Sabtu, 16 Februari 2013

Aku Durjana?

13609119741166488652
http://wienmonik.wordpress.com/2010/12/02/durjana-bertopeng-batari-durga/
Agung Hariyadi (59)
Aku, aku hanya tersenyum melihat tingkah kalian.
Kalian, ya..ya..ya kalian yang ada di sana. Kalian yang duduk di seberang mejaku. Kalian menghinaku, kalian menghakimiku selayaknya kalian mahluk suci. Mahluk yang tak pernah berbuat salah, meski kesempatan ada di depan mata kalian. Eitss, tunggu dulu. Aku tak percaya kalian seperti itu. Pasti jika ada kesempatan kalian tertarik memanfaatkannya. Bahkan mungkin lebih gila dari yang aku lakukan. Aku berani bertaruh itu.
Aku, aku memang pantas untuk menerima semua hinaan ini. Benar aku adalah durjana. Bukan durjana yang diciptakan Tuhan. Aku durjana yang diciptakan oleh keadaan yang sudah ada. Keadaan yang sudah sedemikian rusak, hingga mungkin akan terlihat aneh jika aku tidak terlarut dalam kerusakan ini. Keadaan yang awalnya ingin kuperbaiki. Tapi saat aku memasuki, ternyata ada nikmat yang kurasa. Dan aku terlena dibuatnya.
Aku, mereka lebih mengenalku sebagai sang pemimpin. Pemimpin korup, pemimpin bermuka tebal ataupun pemimpin yang rela menggagahi wanita cantik yang sepantasnya jadi anakku, karena dia memang masih seumuran anak keduaku. Pemimpin bermata pantat, suka jelalatan saat lihat pantat naik turun memacu birahi.
Benar aku pemimpin di salah satu bagian basah yang ada di instansiku. Aku pemimpin yang bisa menentukan proyek A atau proyek B akan aku jalankan. Tapi bukan itu yang utama. Yang utama adalah fee yang akan aku terima. Fee yang bisa 100 kali dari total gajiku selama setahun. Fee yang harus aku bagi dengan teman sejawatku dan juga atasanku yang suka mencuci gelas minumnya sendiri itu.
Aku, aku memang bermuka tebal. Tebalnya beton dermaga, itu mah belum seberapa. Mukaku lebih tebal dari itu, hingga malupun tak lagi tampak di wajahku. Sindiran, makian dan sejenisnya takkan surutkan wajahku. Wajahku akan selalu tersenyum, meski terasa masam di mata kalian. What ever-lah, aku tak peduli. Bagiku, inilah wajahku. Mau bermuka tebal, berkulit badak atau mungkin mau kau maki dengan seribu nama penghuni Ragunan, aku tak peduli. Ini wajahku, mana wajahmu?
Aku, aku pemimpin bejat. Itu kan kalian yang bilang. Tapi bagi yang butuh hartaku, aku sumber hidupnya. Bagi yang butuh kehangatanku, aku akan beri, meski mungkin tak akan sehangat pelukan Don Juan-Don Juan jaman batu. Aku bangga peroleh istri muda yang cantik jelita, walau mungkin tak secantik Cleopatra. Aku bangga memeluk tubuh berlekuk tiga, walau mungkin tak seindah lekuk tubuh Manohara apalagi Madonna di usia muda.
Tahukah kalian? Dia, dia wanita yang jadi istri mudaku. Dia tak tahu apa. Yang dia tahu hanya cinta. Cinta yang membuatnya buta, hingga tak melihat bandot tua bermuka durjana. Yang dia tahu hanya cinta, cinta yang selalu mendatangkan bahagia. Bahagia di muka, derita sesudahnya.
Apakah aku menyesal peroleh cintanya? Aku tidak menyesal. Aku bahagia, karena dia benar-benar mesin cuciku. Tak hanya mencuci bajuku, memandikanku dengan kasihnya dan yang pasti memandikan kerisku yang mulai karatan. Dengan dia aku bisa tertawa. Haramnya hartaku bisa kucuci. Kucuci biar sedikit bersih, agar tak tercium hidung kucing-kucing Negara yang sok alim dan tak mau ikan asin itu.
Aku, aku memang serakah. Serakah yang menyebabkan aku bodoh. Kebodohan yang membuatku tak mampu berpikir jauh, jauh melampaui lebar ukuran rok wanita yang aku jadikan istri mudaku. Tanpa sadar aku hanyalah serupa menteri atau gajah dalam permainan catur. Setinggi apapun jabatan yang aku pegang saat ini, tetap saja aku salah satu pion. Pion yang akan dikorbankan saat stratagi permainan mengharuskan itu.
Aku, aku bahagia dengan yang aku punya, meski sebenarnya aku merasa masih kurang. Silahkan hardik diriku. Silahkan hina aku, tapi jangan usik istri mudaku yang jelita. Karena dia hanya tertipu wajahku yang tanpa dosa.


Denpasar.15022013.1405


Masopu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...