Minggu, 30 Desember 2012

Langkah Terpasung

Engkau berlari, pada ketukan ketujuh
Bersama samar bayang menjauh
Bawa setangkup tangis yang masih meluap
Iringi luka yang enggan menguap

Bayang luka masih merajam
Tepis nalar terbayang suram
Takut menapak langkah tertahan
Seribu prasyarat untuk takdir yang tak ingin dinyatakan

Selasa, 25 Desember 2012

Resensi " Xixi, Diary Sang Rising Star"

Tanggal 18 Desember kemarin, untuk pertama kalinya kabar yang aku tunggu selama 1 bulan setengah datang menyapa. Naskah " Xixi Diary Sang Rising Star " yang aku kirimkan ke Leutika prio untuk diterbitkan secara Indie tanggal 30 Oktober kemarin akhirnya telah siap terbit. Buku ini merupakan versi lengkap dari cerita bersambung dengan judul sama yang aku tayangkan di blog ini mulai bulan Oktober 2011-Sekitar Mei 2012. Setelah melalui beberapa proses editing, akhirnya aku coba mengirimkannya ke penerbit major, tapi belum ada jawaban hingga akhirnya aku putuskan untuk publish secara indie.
 
"Xixi, Diary sang Rising Star" terinspirasi dari kisah seorang pramuria kelas kakap asal Surabaya. Beberapa waktu yang lalu saya mendengar kisah tentang dirinya yang berjuang ke sana ke mari untuk meraih kesembuhan. ( bukan untuk mencari alamat palsunya Ayu Thing-thing ya.)Virus HIV yang diakibatkan kesalahannya dalam bergaul sempat membuatnya terpukul, tapi saat kesadaraan berhasil diraihnya, dia berubah 180 derajat. Dia bernadzar, andai Allah masih memberinya kesembuhan, dia akan mengabdikan sisa hidupnya untuk agama. Allah mengabulkan nadzarnya. Melalui perantara seseorang, dia diperkenalkan dengan seorang tabib yang tinggal di lereng sebelah barat gunung Raung. Melalui perantaraan Tabib itu pulalah Allah mengirimkan kesembuhan padanya.
 
Dari kisah itu, ditambah dengan kisah salah seorang yang aku kenal sewaktu tinggal di Bogor, kisah ini mulai aku tuliskan. Seorang teman yang kenali di Bogor itu adalah seorang aktifis dan penyuluh di LSM penanggulangan HIV/AIDS yang Omku urus bersama salah seorang temannya yang juga merupakan HRD di PT Intrasari Raya Bogor. Temanku itu bernama Irfan dan berasal dari tegal. Dia terjangkit HIV karena keisengannya mengikuti kemauan temannya. Dia tak pernah terlibat seks bebas ataupun sejenisnya. Dia terserang HIV karena penyalahgunaan narkoba dengan menggunakan jarum suntik.

 

Jumat, 21 Desember 2012

Review " Gajah Mada, Sumpah Di Manguntur "


http://www.bookoopedia.com/id/book/id-32-65536/novel-fiksi-cerpen/gajah-mada-sumpah-di-manguntur.html

Gajah Mada, Sumpah Di Manguntur
            Seminggu yang lalu saat berada di Gramedia aku ingin membeli novel karya seorang teman di kompasiana, tapi setelah berputar-putar beberapa kali dan membongkar rak novel aku tak menemukannya. Karena butuh bacaan dan buku yang ada di tanganku hanya kumpulan puisi Chairil Anwar, akhirnya aku keliling lagi. Novel karya Sydney Sheldon, Sherlock Holmes, Agatha Cristie dan sejenisnya aku lewati. Hampir saja aku ambil The Vacancy karya JK Rowling. Begitu lihat label harga, aku urungkan niat untuk membelinya. Tak jauh dari The Vacancy aku melihat 5 novel Gajah Mada. Aku tertarik dan membelinya.
            “ Gajah Mada, Sumpah Di Manguntur “ adalah novel sejarah tentang kebesaran Majapahit. Novel yang berlatar pemerintahan dua putri Diah Sanggramawijaya ini sungguh menarik. Begitu membuka lembar demi lembarnya keinginan untuk terus membaca buku setebal 690 halaman itu begitu kuat. Untuk pertama kalinya sejak novel Stieg Larson yang setebal 900 halaman, aku estafet membaca buku non stop.
            Cerita dibuka dengan kisah seorang anak yang begitu berbakti kepada ayahnya. Ki Branjang Ratus, dengan senang hati mengikuti permintaan sang ayahanda yang bernama ki Buyut Padmaguna. Ki Buyut yang sidik paningal meminta anaknya untuk menemui sahabatnya di waktu muda dulu. Sahabatnya itu adalah Nyi Yendra, seorang wanita tua yang sudah sakit-sakitan. Dari pertemuan itulah kisah bergulir. Nyi Yendra meminta Ki Branjang Ratus untuk mencuri dua pusaka kerajaan Majapahit. Kedua pusaka itu adalah Cihna nagara (lambang Negara) gringsing lobheng lewih laka ( pola geringsing merah ) dan Songsong ( Payung ) udan riwis.

Rabu, 19 Desember 2012

Prasasti Kumal, Sejarah Terpintal


http://warisanindonesia.com/2011/05/sejuta-kisah-hunian-terakhir/

Hai Pak Tua yang setia di taman kota
menunggu sasadara menyapa mayapada
Terangi wadag-wadag serakah
Yang lupa sejarah

Hai pak tua, terduduk di bangku tua
Tanpa seorang teman jua
Yang dulu setia kala jaya
Kini melupa saat dirimu dilibas masa

Hai pak tua kesepian
Setia menanti sasadara manjer kawuryan
Sempurna terangi wujud dan bayangan
Berbagi terang hingga lipatan

Selasa, 18 Desember 2012

Terlahir Takdir

Kau hadir
Pada sebuah takdir
Seperti arus air
Buat tersihir

Kau hadir
Rasa ini terlahir
Tanpa terucap bibir
Bukan impian nyinyir
Kau ada
Pada rasa
Gelegak jiwa
Muksakan getir pernah tercipta

Denpasar.18122012.0615

Masopu

Akhir Pelarian sang Mafia



http://www.rimanews.com/read/20120905/74526/densus-sembunyikan-terduga-teroris-firman

              Aku duduk menghadap jendela kamar. Hembusan angin pantai Kuta membawa sedikit uap air, efek panas yang masih terasa sedikit terobati semilir angin. Meski AC sudah diset ke titik terendah, panasnya udara masih membekas di kulit. Di sampingku, dalam posisi duduk bersila di atas ranjang, Netti sibuk bermain dengan laptopnya. Sudah hampir dua jam dia sibuk melacak IP seseorang yang sedang kami buru. Kabar keberadaannya yang telah 2 minggu menyaru sebagai wisatawan membuatku penasaran. Seorang agen Interpol Italy mengabariku tiga hari yang lalu, sesaat menjelang keberangkatannya ke sini, megendus jejak-jejak bayangnya.
            Netti, gadis manis berusia 29 tahun, maniak computer terhandal yang aku punya. Tubuh tinggi dengan alis mata tebal dan bentuk wajah ovalnya lebih pantas menjadi model ataupun seorang penyanyi, daripada menjadi polisi sepertiku. Sudah 4 tahun dia berpartner denganku, mengendus jejak penjahat lintas batas dan aku selalu menugaskannya untuk segala sesuatu yang berkaiatan dengan komputer, sesuatu yang tak pernah aku bisa tangani. Sejak informasi keberadaan sang Mafia Italy hinggap di telingaku, dia tak pernah lelah melacak jejak-jejak maya. Sementara aku lebih suka menjadi seekor herder yang bertugas mengendus sisa-sisa bau di alam nyata daripada menjadi mata-mata dunia maya.
            “ Capt, aku berhasil melacak keberadaan Alessio Monaco. Dari IP yang berhasil aku detect, dia ada di kawasan Jimbaran. Apakah Marco serta kawan-kawannya sudah siap? “ suaranya yang lembut jelas menutupi kegarangannya saat beraksi menangkap penjahat. Jemari lentiknya cukup terlatih untuk memainkan pelatuk pistol yang selalu menggantung di pinggangnya. Kadang jemari itu terasa lebih kokoh saat mengunci pusat-pusat kekuatan seorang yang sedang lengah.
            “ Marco, saat ini sudah siaga, tinggal menunggu kita saja. Polisi lainnya, aku tinggal kontak AKP Made, tadi siang aku sudah koordinasikan hal ini dengannya. “ aku menjawab sambil melihat ke laptop Netti. Aku tak bisa membayangkan apa yang dilakukannya dengan benda itu, sekali dia membukanya waktu yang ada terasa begitu cepat berlalu. Bibirnya lebih banyak ngoceh sendiri tanpa pernah aku mengerti. Kadang tingkahnya seperti anak kecil yang baru dapat permen, di waktu lain laiknya seorang remaja yang baru putus cinta, menceracau tak tentu arahnya.

Kamis, 13 Desember 2012

Desah Kerinduan



Sepi... Malam ini aku hanya duduk termangu mematut bulan.
Meringkuk aku sendiri...
Seperti perahu kertas mengambang tanpa tuan
Seperti layang-layang bocah nakal lepas tanpa kendali...
Aku hanya berusaha sembunyikan birahi di musim basah
Rindu desah...
Rindu  nikmat...
Menggeliat
Bawa aku keluar dari labirinku!!
Desahan bayu lembut mengalun
Lirih mengalir darah mendesir
Iringi hasrat yang terus mengalir
Menyembul pori  membuncah birahi
Saat helai demi helai daunmu terlepas
Memacu jantungku ke puncak rasa

Lepaskan rasamu, satukan tubuhku dalam pelukmu..
Mengais setiap relungku yang kering...
Mainkan jarimu dalam helai rambutku...
Mainkan kecupmu dalam tiap pori-poriku..
Aku meringkuk disini sepi!! dingin!!

ke bumi
Menggelepar dalam erangan tak tertahan 

Usah kau meringkuki dinginmu
Biarkan pacu jantungku hangatimu
Berdua kita kepakkan sayap sayap rasa
Melayang dalam buai awan biru
Hingga kepak tertinggi hempaskan kita
Hingga bayupun malu resapi porimu yang halus

Selasa, 04 Desember 2012

Elegi Cinta Untuk Yana



           60 menit terasa cepat berlalu. Kalimat demi kalimat bergantian keluar dari bibirku dan bibirmu seperti hembusan angin yang tiada terhenti. Percakapan yang diawali basa-basi yang basi semakin lama semakin membuatku pening. Entah kenapa aku semakin tak bisa menikmati kalimat demi kalimat yang terus membanjiri telingaku. Sanggahan dan nasehatku seakan membentur dinding gelombang, menahannya untuk tetap mengembara di angan-angan tanpa harus kau sesapi dengan hati. Jaring-jaring perasaanku menangkap adanya kesan kamu tak ingin setiap kata yang meluncur dari bibirmu untuk didebat. Kamu ingin aku untuk mengikuti segala maumu, tanpa kamu ingin tahu kenapa aku menentang inginmu. Capuccino, banana splitz dan kentang goreng yang menemani kita nyaris tak tersentuh, hanya sekali aku menghirup nikmatnya Capuccinoku, sementara banana Splitz-mu kau biarkan teronggok di meja, mencairkan ice cream yang menjadi toppingnya.
            Kisah pertalian yang orang tuamu niatkan sudah tak mungkin lagi kita tentang. Mulai kini kamu sudah terikat pada sosok lelaki lain, sosok yang pastinya bukan aku. Aku hanyalah sosok asing bagi keluargamu. Asing, bukan karena mereka tidak mengenalku atau keluargaku. Mereka mengenalku dan keluargaku sangat baik. Tapi masalah yang tak pernah terpecahkan di masa lalu membuat keluarga kita terberai. Masalah ego dan keangkuhan yang bersinggungan itu memaksa kita menapaki jalan terjal. Jalan terjal yang awalnya kita yakini akan membawa kita menuju puncak asmara, meski kita menjalaninya secara terselubung.
            “ Kita bertemu lagi nanti untuk membahas masalah ini. Niatanmu untuk mengajakku lari agar mendapat restu dari mereka akan aku pertimbangkan. Sekarang mari kita pikirkan masalah ini baik-baik. Aku tak ingin ada sesal di antara kita kelak. “
            Aku berdiri. Tanpa menunggu pendapat darimu aku berlalu. Pintu keluar sudah melambaikan tangan ke arahku, dia ingin aku segera meninggalkanmu, meninggakan segala keruwetan yang kamu bawa dan sampaikan.
           

Minggu, 02 Desember 2012

Rasa Yang Tersapih

Tak perlu mencari letak kelingkingmu di mana
Atau kapan kerling matamu akan menggoda
Semua telah kau punya dan kau rasa
Dan tak mungkin orang kan coba menjamahnya

Tak perlu isap jempol tuk kau coba rasa
Karena kosong tak mungkin kan buat kau luka

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...