacchi yang pernah melatih Baresi di Milan.
Yang membedakan dari keduanya soal prestasi di timnyas. Beckenbauer begitu menonjol dan pernah membawa Jerman juara Piala Dunia 1974 sebagai pemain. Sementara Baresi belum sekali pun. Ketika Italia juara Piala Dunia 1982, dia hanya menajdi pemain cadangan dan tak pernah sekali pun bermain.
Di posisi bek tengah, nama Gaetano Scirea masih terlalu kuat. Pelatih Italia saat itu, Enzo bearzot mengatakan, “Baresi baru 22 tahun dan dia masih punya banyak wakt,” katanya.
Sayang, waktu yang dilaklui Baresi bersama Gli Azzurri kurang sukses. Dia hanya bisa membawa Italia berada di urutan ke-3 Piala Dunia 1990 dan runner-up di Piala Dunia 1994.
Meski begitu, kegagalan itu tak melunturkan kehebatannya. Sebagai kapten, dia tetap sosok berwibawa dan mampu mengatur tim dengan baik. Sebagai defender, dia benteng yang sulit ditembus. Sebagai tokoh, dia begitu menonjol hingga disebut Il bandiera. Ya, dia memang simbol sakral I Rossoneri yang sulit dicari penggantinya. (HPR)
Fakta Baresi
Nama lengkap: Franco Baresi
Julukan: Il Capitano, Piscinin
Lahir: Travagliato, Brescia (Italia), 8 Mei 1960
Posisi: Defender
Nomor kostum: 6
Karier klub: AC Milan (1978-1997)
Karier timnas: Italia (1982-1994)
Prestasi: Juara Serie-A (1978-79, 1987-88, 1991-92, 1992-93, 1993-94, 1995-96), juara Piala Italia (1987-88, 1991-92, 1992-93, 1993-94), juara Liga Champions (1988-89, 1989-90, 1993-94), juara Piala Interkontinental (1989, 1990), juara Piala Super Eropa (1989, 1990, 1994)
Rekor-rekor Baresi
Gol di timnas: 1
Gol buat AC Milan: 12
Musim yang dijalani: 21
Jumlah pertandingan resmi: 716
Partai di Serie-A: 470
Partai di Serie-B: 61
Partai di Piala Italia: 97
Partai di timnas: 50
Partai di Liga Champions: 19
Partai di Piala Super Eropa: 6
Partai di Piala Interkontinental: 4
Partai di Mitropa Cup: 3
Partai di Piala Super Italia: 5
Partai di playoff UEFA: 1
Putra masalah
Tempat kelahiran Baresi di daerah Brescia bernama Travagliato. Dalam terjemahan bebas berarti “masalah”. Sebab itu, Baresi sering dinilai putra masalah. Bukan membawa masalah, tapi dia hidup dalam masalah yang cukup memprihatinkan.
Ketika masih 13 tahun, ibunya meninggal. Empat tahun kemudian ayahnya menyusul. Dia dan kakaknya yang juga pemain Inter Milan, Giuseppe Baresi, terpaksa merawat adik mereka, Lucia.
Itu pula sebabnya, Baresi sangat ingin menjadi pemain sepak bola untuk mengangkat derajat hidupnya. Selepas kematian ibunya, dia melamar ke tim junior Milan. Tapi, dia ditolak. Pada usaha keduanya, dia masih ditolak.
Meski begitu, dia tak putus asa. Ketika umurnya menginjak 14 tahun, Milan baru menerimanya. Keputusan tepat. Jika tidak, Milan pasti akan menyesal seumur-umur. Sebab, begitu masuk tim junior, Baresi langsung menonjol. Bahkan dia langsung menunjukkan sifat kepemimpinannya, selain menjadi pilar tim.
Empat tahun kemudian, tanpa ragu Milan langsung menariknya ke tim senior. Di musim pertamanya (1977-78), dia tampil gemilang. Setelah itu, dia selalu menjadi pemain utama. “Kerja keras dan dedikasi menjadi kunci utama untuk sukses,” demikian dia pernah berujar.
