http://sbelen.wordpress.com/2008/12/29/waktu-yang-tersisa/ |
Selain dengan meminum ramuan yang diberikan oleh Haji Rahmat, Xixi terus berusaha mengobati penyakitnya dengan berbagai cara yang tak bertentangan dengan tuntunan agama. Dari satu metode ke metode yang lain dari, usahanya tak pernah berhenti. Komunikasi dengan dokter yang merawatnya di Surabaya dulu terus dijalaninya. Semua hanyalah bagian dari ikhtiarnya. Setiap malam do'a-do'a tak henti menghiasi bibirnya. Sementara di siang harinya saat tak ada kegiatan, disibukkannya dirinya dengan beberapa kegiatan belajar mendalami agama. Semakin lama dirinya semakin tenggelam dalam keingin tahuan dan keinginan untuk mendalami dan mengamalkan ajaran agama.
Bimbingan dari beberapa Ustadzah di pesantren Kiai Muntoha membuatnya cepat mengerti. Bacaan-bacaan Al-Qur'annya yang sempat kaku perlahan membaik dan jadi semakin baik lagi. Sedikit demi sedikit dia sudah mulai bisa menghafal beberapa surat dalam Al-Qur'an.
Melihat itu semua pak Ismail dan istrinya bangga. Putri satu-satunya yang sempat membuat mereka malu, kini telah kembali. Luka-luka di masa lalu perlahan-lahan tersembuhkan. Cibiran-cibiran dari masyarakat sekitar yang dulu santer menerpa keluarga mereka kini semakin sayup di pendengaran mereka. Cibiran-cibiran tersebut perlahan berganti dengan pujian atas usaha dan tekad Xixi untuk memperbaiki diri dan memperoleh kesembuhan.
Tak terasa waktu telah berlalu lama. Enam bulan sudah Xixi berada di rumah. Pengobatan yang dijalaninya memang tidaklah menampakkan hasil, tapi itu tidak lagi penting buatnya. Dia akan tetap berusaha mencari kesembuhan, tapi tak akan memfokuskan waktunya hanya untuk mengejar kesembuhannya saja. Masih banyak hal bermanfaat yang bisa dilakukannya.
" Ibu,... Bapak, ijinkan Xixi untuk kembali ke Surabaya. Xixi ingin berobat di sana. " kata Xixi setelah melaksanakan sholat isya' berjamaah di masjid.
" Kamu mau balik ke Surabaya Xi? apa kamu sudah menyerah? " tanya Pak Ismail dengan raut muka kaget. Pandangan matanya lurus melihat ke arah Xixi yang duduk bersebelahan dengan ibunya.
" Saya tidak menyerah untuk terus berusaha pak. Saya balik ke Surabaya juga untuk mengusahakan kesembuhan saya dari penyakit ini. " jawab Xixi. " Ada banyak hal yang harus saya lakukan di sana pak, ibu" lanjutnya sambil menggenggam tangan sang ibu yang ikut mengawasinya dengan tatapan matanya yang tajam.
" Apa yang akan kamu lakukan di sana Xi? " tanya sang Ibu dengan raut mukanya yang teduh.
" Selain tetap berobat, saya ingin mengabdikan sisa hidup saya untuk kegiatan sosial Bu. Saya ingin mengajar ngaji di lingkungan yang tak jauh dari tempat tinggal saya dulu bu. Di sana banyak anak-anak kecil yang tidak bisa mengaji. " jawab Xixi dengan suaranya yang lembut.
" Kamu yakin dengan pilihanmu itu Xi? " tanya pak Ismail sambil menghirup kopi yang disediakan istrinya tadi.
" Saya yakin pak. "
" Bukankah di Surabaya orang-orang lebih mengenalmu dengan profesi lamamu sebelum jadi artis? " tanya pak Ismail dengan wajah diliputi rasa ragu dan was-was.
" Iya pak. Memang mereka lebih mengenal saya dengan profesi itu. Tapi ada satu hal yang membulatkan tekad saya untuk memulai hal baru dari sana pak. " Xixi diam sejenak. Dihelanya nafasnya dalam-dalam. Tatapan matanya lurus melihat wajah sang Bapak. Dia ingin berusaha meyakinkan Pak Ismail dengan tatapan matanya tersebut. " Pak saya terjerumus ke lembah hitam di sana. Dari sana pula saya ingin memulai hal baru yang bisa membuat hidup saya lebih berarti. "
" Tapi apa kamu siap menghadapi caci maki dan hinaan dari orang-orang di sekitarmu nantinya Xi? Itu berat loh buat kamu? " tanya pak Ismail mencoba menggoyahkan keinginan sang anak.
" Pak, saya sudah terbiasa dengan semua caci maki tersebut pak. Saat saya terjerumus saja, saya kuat menanggungnya. Apalagi kini saat saya mencoba kembali ke jalannya. "
" Bapak yakin dengan tekadmu. Tapi bapak belum yakin dengan kekuatan hatimu. Selain itu di sana godaan yang akan kamu terima akan semakin berat Xi. Pasti masih banyak teman-temanmu dulu yang ingin membawamu kembali ke dunia mereka. Apa kamu sudah siap menghadapinya? " tanya pak Ismail.
http://diammembisu.dagdigdug.com/2008/07/20/tinggal-sedikit-waktu-tersisa/ |
" Xi lagian kan uang tabunganmu juga sudah tinggal sedikit. Untuk mencari pekerjaan dengan kondisimu sekarang, sepertinya akan banyak perusahaan yang menolakmu. Mereka pasti enggan mempekerjakan orang-orang yang pernah terjerumus ke lembah hitam Xi." Ibunya yang sedari tadi lebih banyak diam ikut berkementar.
" Bapak,...Ibu,... hal itu sudah saya pikirkan. Bapak dan Ibu tak perlu khawatirkan hal itu. Saya bisa mencari pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan hidup saya. Saya akan berusahan untuk tetap survive walau dengan penghasilan yang pas-pasan. Kebetulan dulu sempat diajari oleh pembantu saya tentang usaha kue. Saya yakin sisa uang tabungan saya bisa digunakan untuk bisnis itu. " jawab Xixi berusaha lebih keras meyakinkan ibu dan bapaknya.
Percakapan pun terus berlanjut. Mereka bertiga bapak, ibu dan putri satu-satunya tersebut terus berbagi pendapat. Setelah lama berdiskusi, akhirnya mereka bertiga mencapai satu kesepakatan bahwa Xixi diijinkan kembali ke Surabaya untuk berobat dan bekerja sesuai keinginannya. Sedang Xixi akan patuh pada persyaratan yang diberikan oleh orang tuanya. Kedua orang tuanya hanya mensyaratkan Xixi untuk bertanggung jawab dengan semua perbuatannya. Xixi setuju dan berjanji akan mematuhi semua nasehat orang tuanya.
Denpasar, 24012012.1218
Masopu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar