Aku bergidik, sejak berhubungan denganmu, baru kali kamu
menatapku dengan tatap mata yang begitu tajam. Sorotnya seperti bilah-bilah
anak panah yang mencoba mengoyak hatiku, menciutkan nyali yang tak pernah takut
menghadapi mara bahaya. Investigasi akan beberapa kasus kerusuhan, pembunuhan
berantai dan kasus pelik lainnya, sukses aku taklukkan. Semua karena dukungan
moral darimu. Tapi entah kenapa kamu tiba-tiba tidak setuju dengan rencanaku untuk
menyelidiki kasus kecelekaan Lancer EX yang terjadi dinihari kemarin?
"Sadarkahh kau? Selama ini dirimu seperti
ilalang di tengah savana. Jangankan hembusan angin ribut, sepoi angin yang
membelai, sudah cukup buatmu berisik?" Katamu pelan, seakan tanpa
semangat, tanpa kebanggaan yang selalu kau tiupkan tentang profesiku selama
ini.
"Profesimu itu." katamu mantab. “Aku tak perlu
sembunyikan lagi kegundahan yang selama ini terus menghantui malam-malamku. Aku
takut kehilangan dirimu untuk sebuah kesia-siaan.”
"Wartawan? Apa yang salah dengan profesiku sebagai
wartawan investigasi?" mukaku menegang, menahan rasa tidak enak yang
tiba-tiba saja menggelora
di dada. Entah kenapa rasa tidak enak itu semakin kuat merajah hatiku. Aku
menangkap adanya keraguan di matamu yang bening itu.
"Tidak ada yang salah dengan
profesimu. Kamu adalah investigator handal, yang mampu mengendus kecurangan
dalam suatu kasus. Yang salah adalah kadang kamu tidak sadar ada yang
memanfaatkan suara berisikmu itu. Rencanamu menginvestigasi kasus kecelekaan
itu seperti ikut arus. Aku takut blow up yang membuncah setelah artikelmu, akan
membuat semua mata mengarah ke kasus itu.” Kamu diam. Tanganmu memainkan ujung
kerudung biru favoritmu. Aku tahu hatimu gundah, karena rutinitas itulah yang
kerap kamu lakukan saat-saat seperti ini.
“Sadarkah kau, di luar sana, banyak harimau-harimau
liar, serigala-serigala lapar ataupun singa-singa kesepian itu sering memanfaatkan suara
berisikmu untuk sembunyikan jati diri mereka.” Kamu kembali diam. Nafas
panjangmu memberi sedikit jeda, memberiku ruang untuk semakin dalam mencerna
kegundahanmu. “Saat semua terlena menikmati alunan musikmu yang berisik,
mereka, binatang-binatang rakus itu menerkam mangsa yang tiada berdaya. Membunuhnya
dan meninggalkannya tanpa bekas. Aku takut, suara berisikmu akan kasus yang
sedang hangat terjadi, membuat semua mata teralih pada hal itu. Sementara
kerakusan dan kerusakan yang mereka hasilkan akan terlupakan. Dan saat kita
tersadar, tak ada darah, tak ada kulit dan tak ada lagi tulang yang tersisa.
Kita akan kehilangan jejak yang bisa kita gunakan untuk merekonstruksi kasus itu
lagi."
"Jadi?"
"Tinggalkan kasus itu. Lanjutkan
investigasimu tentang kasus korupsi di balik peran alim sang menteri."
Pungkasmu sambil berdiri meninggalkan meja makan.
"Aku lebih bangga melihatmu mati
dalam investigasi itu, daripada mati serupa ilalang kering yang terbakar."
kamu berhenti sejenak dan membalikkan badan. " Dan akan lebih bangga saat
kamu berhasil dengan selamat membongkar kasus gila itu, bukan menari bersama
buaian angin yang melenakan itu." Tanganmu menaruh kamera kesayanganmu di
atas meja, seakan menegaskan sikapmu yang lebih mendukung aku menginvestigasi
kasus korupsi sang menteri lalim itu.
Denpasar.09092013.1511
Tidak ada komentar:
Posting Komentar