Anak yang tadinya hidup dalam kehidupan bermasalah dan di kota yang berarti masalah itu, akhirnya menyelesaikan masalah pertahanan di Milan. (*)
Itulah Baresi, legenda Milan yang baru-baru ini datang ke Jakarta. Selama kariernya, Baresi telah menjadi simbol AC Milan. Dia merupakan roh klub tersebut. Orang Italia menyebutnya il bandeira. Defender yang tak hanya menjadi pilar pertahanan AC Milan, tapi juga keseluruhan permainan tim.
Wajar jika pada partai terakhirnya bersama Milan pada 1997, ribuan tifosi I Rossoneri menangisinya. Seolah, mereka telah kehilangan segala kekuatannya. Baresi pun tak sanggup menahan haru.
“Seandainya bisa, aku ingin tetap muda lebih lama. Tapi aku sudah tua dan saatnya harus memberi tempat buat yang lebih muda. Toh, aku tidak meninggalkan Milan dan tetap bersama kalian,” kata Baresi yang saat itu langsung diangkat sebagai Wakil Presiden AC Milan.
Bersama Baresi, Milan memang telah mengeruk banyak kebesaran. Selain mendominasi Liga Serie-A, geng Giuseppe Meazza ini juga menguasai kompetisi Eropa. Tiga kali menjuarai Liga Champions, puls dua gelar Piala Interkontinental.
Sosoknya dianggap sakral dan tak tergantikan. Il Capitano, demikian dia disebut tifosi Milan. Dia sudah menjadi kapten sejak umur 22 dan begitu seterusnya sampai masa pensiun. Kepemimpinan panjang yang penuh kesan. Bagi mereka, sebutan Il Capitano sama halnya dengan “kamerad” buat seorang pemimpin negeri. Nomor punggungnya yang bernomor 6 pun disakrakalkan dan diabadikan.
“Nomor itu tak akan pernah dipakai pemain mana pun di Milan, karena sudah menjadi milik Franco Baresi. Dan, rasanya tak akan pernah ada lagi pemain seperti dia. Pemain yang begitu berjasa buat klub ini,” kata Presiden AC Milan, Silvio Berlusconi.
Itu juga karena dedikasinya kepada klub begitu besar. Sejak masuk Milan, Baresi tak pernah melirik rumput klub lain. Baginya, Milan sudah menajdi bagian dari hidupnya. Dia begitu mencintai klub itu.
Padahal, godaan kepadanya begitu besar. Sebagai pemain yang dinilai defender terbaik saat itu, banyak klub yang membutuhkan pelayanannya. Namun, Baresi tak pernah tergoda. Sebab, semangat dan jiwanya berada di San Siro. Selain kehebatan permainan, kewibawaan, dan prestasi yang dia berikan, dedikasi serta kesetiaannya membuat sosoknya semakin sakral.
“Uang tidak akan pernah bisa menggantikan kesetiaan dan cinta. Aku tidak pernah berpikir pindah ke mana pun, meski ditawari gelimang kemewahan. Akan lebih memuaskan jika aku bisa mengakhiri karier di Milan,” katanya pada 1994, seusai membawa Milan juara Liga Champions.
DISAMAKAN BECKENBAUER
Sebagai defender, kemampuan Baresi memang luar biasa. Dia punya kecepatan, kekuatan, juga kecerdasan dalam membaca permainan. Selain itu, dia juga tenang dan berwibawa. Tak hanya teman-temannya yang hormat kepadanya, tapi juga para lawan. Faktor-faktor itu masih didukung keberanian yang besar, juga teknik yang tinggi.
“Dia defender terbaik dunia. Di masanya, tak ada pemain belakang yang bisa menandinginya. Kemampuannya bersaing dengan Franz Beckenbauer (defender Jerman, Red),” puji Giancarlo Rinaldi, pengamat sepak bola Italia.
Kebetulan, kedua legenda itu sama-sama punya inisial FB. Lagi pula, dalam bahasa sehari-hari Italia, Franco sering diucapkan dengan Franz atau Frank. Namun, bukan lantaran kebetulan itu yang membuat Baresi disamakan dengan Beckenbauer. Pemain asal Brescia ini memang memiliki gaya dan kualitas permainan yang sama dengan Beckenbauer.
“Saya kira, memang hanya dua defender yang begitu melegenda dan memiliki kewibawaan serta rekor yang hebat. Mereka adalah Beckenbauer dan Baresi. Keduanya punya kualitas yang setara,” puji Arrigo Sacchi yang pernah melatih Baresi di Milan.
