Sabtu, 29 Juni 2013

Jalan Unik Untuk Lebih Baik

Jujur sampai hari ini aku tidak merasa dan belum merasa menjadi orang yang cukup baik. Sedari kecil aku hanya terbiasa mendengar dogma-dogma tentang baik dan buruk, tentang surga dan neraka tanpa aku pernah mempelajarinya dengan akal, menelaah dengan hati kemudian mengamalkannya sepenuh jiwa. Ya aku berbuat baik karena sesuatu, entah itu pujian ataupun embel-embel lain yang kadang lebih menonjol di hati.

Saat aku belum seperti saat ini (keadaanku sekitar 2 bulan ke belakang) aku hanya punya angan-angan untuk lebih baik, tapi tidak pernah aku implementasikan. Bahkan beberapa kali aku terperosok pada jalan yang sangat memalukan. Aib yang selama ini selalu aku simpan. Entahlah, setiap aku berusaha untuk keluar dari lingkaran aib tersebut, saat itu pula hisapan labirin "kemunafikanku" semakin kuat menjerat. Awalnya aku menganggap itu sebagai bagian dari godaan syetan, tapi semakin kesini semakin aku sadar bahwa itu bukan godaan syeatan. Itu semua semata karena aku telah jadi budak nafsu.


Beberapa saat yang lalu, saat aku akan membeli sesuatu, sedari awal aku berniat dan berharap semoga aku bisa memanfaatkan benda itu untuk membawaku ke jalan yang lebih baik. Whatever they say, aku gak ingin ambil pusing. Dan alhamdulillah, walau terasa berat di awal, akhirnya aku sedikit demi sedikit kembali ke trek yang aku harapkan, trek yang aku yakini akan membawaku kembali ke titik yang baik. 

Pagi ini, saat akan mendengar tausiyah, datang seorang lelaki tua yang mungkin lebih tua dari bapak, beliau memberiku sebuah tasbih kayu. Saat aku mengucap terima kasih padanya, beliau menjawab "Jangan melihat nilainya yang tidak seberapa ya nak, semoga bisa bermanfaat untuk anak" aku membathin "Ya Allah semoga ini tanda dan petunjuk bagiku untuk berbuat lebih baik lagi. Semoga dengan tasbih dari bapak tadi, aku semakin rajin berdzikir, aku semakin rajin mengingatmu dalam setiap langkahku. Seperti saat rezeki yang aku dapat dari-Mu aku gunakan untuk membeli motor yang mengantarku ikut jamaah di rumahmu, aku berharap hal yang sama dari pemberian bapak itu. Amin."

Selama ini jujur aku merasa seperti Harimau di penangkaran. Apa yang aku yakini, apa yang aku anut sampai hari ini adalah "warisan" dari kedua orang tuaku. Ayah yang mantan aktifis di GP Ansor selalu mengajarkan dan menurunkan ilmu yang dia punya pada anak-anaknya. Dan dari keempat anaknya, hanya kakak pertama yang pernah nyantri di Pondok Pesantren, sisanya hanya belajar dari didikan ayah.

Kenapa aku merasa seperti Harimau di Penangkaran?  Yang aku tahu bahwa ajaran itu benar adalah dari didikan Ayah, bukan hasil penelusuranku sendiri. Harimau di penangkaran bukankah seperti itu? Dia yakin makanan yang dikunyah adalah makanan yang disajikan sang pawang, bukan dari aksinya mengendus, mengintai, mengendap dan menerkam mangsanya seperti harimau di alam bebas. Aku merasa apa yang aku pelajari seperti itu, sajian langsung, bukan hasil pencarian, penalaran, pendalaman, pemahaman dan penetapan hatiku. 

Sehebat-hebatnya harimau Penangkaran, dia pasti akan bingung dan stress saat dilepas liarkan. Dia akan bingung, duduk bengong seharian menunggu makanan diasorkan padanya. Padahal di alam liar, semua harus dicari sendiri, ditangkap sendiri dan tidak ada sedekah makanan seperti di penangkaran. 

Sehebat-hebatnya manusia yang mengetahui ilmu agama atau ilmu lain dari satu didikan, tidak ubahnya harimau penangkaran tersebut. Saat mereka terlibat debat di ranah publik, baik secara nyata maupun di media online, mereka kerap bingung. Karena kebenaran yang "dia makan" selama ini hanya kebenaran dari satu titik,dari satu sumber yakni orang tua alias pawang kita. Lain jika yang bersangkutan termasuk jenis Harimau Liar, dia tidak akan gagap menghadapi sesuatu dalam berdebat. Baginya debat dengan berbagai gaya dan bentuk, ibarat sedang berburu kebenaran. Dia akan mengendus, melacak, mengintai sebelum akhirnya "menerkam" kebenaran yang diperoleh dari pencariannya. Dan biasanya orang-orang seperti ini akan lebih tahan banting. Mereka beriman dengan kebulatan yang nyaris sempurna, tidak mudah tergoyahkan badai debat. Baginya perdebatan adalah vitamin yang akan membawa sudut pandang lain. Dengan semakin banyak berdebat, dia semakin yakin dengan apa yang dianut dan tidak mudah menghakimi sesat satu golongan yang berbeda. Baginya kebenaran yang kita yakini tidak semestinya dipaksakan ke orang lain. 

Dengan dua kejadian yang aku alami dalam dua waktu belakangan, semoga aku bisa lebih baik. Aku bisa menjadi harimau liar di dalam perdebatan. Saat mengendus dan mengintai, tahu apakah mangsa yang kita tunggu adalah mangsa yang layak untuk kita ataukah mangsa yang mesti kita tinggalkan saja.

Denpasar, 29062013.0939

Masopu

1 komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...