http://www.bookoopedia.com/id/book/id-32-65536/novel-fiksi-cerpen/gajah-mada-sumpah-di-manguntur.html |
Gajah Mada, Sumpah Di Manguntur
Seminggu yang lalu saat berada di Gramedia aku ingin
membeli novel karya seorang teman di kompasiana, tapi setelah berputar-putar
beberapa kali dan membongkar rak novel aku tak menemukannya. Karena butuh
bacaan dan buku yang ada di tanganku hanya kumpulan puisi Chairil Anwar,
akhirnya aku keliling lagi. Novel karya Sydney Sheldon, Sherlock Holmes, Agatha
Cristie dan sejenisnya aku lewati. Hampir saja aku ambil The Vacancy karya JK
Rowling. Begitu lihat label harga, aku urungkan niat untuk membelinya. Tak jauh
dari The Vacancy aku melihat 5 novel Gajah Mada. Aku tertarik dan membelinya.
“ Gajah Mada, Sumpah Di Manguntur “ adalah novel sejarah
tentang kebesaran Majapahit. Novel yang berlatar pemerintahan dua putri Diah
Sanggramawijaya ini sungguh menarik. Begitu membuka lembar demi lembarnya keinginan
untuk terus membaca buku setebal 690 halaman itu begitu kuat. Untuk pertama
kalinya sejak novel Stieg Larson yang setebal 900 halaman, aku estafet membaca
buku non stop.
Cerita dibuka dengan kisah seorang anak yang begitu
berbakti kepada ayahnya. Ki Branjang Ratus, dengan senang hati mengikuti
permintaan sang ayahanda yang bernama ki Buyut Padmaguna. Ki Buyut yang sidik
paningal meminta anaknya untuk menemui sahabatnya di waktu muda dulu.
Sahabatnya itu adalah Nyi Yendra, seorang wanita tua yang sudah sakit-sakitan.
Dari pertemuan itulah kisah bergulir. Nyi Yendra meminta Ki Branjang Ratus
untuk mencuri dua pusaka kerajaan Majapahit. Kedua pusaka itu adalah Cihna
nagara (lambang Negara) gringsing lobheng lewih laka ( pola
geringsing merah ) dan Songsong ( Payung ) udan riwis.
Ternyata hilangnya kedua pusaka itu bukan satu-satunya
intrik yang dialami Majapahit. Intrik-intrik masa lalu kembali hadir dan
membutuhkan penanganan serius dari Gajah Mada dan petinggi Majapahit lainnya.
Kehadiran gerombolan pencuri lain mengagetkan Gajahmada. Satu persatu intrik di
masa penyerangan kerajaan Kediri ke Singasari terbuka. Tokoh-tokoh yang
membantu dan berkhianat hadir dalam cerita sang saksi sejarah ibu Suri Gayatri,
sosok yang menjadi biksuni sepeninggal prabu Jaya Negara.
Perburuan Gajah Enggon yang ditemani Pradhabasu sesuai
petunjuk Gayatri membawanya ke Ujung Galuh ( Surabaya-kini ). Takdir dan
pengejaran berjalan beriring. Di sini dia bertemu dengan Kiai Agal dan Rahyi
Sunelok, sosok gadis yang akhirnya menjadi istri Gajah Enggon. Di sini pula dia
dan Pradhabasu berpisah. Pradhabasu menuju ke wilayah Keta dan Sadeng yang
sedang bergolak. Sedangkan dia dan istrinya menyusuri jejak-jejak yang
ditinggalkan pencuri kedua pusaka. Berdua dia dan Rahyi Sunelok bahu membahu
mengejar pencuri.
Gajah Mada dengan dibantu orang-orang kepercayaannya
terus mengawasi Sadeng dan Keta. Saat waktu dan bukti dirasa cukup, dia dengan
bantuan Aditiawarman menyerang Sadeng dan Keta secara bersamaan. Kiai Wiragati
yang membantu Sadeng dan Keta gigih dengan ilmu yang dimiliki.
Cerita ini benar-benar menarik. Penulis pandai memainkan
alur dari maju, terus mundur ke masa lalu dan kembali ke masa kini. Rahasia
tokoh-tokoh yang terlibat dikupas tuntas, termasuk keteguhan hati seorang Gajah
Mada yang mempunyai suatu pandangan yang sedikit aneh. Tak ada tabu dalam
setiap isi tulisannya, semua dibukanya.
Di sini saya juga menemukan banyak istilah yang mulai
saya lupakan. Pokoknya buku ini sangat menarik dan sangat sayang untuk
dilewatkan.
Tolong bantu kak, pengen tau re orientasi dari cerita ini
BalasHapusLatarnya gambarnya kak gak sesuai
BalasHapusRa ketok
BalasHapus