Yang membedakan dari keduanya soal prestasi di timnyas. Beckenbauer begitu menonjol dan pernah membawa Jerman juara Piala Dunia 1974 sebagai pemain. Sementara Baresi belum sekali pun. Ketika Italia juara Piala Dunia 1982, dia hanya menajdi pemain cadangan dan tak pernah sekali pun bermain.
Di posisi bek tengah, nama Gaetano Scirea masih terlalu kuat. Pelatih Italia saat itu, Enzo bearzot mengatakan, “Baresi baru 22 tahun dan dia masih punya banyak wakt,” katanya.
Sayang, waktu yang dilaklui Baresi bersama Gli Azzurri kurang sukses. Dia hanya bisa membawa Italia berada di urutan ke-3 Piala Dunia 1990 dan runner-up di Piala Dunia 1994.
Meski begitu, kegagalan itu tak melunturkan kehebatannya. Sebagai kapten, dia tetap sosok berwibawa dan mampu mengatur tim dengan baik. Sebagai defender, dia benteng yang sulit ditembus. Sebagai tokoh, dia begitu menonjol hingga disebut Il bandiera. Ya, dia memang simbol sakral I Rossoneri yang sulit dicari penggantinya. (HPR)
Fakta Baresi
Nama lengkap: Franco Baresi
Julukan: Il Capitano, Piscinin
Lahir: Travagliato, Brescia (Italia), 8 Mei 1960
Posisi: Defender
Nomor kostum: 6
Karier klub: AC Milan (1978-1997)
Karier timnas: Italia (1982-1994)
Prestasi: Juara Serie-A (1978-79, 1987-88, 1991-92, 1992-93, 1993-94, 1995-96), juara Piala Italia (1987-88, 1991-92, 1992-93, 1993-94), juara Liga Champions (1988-89, 1989-90, 1993-94), juara Piala Interkontinental (1989, 1990), juara Piala Super Eropa (1989, 1990, 1994)
Rekor-rekor Baresi
Gol di timnas: 1
Gol buat AC Milan: 12
Musim yang dijalani: 21
Jumlah pertandingan resmi: 716
Partai di Serie-A: 470
Partai di Serie-B: 61
Partai di Piala Italia: 97
Partai di timnas: 50
Partai di Liga Champions: 19
Partai di Piala Super Eropa: 6
Partai di Piala Interkontinental: 4
Partai di Mitropa Cup: 3
Partai di Piala Super Italia: 5
Partai di playoff UEFA: 1
Putra masalah
Tempat kelahiran Baresi di daerah Brescia bernama Travagliato. Dalam terjemahan bebas berarti “masalah”. Sebab itu, Baresi sering dinilai putra masalah. Bukan membawa masalah, tapi dia hidup dalam masalah yang cukup memprihatinkan.
Ketika masih 13 tahun, ibunya meninggal. Empat tahun kemudian ayahnya menyusul. Dia dan kakaknya yang juga pemain Inter Milan, Giuseppe Baresi, terpaksa merawat adik mereka, Lucia.
Itu pula sebabnya, Baresi sangat ingin menjadi pemain sepak bola untuk mengangkat derajat hidupnya. Selepas kematian ibunya, dia melamar ke tim junior Milan. Tapi, dia ditolak. Pada usaha keduanya, dia masih ditolak.
Meski begitu, dia tak putus asa. Ketika umurnya menginjak 14 tahun, Milan baru menerimanya. Keputusan tepat. Jika tidak, Milan pasti akan menyesal seumur-umur. Sebab, begitu masuk tim junior, Baresi langsung menonjol. Bahkan dia langsung menunjukkan sifat kepemimpinannya, selain menjadi pilar tim.
Empat tahun kemudian, tanpa ragu Milan langsung menariknya ke tim senior. Di musim pertamanya (1977-78), dia tampil gemilang. Setelah itu, dia selalu menjadi pemain utama. “Kerja keras dan dedikasi menjadi kunci utama untuk sukses,” demikian dia pernah berujar.
Anak yang tadinya hidup dalam kehidupan bermasalah dan di kota yang berarti masalah itu, akhirnya menyelesaikan masalah pertahanan di Milan. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar