Kamis, 06 September 2012

Debat Kusir Pendukung Foke


http://kopidangdut.org/tag/politik/
              Tanggal 28 Agustus kemarin, untuk pertama kalinya, setelah beberapa lama enggan ikut debat online akhirnya saya ikut debat di wall grup Kompasiana. Saya tertarik untuk ikut berdebat bukan untuk menunjukkan apa yang saya punya. Bukan pula untuk membela satu pendapat. Dua hal itu ditambah untuk menjatuhkan pendapat orang lain tidak pernah terlintas dalam benak saya. Saya ikutan debat hanya ingin menjadi penengah untuk orang-orang yang sedang berdebat masalah PILKADA DKI.
            Dua kubu yang berdebat, menurut saya sudah terpancing ke arah debat kusir. Mereka tidak sedang mengupas / mendalami isi postingan yang salah satu pihak posting ke wall grup. Tapi mereka saling menjatuhkan, terutama dari kubu calon incumbent. Sanggahan atas postingan yang mereka berikan selalu dijawab dengan link-link berita dari situs-situs yang patut kita pertanyakan kebenaran beritanya. Dan link-link berita itu sebenarnya hanya alibi lemah atas postingan mereka. Saat mereka terdesak karena tidak bisa menjawab sanggahan sang lawan, mereka malah menyerang sisi-sisi pribadi lawan dengan melempar kata-kata yang tak sepantasnya seperti anggota partai terlarang ataupun suatu golongan dalam agama islam yang tidak bisa dengan mudah disematkan kepada oran-orang yang seiman ataupun orang non muslim.

            Dengan maksud mendinginkan suasana dan mengajak mereka berdebat secara baik dan logis, saya pun ikut dalam perdebatan itu. Saya hanya ingin mengajak mereka untuk berdebat dengan sehat, jika mau mengutip satu atau dua ayat tempatkan pada posisi yang pas, jangan asal comot dan menjadikannya dalil untuk pembenaran segala tindakannya. Karena hal itu secara tak langsung malah merusak Firman ALLAH SWT tersebut.

 Ayat Al Qur’an jika memang kita ingin menjadikannya sebagai dalil untuk memperkuat posisi kita dalam suatu debat sah-sah saja digunakan. Tapi ada banyak hal yang harus kita  pelajari sebelum mengartikan dan menempatkannya secara serampangan di forum umum seperti itu. Memang banyak ayat-ayat Al Qur’an yang artinya mudah kita pahami, tapi apakah cukup kita tahu artinya saja terus menggunakannya sebagai senjata untuk berdebat? Tidak kan.

Dalam mempelajari Al Qur’an kita tidak cukup berbekal Al Qur’an terjemahan saja. Kita harus berpegang pada banyak ilmu. Kita harus tahu sanad, matan, bahasa arab yang baik, asbabun nuzul ( Sebab musabab ) suatu ayat diturunkan, hadists Rasulullah yang turun untuk menjelaskan ayat tersebut. Pun masih ada keterangan dari ahli tafsir Al Qur’an. Jika kita sudah cukup menguasainya, InsyaALLAH Kita tak akan mudah menggunakan suatu ayat untuk mengkafirkan atau pun memunafikkan orang lain. Suatu tuduhan yang menurut seoran Yusuf Qardhawi adalah tuduhan serius dan tidak serta merta bisa disematkan pada saudara sesama muslim. Tuduhan ini akan menimbulkan banyak ekses buruk yang bisa merusak kerukunan sesama Muslim, karena itulah tuduhan ini menurut beberapa ulama tidak bisa sembarangan dilemparkan pada orang lain.


            Mari kita bahas rangkaian dialog di atas satu persatu.
1.    
  Masalah tuduhan mantan PKI / putra-putri PKI Bernaung ( Novita Maria )


Masih relevankah kita mengungkit masalah itu untuk saat ini? Bukankah masalah tersebut sampai saat ini masih berada di Zona Abu-Abu. Banyak kalangan yang menyangsikan keterlibatan mereka dalam peristiwa G30S/PKI. Meski penulis meyakini keterlibatan mereka, tapi penulis tidak ingin membuat stigma negatif tentang lawan-lawan debat on line sebagai orang PKI seperti halnya yang dituduhkan saudari Novita Maria. PKI sudah dibubarkan, sudah tidak boleh beraktifitas lagi di kancah perpolitikan negeri ini, bahkan beberapa pemimpin teras mereka di masa itu sudah menemui Sang Pencipta di ujung moncong senapan. Apakah hukuman itu masih dirasa kurang? Apakah kita akan terus mengorek luka lama sejarah hanya untuk membenarkan sesuatu yang kita dukung? Jika iya, saya sanga tidak setuju. Tapi jika kita ingin belajar dari kejadian di masa lalu itu, saya setuju. Satu catatan : jangan ada penghakiman lagi untuk anak cucu mereka jika memang mereka tidak berbuat makar / kriminal lagi.

