Ouhibouki Areta
Risma El Jundi
Novel Ouhibouki areta mengisahkan cerita cinta bersetting kerajaan Maroko. Kedua tokoh utama adalah Asyam Bachir, seorang pelajar Indonesia yang sedang memperdalam ilmu agama di negeri maghribi tersebut. Areta, muslimah Maroko yang mempunyai garis keturunan Indonesia dari sang Umi.
Cerita bermula dengan keberhasilan Asyam Bachir, pemuda keturunan Minang meraih beasiswa S2 dari Universitas Muhammed V. Di Maroko, Asyam berkenalan dengan seorang gadis bernama Areta. Areta yang baru menyelesaikan pendidikannya di Universitas Madinah Internasional. Kepulangannya ke Maroko juga untuk melanjutkan pendidikan S2-nya di Universitas Muhammed V.
Asyam adalah lelaki pendiam dan alim. Sebelum keberangkatannya ke Maroko, dia sudah menjalin hubungan dengan sorang Ustadzah di salah satu pesantren di Sumatera Barat. Ustadzah Nisrina, adalah seorang wanita keturunan China. Kedatangannya ke Sumatra Barat bukan semata-mata untuk mengajar, tetapi juga bertujuan untuk mencari ayah kandungnya yang meninggalkan Mami dan dirinya sejak balita. Alasan kedatangannya ke Sumetra Barat tak pernah ada yang tahu, selain induk semangnya di sana.
Areta yang berjiwa periang dan supel ( bahasa jawa = pandai bergaul ) sudah jatuh cinta pada Asyam sejak pandangan pertama. Dengan memanfaatkan pengetahuannya yang luas mengenai keadaan Maroko, dia berusaha meluluhkan hati Asyam. Namun hati Asyam telah tertaut pada sosok Nirina, wanita yang mempunyai kepribadian bertolak belakang dengan Areta. Sebagai sesama aktifis di kampus, membuat Areta berkesempatan untuk terus mendekati Asyam. Hal ini tak lepas dari sikap Asyam yang tak berani mengatakan posisinya yang tengah menjalin hubungan dengan Nirina secara jujur pada Areta, sehingga gadis itu selalu menganggap Asyam masih sendiri. Hingga akhirnya Areta mendengar percakapannya dengan Nisrina.
Di sisi lain, Nisrina terus berjuang mencari sosok ayahnya. Usahanya untuk mencari ayahnya semakin intensif dilakukan sejak dia memutuskan menerima pinangan Asyam. Usaha itu membawanya kembali ke Bandung, kota yang telah menggoreskan kenangan buruk dalam hidupnya. Dari salah seorang kerabatnya, dia memperoleh nama seseorang yang dulu merupakan teman ayahnya bekerja. Bermodal keterangan orang itu, Nisrina kembali ke Padang dan melacak alamat yang diperolehnya. Dan dari semua kejadian itu, sesuatu yang terduga terjadi. Rencana pernikahannya dengan Asyam yang tinggal hitungan hari, harus dibatalkan. Hal ini membuatnya terpukul dan harus merelakan rahimnya diangkat. Sementara Asyam harus segera kembali ke Maroko untuk melanjutkan pendidikannya. Mimpi-mimpinya membawa Nisrina ikut serta ke Maroko kandas di tengah jalan.
Sekembalinya Asyam ke Maroko, secara tak sengaja dia bertemu dengan Said Hajjoui, seorang dokter yang merawat Umi-nya Areta. Said Hajjoui dikenalnya sewaktu pertama kali terbang ke Maroko. Pertemuan secara tak sengaja itu, kembali menghadirkan sosok Areta yang saat itu telah berstatus calon istri Said.
Setelah menikah, Areta seringkali ditinggal Said bertugas ke beberapa kota. Bahkan saat-saat menjelang kelahiran anak pertama mereka, Said meninggalkannya. Untuk menemani Areta selama menjalani proses kehamilan hingga persalinannya, Said meminta Asyam untuk menemani istrinya itu. Permintaan yang tak bisa Asyam tolak.
Sementara Areta yang belum bisa melupakan Asyam sepenuhnya merasa dinomer duakan oleh Said yang lebih mengutamakan tugasnya sebagai dokter. Perasaan itu akhirnya menuntun berseminya kembali bunga-bunga cintanya pada Asyam. Asyam kebingungan menghadapi kenyataan ini. Di satu sisi rasa cinta pada Areta masih ada, di sisi lain dia tak mungkin merusak kehidupan rumah tangga orang lain, apalagi dia seorang sahabat karibnya.
_ _ _
Kisah novel ini sungguh menggugah hati. Kisah tentang perjuangan seorang anak untuk membahagiakan sang Ibu yang merawatnya sejak kecil. Perjuangan Asyam untuk meraih cintanya. Perjuangan Areta untuk menundukkan hati Asyam. Keteguhan dan kesabaran Nisrina dalam menjalani takdir hidupnya yang terasa pahit sejak dia lahir. Dan semua kenyataan yang harus masing-masing tokoh hadapi.
Di novel ini salah satu paragraf yang selalu membuatku suka adalah di bagian akhir. Saat Areta membaca surat Asyam untuknya. “ Apabila ada energi manusia yang lebih dahsyat daripada tenaga nuklir, lebih riuh daripada halilintar, lebih menyala daripada api, lebih sejuk daripada embun, lebih tenang daripada danau, itu adalah cinta “ kalimat ini sangat luar biasa. Selama aku belajar menulis dan membaca beberapa karya penulis lain, aku belum pernah menemukan barisan kata seperti ini.
Untuk mbak Risma El Jundi, sukses selalu dengan karya-karyanya. Semoga selalu terbit novel-novel terbaik karya mbak Risma. Dan aku berharap semoga bisa mengoleksi karya-karyamu yang lain, seperti halnya aku mengoleksi karya dari penulis lainnya. Ada satu lagi dari novel ini, untuk pertama kalinya ada novel indonesia yang menyertakan CD theme song.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar