Jumat, 03 Agustus 2012

Perspektif Saya Tentang Muhammadiyah

Hari ini, setelah semalam berhasil mendownload ceramah agama dari AA Gym dan beberapa KIAI lainnya yang tidak begitu terkenal, saya mendengarkannya dengan antusias. Awalnya saya menikmati ceramah AA Gym di Korea. Ceramah yang dibagi dalam 9 bagian itu begitu menyejukkan saya. Terlepas dari masalah yang pernah mendera beliau, saya sangat menikmati ceramahnya. Bagi saya, masalah pribadi tidaklah mempengaruhi keinginan saya untuk mendengarkan ceramah yang bersangkutan. Dan benar, gaya bahasa beliau yang santun, begitu menyihir dan merasuk dalam hati saya.

Selepas ceramah AA Abdullah Gymanstiar, saya mendengar ceramah seorang kiai lokal jawa timur. Kiai yang berasal dari daerah Bojonegoro tersebut sebenarnya di awal ceramah sudah bagus dan menarik. Penyampaiannya yang diselingi dengan humor sungguh menyegarkan. Ceramah yang berdurasi 95 menit itu mencapai klimak di tengah-tengah ceramah. Dengan kebanggaannya sebagai seorang NU, beliau menghina alasan/landasan Muhammadiyah dalam menjalankan roda oragnisasinya. Sejujurnya hal itulah yang langsung menggerakkan tangan saya untuk menskip ceramah yang masih berjalan kurang dari 45 menit tersebut. Bukan karena saya seorang yang sedari kecil besar di lingkungan Muhammadiyah, tapi saya kurang "sreg" dengan gaya bahasa-nya yang kasar dan kefanatikan yang bisa diartikan lain sama jamaahnya.

Setiap orang mempunyai alasan untuk memilih dia akan meyakin madzhab mana yang akan diikuti. Apakah Madzhab Syafe'i ataukah Maliki atau yang lain. Begitupun dengan muslin di Indonesia, apakah mau ikut NU? Muhammadiyah ataukah yang lain? Silahkan. Ini masalah keyakina hati nurani. Karena itu, meski saya lebih condong memilih dan mengikuti cara dan ajaran Muhammadiyah, saya tak pernah berkeinginan untuk membuka front atau permusuhan dengan organisasi lain. Bagi saya keyakinan tak bisa dipaksakan ataupun diajarkan dengan membuka front permusuhan. Hal ini hanya bisa ditularkan dengan uswahtun khasanah, suri tauladan yang baik. Jadi bagaimana mungkin kita menularkan keyakinan kita ke orang lain, jika dalam menularkannya kita menggunakan gaya bahasa kasar ataupun tingkah yang kurang terpuji. 

Dalam islam sendiri sudah dijelaskan bahwa " di akhir zaman, umat islam akan terpecah menjadi 73 golongan, dan yang akan selamat adalah golongan yang berpegang teguh pada Al Qur'an dan Al-hadists." di salah satu ayat yang lain, ALLAH SWT berfirman yang artinya " Bahwa perbedaan dalam Islam adalah sebuah rahmat ". Dari kedua firman ALLAH SWT tersebut, kita bisa tangkap, bahwa sudah takdir-NYA kita, umat Islam terpecah-pecah dalam golongan, dan masing-masing golongan akan mengaku sebagai yang paling benar di mata masing-masing. Tetapi jika kita kembalikan ke kutipan ayat kedua, bahwa perbedaan itu adalah rahmat-NYA. Rahmat, jika kita mampu memaknai perbedaan itu untuk sama-sama berlomba menuju kebaikan, bukan sibuk saling serang dan saling menjatuhkan.

NU dengan segala ajarannya mempunyai dasar dan dalil yang kuat. Dasar-dasar yang mereka pelajari dari para pendahulu mereka dan diturunkan turun temurun kepada anak cucu dan pengikutnya. Pun dengan Muhammadiyah, mereka mempunyai dasar hukum/dalil yang sama kuatnya. Bagi saya, selama dia masih sesama MUSLIM, saya tak ingin berpolemik dia itu NU/Muhammadiyah/Persis/Thoriqot Nagsabandiyah atau apapun. Karena saya yakin, jika kita Muslim terpecah dan terkotak-kotak dalam kelompok masing-masing, maka kelompok lain di luar Islam merasa menang. Karena perbedaan yang dibesarkan itulah tujuan mereka. Dengan kita terkotak-kotak, dijamin umat islam menjadi macan ompong. Hanya besar di berita, tapi kecil dan kerdil posisi tawarnya.

Saya tak akan berkomentar banyak tentang NU, karena saya hanya tahu NU namanya saja. Saya tak tahu begitu dalam tentang mereka dan ajarannya. Pun dengan ajaran organisasi lain. Meski saya banyak bergaul dengan teman-teman yang terlahir dari keluarga NU ataupun pegiat Tarekat ataupun jamaah Tabligh. Meski rumah saya pernah jadi base camp anggota jamaah tabligh yang sudah malang melintang ke penjuru Dunia. Meski ayah saya awalnya seorang NU sejati. Saya hanya ingin bercerita sedikit yang saya tahu tentang Muhammadiyah, karena memang di sini domain saya bisa komentar, bukan di arela yang lain.

Muhammadiyah, kenapa "melarang Ziarah kubur, terutama untuk wanita". Muhammadiyah sebenarnya tidak melarang warganya untuk Ziarah Kubur. Ziarah Kubur sesungguhnya dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW. Yang Muhammadiyah khawatirkan hanyalah ekses dari seringnya Ziarah kubur yang tanpa didasari Ilmu. Baik wanita ataupun pria, selama dia masih bernama manusia, biasanya punya kecenderungan untuk bersedih yang berlebihan saat melihat makam orang-orang terkasih, terutama yang meninggalkan berjuta kenangan mendalam. Mereka cenderung untuk lupa diri begitu menatap nisan, bersedih yang berlebihan dalam Islam adalah hal yang diharamkan. Nah untuk mengurangi kemungkinan itu, maka Muhammdiyah "melarang" warganya  untuk ZIARAH KUBUR, jika hanya untuk bersedih yang berlebihan dan tidak bisa mengikhlaskan kepergian sang ahli kubur. Jika murni untuk mendoakan sang ahli kubur, Muhammadiyah tidak pernah melarang.  

Di dalam ajaran Islam, bukankah diajarkan bahwa kita tidak boleh terlarut dalam kesedihan yang berlebihan saat ditinggal oleh orang-orang yang terkasih. Itu kenapa saat saya kehilangan salah satu pakde/uwak, saya tetap tegar dan melarang saudara sepupu saya untuk menangis berlebihan. Bahkan saat itu saya sibuk ke wartel dam saudara yang lain untuk menyampaiakn kabar duka. Setelah itu, dengan perasaan sedih yang masih menghinggapi hati, saya siapkan apa yang dibutuhkan untuk prosesi pemakaman. Mulai menyiapkan air, kembang dan berkoordinasi dengan pihak tetangga dan hadai taulan yang membantu proses pemakaman, agar jenazah bisa sesegera mungkin dimakamkan. Jadi "larangan Ziarah kubur" dalam Muhammadiyah yang saya hayati sebenarnya hanya istilah, pada kenyataannya saya masih sowan ke makam. Mendoakan kakek dan leluhur. Tapi saat ziarah, saya kesampingkan kesedihan yang mendalam, Saya hanya bersedih sekedarnya. Lebih memaknai, saat kita di makam, selalu ingat bahwa saya akan kembali ke haribaan ALLAH SWT. Itulah makna yang saya tangkap dalam "larangan ziarah kubur" Muhammadiyah = agar kita tidak larut dalam kesedihan yang berlebih. Daripada terlalu bersedih, lebih baik kita sebisa mungkin segera memperkuat hati dan selalu memanjatkan do'a untuk mereka yang telah pergi.

Masalah tahlil, Muhammadiyah melarang atas dasar adanya "beberapa kasus" yang malah memberatkan keluarga yang sedang berduka. Saat kita bertahlil untuk almarhum, pihak keluarga almarhum yang masih belum benar-benar pulih dari kehilangan, sudah harus mempersiapkan segala sesuatu untuk memberi " jamuan " pada peserta Tahlil. Bahkan saat almarhum kakek meninggal, saat itu ayah sebagai ketua pemuda ansor masih melakukan tahlil. Saat tahlil 7 hari almarhum, ada beberapa orang yang nyeletuk " Ah tahlil di sini makanannya hanya ini-ini saja. Mana daging sapinya? " kalimat itulah yang membuat ayah tersengat. Saat 40 hr almarhum, ayah sembelihkan seekor sapi untuk menjamu mereka yang ikut tahlil. Dan sejak saat itulah, ayah kurang setuju jika tahlil hanya menimbulkan ekses memberatkan keluarga almarhum. Jika hanya cukup disuguhi sesuatu sesuai kemampuan keluarga almarhum, ayah masih mau dan tetap memimpin jamaah untuk tahlil.

Masalah " Ajakan kembali ke Al Qur,an dan Hadists " Muhammadiyah memang selalu menggalkkan hal itu. Bukan tidaj mengakui ajaran dari berbagai pemikir Islam yang berjasa mengembangkan ISlam. Hal ini semata suatu ajakan agar kita tidak mengkultuskan kiai A atau Kiai B, hingga terlupa untuk selalu kembali ke Al Qur'an dan Al Hadists jika ada masalah yang menimbulkan pertentangan. Boleh kita mengikuti ajaran kiai A ataupun siapapun, tapi saat ada perbedaan penafsiran suatu kasus, kita kembalikan lagi ke Al Qur'an dan Hadists. Jangan karena menganggap ajaran Kiai-nya selalu benar, sedang yang lain salah. Padahal kita tahu di dalam Al Qur'an dan Hadist, hal yang gamblang mengenai perbedaan itu sudah dibahas.

Bukan rahasia lagi, jika dalam beberapa kasus, kiai membuat fatwa pada pengikutnya, meski dia tahu dalil dalam Al Qur'an sudah jelas-jelas melarang hal itu. Misalnya kasus ROKOK. Karena sebagian kiai adalah pecandu rokok, maka saat ada wacana "pengharaman Rokok ", beberapa kiai menyatakan rokok itu makruh. Padahal jelas sekali jika rokok itu menyebabkan ketergantungan serta lebih banyak mendatangkan MUDHARAT, daripada manfaatnya. Dan hal yang membuat ketagihan dan mendatangkan MUDHARAT, seharusnya diharamkan. Kita bisa belajar pada ulama CHINA yang tegas menyatakan ROKOK HARAM, meski ada beberapa kiai di sana yang sebelum fatwa itu muncul adalah pecandu rokok. Namun setelah fatwa muncul, mereka segera berusaha menghentikan kecanduannya.

Dulu pernah ada perumpamaan belajar Al Qur'a dan hadists Versi Muhammadiyah dan NU. Orang NU mengumpakannya seperti orang minum air panas dari teko. Kitab karya para pemikir islam menurut mereka seperti gelas yang digunakan untuk menuangkan minuman. Mereka berkata apa jadinya jika seseorang langsung meminum air panas dari tekonya, yang ada akan melepuh mulutnya. Dan itu diumpamakan seperti ajaran Muhammadiyah yang lebih mengutamakan untuk mengembalikan semuanya pada Al Qur'an dan hadists. Sementara NU diumpamakan seperti seseorang yang meminum air dari teko melalui gelas untuk mendinginkannya. Di sini ada semacam kesalahpahaman. Muhammadiyah masih berpegang pada ajaran ulama-ulama sebelumnya, namun saat ada beda pendapat dalam menafsirkan sesuatu, Muhammadiyah lebih cenderung mengembalikannya ke Al Qur'an dan hadists, untuk sama-sama dikaji, kemudian disimpulkan untuk menemukan titik tengah. Tidak melulu berpatokan pada apa kata KIAI.
 
Masalah adab berdo'a. Muhammadiyah menganjurkan untuk langsung ke ALLAH, tanpa melalui para sahabat, tabi'it-tabi'in dan alim ulama sesudahnya. Kita bisa menganalogikan dengan kasus seseorang yang sedang dihadapkan dengan meja pengadilan. Orang yang sudah meninggal, itu seperti orang yang sedang menghadapi sidang pengadilan, yakni pengadilan di alam barzagh. Bagaimana orang yang sedang sibuk memikirkan sidang yang menantinya, membantu seseorang untuk memohon sesuatu pada ALLAH. Sementara sidang atas amal-ibadah mereka saja belum tentu mereka tangani. Sebaik apapun manusia, sealim apapun seorang kiai, pasti pernah berbuat salah. Dan salah itu harus mulai mereka pertanggung jawabkan, ketika orang terakhir yang mengantar jenazah melangkah 7 langkah dari makam. Bagaimana mereka mau mendoakan kita, sedang mereka sendiri sibuk menjawab pertanyaan malaikat kubur.

Perumpamaan orang berdo'a dengan orang yang tenggelam di sungai, sangat tidak relevan. Ini masalah yang berbeda, meski sama-sama meminta bantuan. Kecenderungan masyarakat awam adalah menganggap suatu media untuk berdo'a sebagai zat yang mengabulkan do'a. Dan hal ini kembali ke masalah ziarah kubur untuk berdo'a. Bukankah banyak kasus, orang awam yang berziarah dan berdo'a di makam para wali atau kiai yang dituakan. Saat do'anya dikabulkan, biasanya mereka menyebut " ini semua karena berdo'a di makam wali A atau Kiai ini " bukan " Ini semua berkat ALLAH, Doa saya dikabulkan. " inilah yang ditakutkan Muhammadiyah. Begitupun dengan orang tenggelam atau sakit, saat berhasil selamat " Terima kasih atas bantuannya, kalau bukan karenamu, mungkin saya sudah mati " Hal ini menafikan adanya campur tangan ALLAH SWT dalam menyelamatkan kita. manusia yang membantu, hanya media/perantara, bukan penyelamat.

Hal-hal di atas adalah sebagian keresahan yang saya rasakan dari banyak kejadian yang saya alami. Perbedaan NU-Muhammadiyah serta organisasi lainnya hanya pada tingkatan AMALIAH-nya saja, bukan pada tataran TAUHID, jadi seyogyanya para pemuka NU-Muhammadiyah tidak perlu memperuncing. Kenapa kita tidak bisa bergandengan tangan, untuk saling introspeksi diri dan menguatkan demi ISLAM. Seprti di bagian awal " Perbedaan dalam ISLAM adalah Rahmat ", tinggal bagaimana kita menyikapinya. Daripada sibuk menyamakan hal itu, kenapa gak kita berdakwah ke dalam, memperkuat sendi-sendi dalam kehidupan beragama kita, agar kita tidak makin jauh terpecah belah.

" Kita hanya tahu golongan A itu kulitnya saja, pun dengan Golongan A hanya tanhu golongan B kulit luarnya. Kenapa kita berselisih sesutau yang masih satu tauhid. Bukankah masih banyak orang yang segolongan dengan kita, kurang dalam memahami golongan yang dianutnya" mari bersatu untuk saling mendalami AL ISLAM. Beda faham, selama sholat masih menghadap kiblat, membaca apa yang diajarkan rasul dan mengakui bahwa rasulullah Muhammad sebagai nabi dan rasul akhir zaman adalah satu saudara, saudara seiman.

Bagaimana kita mau berukhuwah dengan pemeluk agama lain, sementara sesama muslim saja, ukhuwah islamiyahnya lemah. Masih suka mencap golongan A KAFIR, Golongan B Munafik. Itu semua adalah domain KUASA ALLAH. DOMAIN KITA HANYALAH BERUSAHA BELAJAR DAN MENGAMALKAN APA YANG KITA YAKINI, BUKAN MENGHAKIMI KEYAKINAN KELOMPOK LAIN.

Menurut AA GYM " DAKAWAH UNTUK MENGAGUNGKAN ALLAH SWT, BUKAN MENGAGUNGKAN DIRI/MADZHAM-nya ATAUPUN PESANTRENNYA. Kalau MAU DAKWAH, JANGAN LAGI MENGAGUNGKAN DIRI, MEMPERKAYA DIRI dan segala sesuatu yang bersifat duniawi. "


Denpasar, 03082012.0310

Agung masopu

39 komentar:

  1. Saya lahir dan besar di lingkungan NU...namun setelah saya menimba ilmu di lingkungan Muhammadiyah...seperti itulah yang saya rasakan....Like

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih mas @Unggu Arif Satriyanto atas tanggapannya. Mari kita kuatkan sendi-sendi Islam. Jangan lagi memperuncing perbedaan yang sifatnya Khilafiyah itu. Selama Sahadat, tata cara sholat dan segala tuntunan yang berinduk pada al Qur'an tidak jauh melenceng, mari kita bergandengan tangan. Salam

      Hapus
  2. Trimakasih mas,atas pencerahanya.. semua kembali kepada diri masing2 yang menilai ini,tapi buat saya pribadi pencerahan di atas untuk menambah keyakinan iman islam saya,yang pada waktu smp Muhammadiyah dulu saya hanya dapat sedikit ilmu.Hidup ini buat saya berdasar kan Alquran dan ajaran Hadist Nabi Muhammad Saw. Amin..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama mas.
      Hidup adalah pilihan, pilihan yang diyakini dengan hati.
      Saat keraguan tentang suatu masalah ada dan kita bingung, ada baiknya kita kembali ke sumbernya.
      Seperti aliran air dari mata air, adakalanya semakin dekat ke muara, air menjadi makin keruh. Begitupun suatu penjabaran dari ayat/hadist, dari satu buku/kiai mungkin semakin jauh dari inti yang Rasulullah ajarkan dulu. Itu kenapa ada silang beda pendapat.
      Saat terjadi seperti itu, ada baiknya kita kembali ke sumbernya yakni al Qur'an dan hadist
      Best regards
      Salam Ukhuwah

      Hapus
  3. saya itu boleh dikatakan sebagai seorang mualaf, saya mengenal islam sejak saya sma dan langsung dibina oleh tokoh MD,tapi saya tidak puas hanya dengan itu semua,dan ustad yang membimbing sayapun mengatakan bahwa Islam itu sangat luas,maka mondoklah saya,sejak saat itu yang saya kenal tidak hanya MD, tapi juga NU.ya karena MD juga saya bisa masuk ke Islam dan karena NU juga saya bisa sedikit membaca kitab gundul.thank to MD and NU

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih untuk tanggapannya akhwan/ukhti
      Selamat karena anda mendapat hidayah dan mendalaminya dengan sangat baik.
      Dalam menuntut ilmu baik ilmu agama atau ilmu dunia, saat kita merasa tidak puas dan terus menggali ilmu yang kita maksud ke berbagai sumber adalah baik,sehingga kita bisa menilai sesuatu lebih baik. tidak terkotak pada satu pendapat saja, sehingga nilai toleransi di antara kita akan semakin baik.
      Sebuah beda pendapat adalah hal biasa, tinggal kebesaran hati kita menerimanya
      salam ukhuwah

      Hapus
    2. yang tidak boleh, kalo ente kawin engn kebo. wkwkwkwkwk.......

      Hapus
  4. saya seorang pelajar yang masih bingung tentang NU dan MD, mana yang harus dipilih..
    untuk sekarang saya masih mencoba menjalankan ibadah yang wajjib saja meskipun masih sering bolong, tapi saya akan berusaha..
    apakah boleh saya mempelajari NU dan MD, dan saya mengambil hal yang baik saja..
    dan saya tidak memilih NU atau MD, tapi saya memilih islam yang netral..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Silahkan mas pelajari NU-MD ataupun aliran islam yang lain. Di sana mas akan menemukan satu sisiyang lebih dan di sisi lain ada kekrungannya. Tinggal bagaimana kita bersikap nantinya.
      Inti dari tulisan ini ajakan untuk menghentikan debat kusir antara kekurangan NU-Muhammadiyah dan lainnya. Saya hanay berharap semoga banyak yang membaca tulisan ini dan memahami maksud saya agar kita sesama muslim akur dan tidak memperbesar perbedaan. Pemimpin agamanya pun juga tidak berceramah dengan memojokkan salah satu organisasi.
      Salam

      Hapus
  5. Diawal tulisan, mas Agung begitu berhati-hatinya agar tidak menyinggung salah satu ormas selain Muhammadiyah, akan tetapi bagitu saya baca paragraf-paragraf akhir mas Agung akhirnya gemes dan tak tahan godaan untuk menyinggung ormas selain Muhammadiyah hehe (Teko & Air panas, Berdoa melalui perantara,merokok dsb), tapi lucunya mas Agung menganjurkan para pemimpin ormas untuk tidak saling memperuncing perbedaan, padahal perbedaan yg para pemimpin ributkan diantaranya ya itu tadi hehe. Tidak memperuncing itu harusnya artikel ini bisa menghormati tanpa menjudge ada something wrong sama Kyai dan pengikutnya yg masih meyakini cara beribadah tsb, karena saya yakin muhammadiyah dan ormas lain tsb sama-sama mempunyai dasar yg kuat dan tetap bersumber pada Quran & Hadist. Biarlah mereka punya keyakinan seperti itu dan kita punya keyakinan sendiri yg kuat jg, tanpa saling menyalahkan. Karena hanya milik Allah SWT kebenaran paling benar ada.

    Manusiawi kok, kalau kita bicara Muhammadiyah & ormas lain, pasti kita akan terbawa mencari celah-celah negatif masing-masing ormas diluar ormas kita tsb.

    So keep writing dan berilah pencerahan yang seobyektif mungkin tanpa menyinggung perasaan umat lain.

    BalasHapus
  6. Allah tuhanku
    Muhammad nabiku
    Islam agamaku
    Muhammadiyah organisasiku
    *** partai politikku


    Nikmat apa lagi yang yang kuharapkan?

    BalasHapus
  7. Saya besar dilingkungan MU..juga lulusan PT MU..pernah bekerja diamal usahanya. Tetapi sekarang mengajar diyayasan milik NU. Terus terang terasa sekali perbedaannya. Ilmu agama saya memang masih jauh jika dibandingkan dengan teman2 yang bergelar sarjana agama dan alumni pesantren NU. Pemahaman saya menjadi tercampur. Contohnya tentang puasa syawal. Saya banyak bersikap "diam" jika obrolan sudah menyangkut ibadah. Saya berharap bisa mengambil kebaikan dari keduanya. Tetapi kadang muncul kebingungan. Apakah saya perlu "menambah" kebiasaan karena pengetahuan baru saya karena semua orang melakukannya atau saya tidak mengikuti. Saya hanya berdoa semoga Allah memberi jalan keluar yang terbaik atas keadaan ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Akhwat/Ukhti silahkan mempelajari hal-hal baru tersebut.
      Selama itu baik dan bisa membuat kita semakin dekat dengan ajaran Allah, silahkan diambil dan diamalkan. Sayapun seperti itu.
      Apapun itu, dari manapun asalnya, asal tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan Al Hadists, saya pelajari dan sebisa mungkin saya amalkan.
      Seperti puasa senin kamis, Syawal dan puasa sunnah lainnya, sejauh ini meski tidak rutin, saya dan ayah saya tetap melakukan.
      Hal-hal yang sedikit saya ulas di atas yang saya hindari. Saya ke makam untuk mendo'akan almarhum/almarhumah leluluh, tapi tidak untuk mengalap berkah ataupun memohon restu mereka. Cukup meminta restu Orang tua dan Allah SWT.
      Semoga kita bisa belajar lebih baik lagi
      Coba belajar dari Ustadz Felix Siauw, ceramahnya bagus

      Hapus
  8. Ayo bersatu,,,,,hidup MD hehe,,,,di linkup RT saya sendiri yg MD.bukan niat ria,saya sering ibadah di mushola yg berbasic NU.tp saya juga tidak pernah melihat temen/warga RT saya ibadah di masjid MD.ini yg mengherankan saya.

    Tapi saat ini saya udah mulai gx beribadah di mushola tersebut.dikarenakan ada makam di depan arah kiblat tepat tempat imam.

    Atas dasar hadist dan kesepakatan ulama terdahulu,saya meninggalkanya kecuali dapat undangan atau kepepet ketingalan jauh shalat jamaah.

    Ayo satukan islam dengan Hadist dan Qur'an

    BalasHapus
    Balasan
    1. @ Kangone

      Setuju dengan pendapat Akhwan.
      Saya tidak tertarik unttuk membesarkan perbedaan. Tapi banyak teman baik di FB ataupun jejaring sosial yang lain, bahkan di dunia nyata yang teriak membesarkan perbedaan. Bukan hanya kalangan awam, seorang bergelar Kiai pun ada yang lebih suka membahas perbedaan itu. Saya jijik, karena itu lahir tulisan ini, tanpa bermaksud menghina atau menghardik satu golongan.
      Ayo kita bersatu.
      Setiap perbedaan, kembalikan hal itu pada Al Qur'an dan Hadists, jangan terpaku pada madzhab ataupun pendapat kiai kita yang kadang bikin umat semakin terpecah

      Salam

      Hapus
    2. hmmmm.......seruuu. sok tauuuuuuuuuuuuu

      Hapus
  9. Saya juga Muhammadiyah,,, sedangkan suami NU,,, entah dsebut apakah itu,,, yg kami tau kami sama2 hamba Allah SWT...

    BalasHapus
  10. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  11. MD tanpa NU..tidak semarak dalam beribadah/mencari pahala, tetapi NU tanpa MD maka semua tiada kontrol dan semaunya sendiri bikin amalan ibadah...mgkin begitulah jalan tengah diantara keduanya !

    BalasHapus
  12. MD tanpa NU..tidak semarak dalam beribadah/mencari pahala, tetapi NU tanpa MD maka semua tiada kontrol dan semaunya sendiri bikin amalan ibadah...mgkin begitulah jalan tengah diantara keduanya !

    BalasHapus
  13. MD dan NU bersaudara, kalau ada perbedaan itu wajar untuk memacu kita belajar dan meninggalkan yang tidak wajar.

    BalasHapus
  14. Diawal penulis seolah olah menghormmati perbedaan.tapi ditengah tengah....???? Kalau Penulis ini mau menjelaskan dasar MUH..... jangan membawa golongan lain (NU). karena secara tidak langsung memojokkan/menyerang NU dengan berpegang dengan penafsiran golongan Anda...

    BalasHapus
    Balasan
    1. maaf mas/mbak kalo tulisan saya kesannya memojokkan. salah satu. Silahkan mas baca di dua pragraf pertama mengenai dasar saya menuliskan ini. Bukan saya memojokkan NU atau yang lainnya. Saya hanya menjelaskan dasar mengapa Muhammaiyah bersikap. Dan saya tidak menulis ini jika tidak mendengar ceramah KH Anwar Zaid asal Bojonegoro itu. Saya hanya menanggapi apa yang beliau katakan tentang Muhammadiyah. Silahkan mas Check di Youtube ttg ceramah beliau yang menyinggung Muhammadiyah https://www.youtube.com/watch?v=G_9RAInsp-Q

      Hapus
  15. Masalah adab berdo'a. Muhammadiyah menganjurkan untuk langsung ke ALLAH, tanpa melalui para sahabat, tabi'it-tabi'in dan alim ulama sesudahnya.

    trus kalau NU menurut sampean dianjurkan doa kepada siapa, emang ada anjuran doa kepada selain ALLAH? jangan ngada2... menghasut dan fitnah itu perbuatan siapa kira2?

    BalasHapus
  16. Saya mohon maaf sebelumnya, saya agak tergelitik dan kepengen berkomentar setelah baca tulisan njenengan.
    - anda melarang untuk percaya dan manut sama kiyai, terus mau belajar islam sama siapa?
    - saya menangkap "Ziarah kubur & tahlil kematian" semunya pandangan keluarga anda? anda mengatakan ziarah kubur takut musrik, tahlil kematian membebani keluarga... bukanya dalam al-qur'an dijelaskan kita sebagai muslim untuk saling mendo'akan "berdoa selain pada Allah sudah jelas kafir", dan dalam al-qur'an juga dijelaskan untuk bersedekah baik itu berupa harta/makanan/lainya.
    - anda meminta saling menghormati yang bagaimana ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. mungkin maksud nya si penulis gini
      - percaya di sini maksudnya iman. Untuk mencegah agar tidak terjadi nya syirik, kita umat muslim di larang "mensucikan" seorang kiyai,,bahkan sampai mengagung2kan sedemikian rupa,,yg mana hanya ALLAH SWT yg berhak memposisikan hamba2nya kedalam golongan orang2 suci (surga) , bukan kita manusia...yaa kalau hanya sekedar berguru sih,,kita malah di suruh belajar sampai ke negeri china... artinya ilmu itu tidak hanya terbatas pada satu tempat ataupun satu orang kiyai saja...

      - ketika ada muslim yang tertimpa musibah, kita sebagai saudara wajib untuk membantu dan meringankan beban yg di derita yg tertimpa musibah,,termasuk musibah kematian...nah kalau kita menuntut yg empunya rumah duka untuk menyediakan jamuan ketika tahlilan,,itu tentu memberatkan keluarga duka,,,secara mereka sendiri sedang di timpa musibah,,kenapa harus di peras lagi... di daerah ane,, ketika ada tetangga muslim yg meninggal,,maka tetangga2 lain yg membantu menyiapkan segala macam jamuan untuk acara tahlilan di rumah duka,,sementara keluarga duka sendiri tidak di bebankan apapun,,karena emang seperti itu lah yg di sebut meringankan beban yg berduka...

      Hapus
    2. anda juga yang nulis kurang faham...

      Hapus
  17. islam nusantara, islam rahmatan lil alamin .
    jika kita tidak bisa menghargai perbedaan, yaudah jangan tinggal di indonesiA

    BalasHapus
  18. kiai dari bojonegoro yang nada maksudkan adalah anwar zahid.Saya rasa perlu memberitahu anda bahwa pak anwar ini tidak menghina MU ia hanya mengkritisi bicara apa adanya. kalau hitam ya hitam jangan dibilang putih. ia bahkan mengkritisi orang NU juga jadi bukan hanya muhammadiyah

    BalasHapus
  19. wes rasah udur mbok niru wong nasrani mbi yahudi wes bersatu pemimpin ne sopo kae ehm paus kae mosok masalah cilik marai pecah belah hadehh

    BalasHapus
  20. Setelah saya melihat awal postingan ini .... Semuanya saya kira terlalu melihat penjelasan dibawah.. Dia pandang nu dari perspektif AAGYM.. Oh jangan begytu saudaraku..kau ini tak bijak sama sekali. Dan jujur saja saya ini dr keluarga muhammadiyah yg awalnya fanatik ... Setelah ada kiayi yg bilang..belajarlah terus..jangan berhenti disini.. Akhirnya saya belajar..memahami dan mengerti ternyata NU itu punya sesuatu yg besar dalam amaliyahnya.. Loh kan ga sesuai hadist? Hadist yg mana yg dilanggar? Ternyata tidak ada.. Dan saya sudah mencari itu ... Sekarang pun saya masih membandingkan.. Dan saya masih mantep dengan NU SAYA.. Saya menyarankan buat TS untuk slalu belajar terus.. Belajarlah..jangan berhentii..JIL PUN tidak salah.. Karna pola fikir mereka seperti itu.. Seiring mereka belajar dan faham mereka akan mengerti. Begitupula anda saudaraku muhammadiyyah.

    BalasHapus
  21. Yg bikin postingan ga tahu NU yg sbenernya, makanya dari postingan kesannya seperti memojokan NU, padahal di NU sendiri tidak mewajibkan maupun melarang hal hal yg dituduhkan itu.
    NU tidak mengajarkan berdoa lewat perantara, orang yg mengajarkan berdoa lewat perantara itu adalah orang yg ikut pesugihan, jd ga ada hubungannya dengan NU.
    Tp knp klompok MD belakangan ini suka menyudutkan NU dengan tuduhan tuduhan seperti itu bukannya kalau sembarang menuduh itu bisa jadi memfitnah, dosa besar. Kalo tahlil dll sebaiknya tanyain langsung deh ke ulama NU yg bener" faham soalnya bkl panjang, entar kalo nebak" sendiri bisa jadi fitnah lagi.
    Sebagai tambahan, kalau memahami agama itu jangan terpaku di alam materi, tuduhan" kaum MD itu pada apa yang dia lihat bukan apa yang dia rasakan, yg artinya hanya fokus di alam materi maka tidak tahu hakikat yg sebenarnya.
    makanya itu hanya fitnah doang, karena mereka itu kurang faham dan ga tahu apa itu NU yg sebenarnya.

    BalasHapus
  22. Mas agung haryadi yg budiman...teruslah menulis, kritik masukan jadikanlah cambuk untuk produktif menulis...sedikit cerita,saya dibesarkan dlingkungan muhammadiyah di jogja...namun banyak persepsi saya keliru tentang NU setelah saya lama tinggal di magelang...masukan untuk ms agung banyak yg smpean tuliskan adalah persepsi salah tentang NU, kalaupun yang anda temui seperti itu bukan ajaran NU nya tetapi praktek masyarakatnya...silahkan silaturahmi ke gunungpring magelang untuk mengenal lebih tentang ajaran NU. semoga bermanfaat...

    BalasHapus

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...