2.    
 Masalah tentang Agama ( Novita Maria )

Tak adakah bahan lain yang lebih baik ditanyakan dari pada mengurusi apa agama lawan debat kita? Apakah kita sudah yakin jika kita adalah sebenar-benarnya muslim? Jika iya apa tolak ukur yang kita gunakan untuk mengukur tingkat keimanan kita? Hanya penilaian pribadi yang standarnya sudah kita set sesuai dengan keinginan kita pribadi ataukah dengan standar tinggi yang Allah tetapkan?
Daripada kita sibuk bertanya atau mengurusi agama orang lain, apa tidak sebaiknya kita berdiri di depan cermin. Kita tanya diri kita, seberapa besar iman kita? Seberapa besar pengorbanan kita untuk memuliakan agama kita? Apakah kita termasuk orang-orang yang menghidupkan agama ataukah orang-orang yang mencari hidup dari agama? Dan masaih banyak pertanyaan yang bertujuan untuk selalu introspeksi diri. Bukan tidak boleh mengurusi orang, tapi alangkah baiknya jika kita memantapkan keyakinan kita dan keluarga, baru menularkannya pada teman kerabat dengan cara yang baik, bukan dengan cara-cara kotor dan menjijikkan.

Kampanye dengan cara-cara yang baik akan lebih bermanfaat daripada mengumbar sesuatu yang tak sepantasnya seperti itu.

3.      Foke Beli Akherat gue? ( Riza Gasner )

Suatu pernyataan yang menurut penulis begitu angkuh. Siapa sih kita? Siapa sih Foke? Hingga sampai ada pernyataan seperti itu. Apa kita semua sudah yakin jika nantinya kita pasti masuk surga? Apa dengan perbuatan kita yang banyak menyimpang seperti saat ini kita pasti masuk Surga? Wallahu alam bishowab.

Abu Nawas yang sudah terkenal tingkat kealimannya saja tidak berani menjamin dirinya masuk surga. Padahal beliau adalah seorang alim yang berilmu. Padahal beliau seorang yang sangat pandai menjaga lidah dan ucapan. Padahal beliau adalah seorang ahli ibadah. Dalam salah satu syairnya yang masyur beliau sampai berkata :  

Ilahi lastu lilfirdausi ahla, walaa aqwa ‘ala naaril jahiimi
Fahabli taubatan waghfir dzunubi, fainaka ghafirudz- dzanbil ‘adzimi
Dzunubi mitslu a’daadir- rimali, fahabli taubatan ya Dzal Jalaali
Wa ‘umri naqishu fi kulli yaumi, wa dzanbi zaaidun kaifa –htimali
Ilahi ‘abdukal ‘aashi ataak, muqirran bi dzunubi wa qad di’aaka
fain taghfir fa anta lidzaka ahlun, wain tadrud faman narju siwaaka

Artinya :
Ya Allah …tidak layak hambaMu ini masuk ke dalam surga-Mu
 hamba tiada kuat menerima siksa neraka-Mu
Maka kami mohon tobat dan mohon ampun atas dosaku
sesungguhnya Engkau Maha Pengampun atas dosa-dosa
Dosa-dosaku seperti butiran pasir di pantai
maka anugerahilah hamba taubat, wahai Yang Memiliki Keagungan
Dan umur hamba berkurang setiap hari,
sementara dosa-dosa hamba selalu bertambah, bagaimana aku menanggungnya

Dari syair itu kita tahu jika Abunawas saja merasa tidak layak mendapatkan surganya ALLAH, apalagi kita yang masih banyak kurangnya. Ibadah bolong sana bolong sini. Suka menggunjing, suka menghina dan masih banyak hal negative lainnya, masihkah merasa yakin akan dapat mencium surganya ALLAH dengan menjelekkan orang lain? Daripada berkata seperti itu, apa tidak sebaiknya kita memperbaiki diri, agar tidak terjerumus dalam sesal yang berkepanjangan.

4.     Sampaikanlah walau satu ayat ( Riza Gasner )

Allah Swt memang menyuruh kita berdakwah walau hanya dengan menyampaikan satu ayat saja. Tapi apa hal itu pada tempatnya? Bukankah awal postingan sauadari Novita Maria menyebarkan sebuah link berita yang masih perlu kita selidiki kebenarannya. Sesuatu yang masih bersifat rumor dan hanya kata berita tanpa kita tahu kebenarannya terus kita sebarkan, benarkah hal itu? Apabila link berita yang diposting adalah suatu kebenaran, apakah sebagai muslim kita berhak untuk menyebarkan aib seseorang? Bukankah Allah menyuruh kita menutupi aib orang lain. Bahkan Allah menjanjikan bagi orang-orang yang menutupi aib orang lain, maka DIA ( ALLAH ) akan menutupi aib orang tersebut.

Jika ternyata berita itu adalah sekedar HOAX, apakah kita sanggup dan mau mempertanggungjawabkannya? Sementara kita sudah ikut menyebarkan berita HOAX yang sejatinya lebih mendekati fitnah? Apakah kita akan rela jika diri kita, saudara ataupun teman kita difitnah? Tentunya tidak kan. Itu kenapa saya meminta mereka untuk memverfikasi berita tersebut. Dan balasan yang muncul adalah nukilan salah satu ayat yang artinya “ sampaikanlah walau satu ayat “ apakah ada hubungan ayat ini dengan link berita yang dibagikan? Menurut penulis tidak. Itu hanya pembelaan atas logika mereka yang berhasil dimentahkan lawan bicara.

