Kalimaya Artgalerry |
Aku mengenalnya lima tahun yang lalu, tepat di hari
dimana aku terbebas dari lipatan buku-buku tebal. Buku-buku yang selama ini
selalu menemani langkahku. Buku yang katanya orang-orang bijak adalah jendela
dunia, tapi bagiku buku-buku itu adalah kutukan dunia. Kutukan yang membuatku
terkungkung dari duniaku sebagai bunga yang baru mekar. Bunga yang masih perlu
menebar wangi untuk menarik minat sang kumbang agar menghampiri kelopakku dan
menyentuh putik sarinya.
Dia, dia mengenalkan diri dengan nama yang simple,
sesimple dandanannya. Sesimple sikapnya dalam memperlakukanku. Tak banyak
rayuan muluk-muluk yang menetas dari bulir-bulir air liur di bibirnya. Dia
Jack, nama yang singkat, sesingkat rayuannya yang tak pernah bertele-tele. Straight to the point. Singkat tapi membuatku terlena. Aku selalu memanggilnya Jack.
Jack, kumisnya yang tipis itu selalu membuatku terkenang.
Sejam tak melihatnya, aku terpasung rindu. Kumis tipisnya tidaklah
setipis dompetnya yang begitu tebal. Maklum seorang petinggi di jajarannya.
Dompet yang kata orang mampu membuatku hilang kewarasan, hingga rela melepas
cinta cowok setampan Justin Bieber melayang pergi. Padahal usia Jack tak jauh
beda dengan usia Papa dan Mamaku.
“Peduli setan” hardikku dalam hati. Tahu apa mereka
tentang aku? Tahu apa mereka tentang dia? Mereka hanya iri, melihatku jadi
istri perwira gagah seperti dia. Itu kenapa mereka getol memaki, meneriakiku
bodoh. Meneriakiku cewek matre. Tahu apa mereka tentang sebutan matre itu? Tahu apa
mereka tentang cinta? Cukupkah aku menikah hanya modal cinta, tanpa sokongan
materi?
“Bulshitt” makiku saat kata-kata mereka semakin dalam
menembak gendang telingaku. Apakah kalian akan diam saat ada kesempatan sepertiku? Membiarkan
permata yang terjatuh dari langit lepas begitu saja? Aku tidak tebar pesona,
dia yang datang membawa cinta. Aku tidak sedang mengemis harta, tapi dia yang
datang membawakannya. Aku tidak sedang melempar jaring, dia yang datang dengan
uangnya yang gemerincing. Yang aku tebar hanyalah jaring asmara, jaring yang membuat tua muda kepayang dibuanya.
Buat apa aku menikah demi harta. Papaku kaya raya.
Mamakupun cukup berharta. Aku terlahir dari keluarga berada, yang tak
kekurangan suatu apa, selain cinta dan kasih sayang dari sejoli yang selalu
kudamba. Aku tidak sedang terluka saat menerimanya, hingga butuh bidangnya dada
untuk sandaran kepala. Yang aku butuh cuma cinta, tak peduli jadi istri muda ataupun
dinikahi lelaki setengah tua. Bagiku dialah cinta pertamaku. Tak peduli adanya
dia, aku tetap akan mencintainya.
Dia koruptor? Aku tak tahu, hingga namanya jadi headline
berita. Dia menggelapkan uang Negara? Aku tak peduli. Yang aku tahu dia telah mengkorupsi
hatiku, hingga namaku membeku di sana. Yang aku tahu dia telah gelapkan mataku,
hingga tak mampu lihat apapun selain dia.
“Jangan hardik aku sebagai wanita simpanan atau perusak
rumah tangga orang!” karena aku menikah secara sah. Apakah dia jujur pada istri
tuanya, aku tak tahu. Naif jika kalian melihatku sebagai perusak rumah tangga orang, aku bukan seperti itu. Bukankah banyak
lelaki yang beristri lebih dari satu? Bukankah banyak wanita yang berstatus
selingkuhan tanpa ikatan? Sementara aku, aku resmi menjadi pasangannya. Meski mungkin
aku orang ketiga dalam kehidupan rumah tangganya.
Jangan hakimi aku. Siapa tahu anak lelakimu malah menjadi
gigolo tante-tante girang yang selalu kesepian. Sementara aku, aku hanya
menikah dengan seorang pria sedikit tua. Pria yang kini aku puja meski dia
kerap kalian hina. Pria yang sebenarnya arjuna, menaklukkanku dengan sedikit kata.
Aku, aku memang istri muda, tapi tidak naïf akan rasa
cinta. Aku tidak naïf mengharap arjuna miskin datang menyapa. Yang aku butuh
hanya rasa senang di dada, peduli setan dengan tingkah kalian.
Aku, aku hanya ingin cinta. Aku hanya ingin ungkap rasa,
pada dia yang selalu kupuja.
Denpasar. 26022013.0450
Masopu
Inspirasi: Kasus istri
muda sang Irjen polisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar