Selasa, 18 Desember 2012

Akhir Pelarian sang Mafia



http://www.rimanews.com/read/20120905/74526/densus-sembunyikan-terduga-teroris-firman

              Aku duduk menghadap jendela kamar. Hembusan angin pantai Kuta membawa sedikit uap air, efek panas yang masih terasa sedikit terobati semilir angin. Meski AC sudah diset ke titik terendah, panasnya udara masih membekas di kulit. Di sampingku, dalam posisi duduk bersila di atas ranjang, Netti sibuk bermain dengan laptopnya. Sudah hampir dua jam dia sibuk melacak IP seseorang yang sedang kami buru. Kabar keberadaannya yang telah 2 minggu menyaru sebagai wisatawan membuatku penasaran. Seorang agen Interpol Italy mengabariku tiga hari yang lalu, sesaat menjelang keberangkatannya ke sini, megendus jejak-jejak bayangnya.
            Netti, gadis manis berusia 29 tahun, maniak computer terhandal yang aku punya. Tubuh tinggi dengan alis mata tebal dan bentuk wajah ovalnya lebih pantas menjadi model ataupun seorang penyanyi, daripada menjadi polisi sepertiku. Sudah 4 tahun dia berpartner denganku, mengendus jejak penjahat lintas batas dan aku selalu menugaskannya untuk segala sesuatu yang berkaiatan dengan komputer, sesuatu yang tak pernah aku bisa tangani. Sejak informasi keberadaan sang Mafia Italy hinggap di telingaku, dia tak pernah lelah melacak jejak-jejak maya. Sementara aku lebih suka menjadi seekor herder yang bertugas mengendus sisa-sisa bau di alam nyata daripada menjadi mata-mata dunia maya.
            “ Capt, aku berhasil melacak keberadaan Alessio Monaco. Dari IP yang berhasil aku detect, dia ada di kawasan Jimbaran. Apakah Marco serta kawan-kawannya sudah siap? “ suaranya yang lembut jelas menutupi kegarangannya saat beraksi menangkap penjahat. Jemari lentiknya cukup terlatih untuk memainkan pelatuk pistol yang selalu menggantung di pinggangnya. Kadang jemari itu terasa lebih kokoh saat mengunci pusat-pusat kekuatan seorang yang sedang lengah.
            “ Marco, saat ini sudah siaga, tinggal menunggu kita saja. Polisi lainnya, aku tinggal kontak AKP Made, tadi siang aku sudah koordinasikan hal ini dengannya. “ aku menjawab sambil melihat ke laptop Netti. Aku tak bisa membayangkan apa yang dilakukannya dengan benda itu, sekali dia membukanya waktu yang ada terasa begitu cepat berlalu. Bibirnya lebih banyak ngoceh sendiri tanpa pernah aku mengerti. Kadang tingkahnya seperti anak kecil yang baru dapat permen, di waktu lain laiknya seorang remaja yang baru putus cinta, menceracau tak tentu arahnya.
            Puas melihat aksi Netti menjejaki dunia lainnya itu, aku berdiri. Perlahan aku membuka pintu kamar 217 yang aku tempati. View pantai kuta dari The Stone cukup menggoda mata untuk menikmatinya, tapi bayangan tugas yang aku emban segera mengetuk dinding sadarku. Aku jauh-jauh ke sini untuk mengikuti jejak sang mafia. Aku merogoh HP yang tersimpan di sarungnya, begitu di tangan, aku segera menghubungi orang-orang yang aku butuhkan. “ Kita bergerak sekarang! “ aku masuk dan meminta Netti segera mengemasi peralatannya.
            _ _ _
            Mobil yang aku kemudikan berjalan perlahan. Dua ratus meter lagi lokasi yang aku tuju akan kucapai. Aku melihat ke sisi kiri kanan jalan yang aku lalui, beberapa orang lelaki berdiri dengan jarak yang teratur. Ada yang sedang duduk di atas motor, ada pula yang sedang nongkrong di atas kap ataupun kabin mobil masing-masing. Suara alunan musik yang mereka mainkan sayup menyapa telingaku. Kuhampiri dua orang yang berdiri di dekat Freed putih, seorang lelaki bertubuh setinggi 180 cm dengan baju putih dan ikat kepala putih. Di sampingnya berdiri seorang wanita berperawakan hampir sama dengan Netti yang saat ini duduk di sampingku. Di dalam mobil kulihat perlengkapan untuk sembahyang tersedia.
            “ Sore Capt. “
            “ Sore Captain Arya. “
            “ Bagaimana, apa semua personil sudah ada di posisi? “
            “ Sudah Capt. “
            “ Ok. Bripda Mayang, Bripka Netti, giliran kalian untuk beraksi duluan. Pantau situasi sekitar villa, pastikan semua dalam kontrol kalian. “
            “ Baik, Capt. “ jawab Mayang dan Netti bersamaan.
            Mayang meletakkan perlengkapan sembahyang di atas kepalanya. Selendang kuning melingkari perutnya yang langsing. Netti melakukan hal yang sama, melingkarkan selendang biru tua yang Mayang berikan. Setelah itu dia mengiringi langkah Bripda Mayang berjalan menuju Villa yang masih sekitar 200-an meter lagi.
            Selepas mereka pergi, aku segera mengumpulkan orang-orang yang ada di situ. Sambil menunggu kedatangan Marco bersama dua orang partnernya, aku memberikan pengarahan tentang strategi yang sudah aku susun. Peta yang tadi aku dapat dari AKP Made cukup membantuku untuk menyusun strategi yang akan aku pakai. Saat tengah membahas tugas masing-masing personil, sebuah Civic putih mendekat. Tiga orang bule dan seorang lelaki kurus berambut panjang turun dan segera bergabung, mereka adalah Marco, Mario dan Stefano dari Interpol Italy serta Briptu Martin. AKP Made bergantian dengan Briptu Martin menjadi penterjemah tentang paparan strategi yang aku susun.
            “ Bagaimana, sudah paham akan tugas masing-masing? “ tanyaku di akhir paparanku.
            “ Sudah Capt. “
            “ Ok, kalau begitu kita bergerak perlahan sambil menunggu tanda dari Bripda Mayang dan Bripka Netti! Seratus meter menjelang villa kita berhenti. Marco, Briptu Martin dan tujuh orang ikut denganku, kita bergerak dari arah depan. AKP Made, Mario, Stefano dan sisanya bergerak dari belakang villa. ” Perintahku sambil memberi tanda agar mereka memasang alat komunikasi yang kami bawa.  
            Aku bersama tujuh orang orang anak buah AKP Made, Briptu Martin dan Marco bergerak masuk dari pintu depan. AKP Made dan delapan orang anak buahnya ditambah Mario dan Stefano bergerak memutar melalui jalan belakang. Di titik yang telah disepakati, kami berhenti dan menunggu Mayang dan Netti kembali bergabung.
            _ _ _
            Hembusan angin dari arah pantai yang terus menerpa memaksaku untuk merapatkan jaket. Sudah lebih dari 2 jam aku, Marco dan polisi-polisi yang terlibat penggerebekan ini siaga di posisi masing-masing. Aku terus memperhatikan ke arah villa, nyaris tak ada kegiatan yang terlihat. Dua mobil yang sedari tadi teronggok di lahan parkir juga tetap di posisinya, tak ada yang menyentuhnya. Aku hanya melihat dua orang berambut pirang keluar sekitar sejam yang lalu. Setelah menghisap beberapa batang rokok, mereka kembali ke dalam, bersamaan dengan kembalinya Mayang dan Netti dari penyamarannya. Netti kini telah kembali di sampingku, sementara Mayang aku minta untuk segera bergabung dengan AKP Made.
            “ Bergerak! “ Perintahku melalui alat komunikasi. Aku mengendap-endap menuju ke arah villa. Netti, Marco dan yang lainnya segera mengikuti. Semakin lama jarak antara masing-masing personil semakin rapat, seiring makin dekatnya villa tempat persembunyiam Alessio. Satu persatu personil secara bergantian melintasi taman yang mengelilingi villa berlantai dua itu. Saat orang terakhir berhasil melintasi taman, aku mendengar suara pintu dibuka dari dalam. Aku segera memberi tanda orang-orang untuk merapat di dinding dan berlindung.
            Sambil mengendap-endap mendekati pintu, mataku terus melihat ke titik yang mulai terbuka itu. Aku berusaha menekan rasa gugup yang tiba-tiba datang. Sejujurnya ini bukanlah penggerebekan pertama yang aku pimpin. Sudah tak terhitung berapa kali aku memimpin anak buahku untuk melakukan penggerebekan bandar narkoba ataupun penjahat kakap lainnya, dan rata-rata sukses aku jalankan. Hanya dua kali penggerebekanku gagal yakni saat menggerebek komplotan pengedar narkoba di salah satu kompleks pertokoan Jakarta dan markas perampok bank antar propinsi di Tangerang. Kebocoran informasilah penyebabnya.
            Sejujurnya momen ini pertama kalinya aku menggerebek orang asing, orang yang dicurigai sebagai gembong mafia asal Sicillia selatan. Bukan rahasia lagi jika para Mafia dari sana terkenal jago bela diri baik dengan tangan kosong ataupun senjata di tangan, selain itu mereka juga terkenal kejam. Melihat gelagat adanya sedikit kegugupan di wajahku, Marco memberi isyarat padaku untuk lebih tenang. Aku menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Saat aku bisa menguasai diri, sesosok tubuh pria berambut pirang muncul dari balik pintu. Dia terkejut saat moncong pistolku dan Marco mengarah ke wajahnya. Dia segera mengikuti isyarat yang aku berikan, menutup pintu dan berjalan sambil tanganya terangkat tanda menyerah. Salah seorang anak buah AKP Made segera menghampiri lelaki itu dan memborgolnya. Dengan dikawal dua orang polisi, lelaki itu dibawa menjauh dari villa.
            Aku dan Marco segera membuka pintu lebar-lebar. Aku perhatikan ruang di depanku, kuberi tanda agar orang-orang segera mengikutiku. Satu ruang berhasil kami kuasai, bergantian kami bergerak maju. Moncong senapan serbu dan pistol yang kami bawa bergantian mengarah ke beberapa arah, singkat waktu lantai bawah berhasil kami kuasai.
            Saat aku dan Marco bersiap ke lantai 2, suara kokangan senjata yang aku tahu jenis shoot gun segera memaksaku kembali berlindung. Belum seutuhnya tubuhku tersembunyi di balik dinding, sebuah tembakan hampir menyambar kakiku. Beruntung tembakan itu meleset beberapa centi dari posisiku. Sesudah beberapa kali shoot gun menyalak, tugasnya memuntahkan peluru terhenti. Dari intensitas tembakan yang semakin gencar, aku tahu jenis apa yang sekarang bertugas. Setelah beberapa saat, suara tembakan terhenti. Kesempatan itu aku gunakan untuk menembakkan gas air mata. Sebelum menyerbu ke atas, aku memasang masker yang telah aku siapkan. Marco dan Martin segera melindungiku, mereka berdua begitu dekat di belakangku.
            Pengaruh gas air mata yang aku tembakkan tadi terbukti ampuh, Alessio dan salah seorang anak buahnya yang tersisa tak berdaya. Mata mereka tak bisa melihat dengan sempurna. Bahkan Alessio terlihat muntah beberapa kali saat aku menghampirnya. Pistolnya kini teregeletak di lantai. Aku mendekat sambil menodongkan senjataku. Sementara Martin dengan sigap segera mengamankan pistol Alessio dan senapan otomatis yang dibawa anak buahnya. Bersamaan dengan aksi Martin, Netti dan dua orang polisi masuk. Mereka segera memborgol Alessio dan anak buahnya.
            “ Good job captain. “ puji Marco.
            “ Thank you. “ Aku menyambut uluran tangannya. Setelah itu aku mengikuti anak buah AKP Made yang menggiring 3 mafia Italy itu ke mobil patrol. Dengan pengawalan ketat, mafia-mafia itu dibawa ke Mapolres.
            _ _ _

Denpasar. 18122012.0445

Masopu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...