Minggu lalu saya dikejutkan oleh berita di jaringan Tv nasional, yang memberitakan tentang sepasang suami - istri yang dituntut karena tuduhan pencurian buah asam. Berdasarkan pasal yang digunakan untuk menjerat perbuatan kedua pelaku, harusnya mereka dituntut dengan hukuman maksimal 6 bulan penjara. Tapi dengan pertimbangan yang kurang jelas, jaksa hanya menuntut kedua tersangka dengan tuntutan kurungan selama 33 hari saja.
Setelah sidang dengan nada seolah dia telah meringankan tuntutan terhadap pelaku yang berasal dari desa terpencil di Bondowoso tersebut, sang Jaksa berkata ke media massa agar tim pembela jaksa tidak usah melakukan pembelaan, karena hukumannya sudah diusahakan seringan mungkin oleh sang Jaksa.
Mendengar perkataan tersebut sang pembela membalas dengan mengatakan, kalau dia tidak akan berhenti membela kedua terdakwa. Dan tetap akan membacakan pembelaannya saat sidang yang akan dilakukan di PN bondowoso minggu ini. terlepas adanya motif lain dibalik semua itu, saya tetap mengucapkan salut kepada tim pembela yang akan terus berjuang untuk membela terdakwa yang termasuk golongan miskin tersebut.
Dari kejadian diatas saya kembali teringat kasus yang hampir sama beberapa bulan kemarin, saat sepasang suami-istri asal Bojonegoro yang juga dituntut dengan hukuman penjara hanya karena kasus pencurian buah pisang yang nominal kerugiannya tidak lebih dari 50rb rupiah. Saat sidang itu sang istri sedang hamil muda. Dan atas pertimbangan itu, akhirnya Jaksa penuntut umum hanya menuntut mereka 3 bulan kurungan.
Hampir bersamaan denga kasus di Bojonegoro tersebut, di sebuah desa di jepara seorang Nenek renta bersama cucu satu-satunya juga dituntut atas kasus pencurian sekarung buah kapuk. Menurut sang pemilik mereka sudah sering melakukannya. Tapi menurut warga sekitar mereka hanya memungut buah yang sudah jatuh karena sudah tua, bukan mencuri dari pohonnya seperti yang dituduhkan sang pemilik.
Dari ketiga contoh kasus diatas ada satu benang merah yang bisa diambil. Bahwa tersangka tersebut sama-sama berasal dari keluarga yang kekurangan dan mereka juga mencuri bukan untuk memperkaya diri mereka sendiri. Mereka mencuri hanya untuk membeli makan, karena kebutulan mereka sama-sama tidak punya uang dan sedang tidak mendapatkan pekerjaan.
Yang ingin saya garis bawahin disini hanyalah kenapa HUKUM di negara ini hanya garang kepada rakyat kecil yang mencuri barangkali hanya untuk mempertahankan hidup mereka selama beberapa hari sebelum mereka mendapatkan pekerjaan. Sedang kepada kaum kaya dan berpunya yang korupsi untuk memperkaya diri dengan kerakusannya, HUKUM tidak berani garang?
Apakah rakyat kecil dihukum hanya karena pihak berwajib tidak bisa memeras mereka sehingga akan menghhasilkan uang dalam jumlah yang besar ke kantong Aparat penegak hukum? Sedangkan dari kalangan berada seringkali aparat mendapatkan UPETI yang bisa digunakan untuk mempertebal dompet dan saldo rekening pribadi di Bank yang mereka punya?
Kalau rakyat pinggiran yang terbukti mencuri hukumannya mulai 3 bulan - 9 bulan, kenapa terhadap para koruptor hukumannya hanya berkisar antara 1,5 tahun sampai 4 tahun saja. Sedangkan kerugian yang dihasilkan jauh lebih besar efeknya orang yang korupsi. Maling paling yang dirugikan hanya seorang saja, tapi korupsi? jutaan warga negara ini akan dirugikan oleh ulah para koruptor, tukang suap dan aparat yang tidak adil.
Berdasarkan logika sederhana saya yang tidak tahu hukum, seandainya dari ketiga kasus tersebut diatas para pelaku dihukum 3 bulan penjara. Sementara nilai kerugian dari korban kejahatan mereka tidak sampai 50rb rupiah, apakah tidak sebaiknya jika KORUPTOR dinegeri ini dihukum seringan-ringanya 15 tahun bahkan mungkin bisa lebih, karena efek yang mereka timbulkan lebih kejam dari efek yang dihasilkan para tertuduh pencurian tersebut????
Senoga kedepannya akan ada aparat penegak hukum yang benar-benar jujur dan adil dalam mengambil keputusan, agar tidak adalagi kasus kegarangan hukum yang hanya berlaku untuk rakyat yang tiada berpunya,. Dan semoga tidak ada korban-korban selanjutnya dari kebiadaban penegakan hukum yang tebang pilih seperti saat ini.
NOTE: saya tidak membela mereka yang melakukan tidak pencurian, tapi hanya mempertanyakan kasus pengakan hukum terhadap koruptor, tukang suap dan penjahat kakap lainnya yang terkesan
lebih ringan dari efek yang dihasilkannya. Kenapa orang yang korupsi bermilyar-milyar rupiah,
dendanya hanya pada kisaran 50juta rupiah, kenapa tidak semua harta hasil korupsinya disita
negara?? kan nantinya uang itu bisa digunakan untuk membangun bangsa ini? ADILKAN???
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus