Sabtu, 08 Februari 2014

Tersudut

http://felinophobia.wordpress.com/category/phobia/
"Tidak. Kamu tidak boleh melakukannya."
Telapak tangannya memegang pundakku. Seperti berusaha menahan nyala lilin yang hampir padam, matanya menghujam pusaran korneaku.
Dia tahu saat ini aku terseret di nadir. Dia tahu aku butuh tongkat kecil untuk menopang langkah yang mulai goyah. Karena itu dia berusaha menjadi penopangku.
"Tidak....?"
Aku melotot, melawan tatapannya.
"Apa kamu tahu betapa sakitnya aku? Aku serupa remah-remah roti di antara serbuan ribuan semut. Mereka mencari sisi terlemahku, untuk mencabik dan menyeretnya sepanjang jalan. Aku seperti sosok tidak berguna di mata mereka, selain persembahan untuk sang ratu yang siap bertelur, usai mencerna tubuhku."
Aku berusaha melepaskan tangan Tsiefana dari pundak. Sambil membuang muka, aku memalingkan wajah. Bukan aku tidak mencintainya, tapi serombongan semut merah yang bebaris menarik mangsa, buatku muak.
"Hei kemana perginya Joey, si karang pelindung pantai? Bukankah selama ini dia tegar meski sapuan ombak tak henti menghajar? Adakah dia telah runtuh, tergerus angkuh lidah pembunuh?"

"Aku tidak pernah mempuisikan diri sebagai karang pelindung pantai. Aku hanya serupa pasir, kadang sanggup bertahan saat mendapat pijakan dan terseret saat lainnya."
Tsiefana berjalan memutariku. Tangan kanannya memainkan ujung gamis kuning gading kesayangannya. Baju itu adalah seserahanku di hari pernikahan kami.
"Joey, ingatkah kau kegigihanmu saat melamarku? Ingatkah kau perjuangan itu. Karenamu aku menjadi seperti saat ini. Karenamu aku pingin menjadi lebih baik, seperti kata-katamu saat itu, bahwa kau tidak mencari wanita baik-baik, tapi mencari calon istri yang mau diajak untuk belajar lebih baik. Dan karena itu, pintu hatiku terketuk. Aku melihat bagaimana peranmu mengayomi teman-temanku yang sempat tersesat. Aku melihat bagaimana kau melindungi mereka dari caci dan maki, meski label kami hanya kaum yang terpinggirkan dari pergaulan normal.. Kau tidak peduli labelmu akan rusak karena perbuatan itu. Tapi kini,.. kau seperti asing di mataku."
"Inilah aku, Joey si lemah yang mencoba terlihat tegar."
"Tidak, kau tetap Joey si tegar. Kini kau hanya tersudut rasa tidak berdaya, mempertahankan idealisme ataukah menjadi semut penjilat untuk sang ratu, seperti kelakuan kolegamu yang lain. Kau merasa perjuanganmu terhalang belitan lidah-lidah para penjilat yang mengelilingmu."
Kembali tangannya melayang ke pundakku. Dari belakang, dia melingkarkan tangan kiri di perutku. Dia mengelus pundakku dengan lembut. Sekali dua kali tiada terasa dampaknya. Semakin lama aku merasakan ketenangan. Ketenangan itu sedikit demi sedikit tenangkan nyala lilin harapan yang hampir mati.

Denpasar, 08022014.2215

Agung Masopu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...