“ Sampaikanlah walau satu ayat “ adalah suatu ajakan untuk berdakwah. Sedang berdakwah sendiri artinya mengajak / menyeru untuk berbuat baik sesuai ajaran agama. Apakah menyebarkan link-link berita yang masih perlu kita kaji kebenaran beritanya adalah sebuah dakwah? Bukan, itu jawaban yang penulis berikan. Link berita yang menyebarkan aib orang tanpa bisa diverifikasi kebenarannya lebih semacam HOAX saja, dan tidak layak disebut dakwah. Jadi kalau mau menyampaikan suatu ayat, sampaikanlah pada konteks yang tepat, bukan hanya sekedar membela alibi pribadi atau golongan.

5.     Ayat Al Qur’an itu adalah bahasa yang mudah dimengerti ( Riza Gasner )

Benar ayat Al Qur’an adalah bahasa yang mudah dimengerti. Tapi tidak semuanya kan? Meskipun yang artinya sudah jelas sekalipun, kita tak bisa menganggapnya mudah dimengerti. Kita perlu mempelajarinya lebih mendalam. Mengkajinya dengan metode-metode yang sudah ditetapkan. Kita harus menguasai sanad, matan, asbabun nuzul, bahasa arab kita juga harus baik dan masih banyak lagi.

Berilah makan anak yatim “ – salah satu ayat yang saudara Riza Gasner cantumkan dalam debat tersebut.

Memang perintah itu sudah cukup jelas agar kita memberi makan anak-anak yatim. Tapi apakah kita tidak boleh berpikir dengan cara logis. “ apakah hanya memberi mereka makan? Makanan seperti apa yang dianjurkan? “ Apakah anak yatim itu hanya butuh makan dan minum serta tempat berteduh? Tidak!. Mereka mempunyai banyak kebutuhan. Makan, minum dan tempat tinggal adalah makanan lahir dan memang nyata sekali kebutuhannya.

Jika kita sudah mencukupi kebutuhan lahir mereka, apakah otomatis perintah memberi makan anak yatim itu gugur? Jika kita hanya mengacu seperti pola pikir saudara Riza, kita pasti berkata iya. Tapi jika kita mencoba menyelami maksud ayat yang dinukil saudara Riza tersebut, kita akan menemukan satu pertanyaan baru. Makanan dalam hal ini apakah sebatas lahir atau sampai makanan bathin juga? Jika hanya sampai makanan lahir saja, maka sama saja kita mendidik anak-anak itu menjadi pengemis di hari esoknya. Karena mereka akan selalu berpikir jika makanan hasil sedekah orang lain habis, maka mereka akan kembali meminta-minta belas kasihan orang lain.

Jika kita melanjutkan dengan menganggap ayat tersebut sampai masalah makanan bathin, maka kita berkewajiban untuk memberi makan bathin mereka juga. Makanan bathin adalah ilmu, baik itu ilmu agama maupun ilmu umum. Ilmu agama untuk memberi mereka bekal iman yang baik di kemudian hari dan ilmu umum untuk bekal mereka mencari pekerjaan ( jika waktunya sudah tiba ), agar saat mereka dewasa tidak selalu menggantungkan diri dari belas kasihan orang lain.

Untuk memperkuat pernyataan saya, coba kita pikirkan mengenai perintah sholat 5 waktu. Apakah cukup kita mengartikan agar kita melaksanakan sholat saja? Terus sholat yang seperti apakah yang sesuai tuntutan Islam? Meski bahasa Al Qur’an mudah untuk dimengerti, apakah cukup kita mengerti saja, tanpa ingin melihat maksud di balik ayat tersebut? Jika iya, maka pantas saja Umat Islam tidak berkembang, karena mayoritas umat hanya mempelajari yang tertulis, tidak yang tersirat. Mari kita berpikir yang sesuai koridor islam, mengkritisi suatu ayat agar kita bisa mengerti lebih mendalam tidak dilarang dalam Islam. Yang dilarang adalah berpikir kritis untuk menjelek-jelekkan ayat Allah SWT.

Di bagian akhir debat yang saya ikuti, saudara Riza Gasner dengan lantangnya malah mempertegas lagi pernyataan tentang keengganan dirinya untuk mencoba menafsirkan yang tersirat dari suatu ayat, meski ayat tersebut terkesan terang benderang maknanya.

6.    Pemimpin Non Muslim

Memang ada anjuran bagi muslim untuk memilih pemimpin yang seiman. Apakah kita akan menutup mata jika pemimpin kita tersebut tidak amanah, apakah kita harus memilihnya lagi? Bukankah Allah juga memerintahkan kita untuk taat pada kedua orang tua kita? Iya kita harus taat pada mereka berdua. Tetapi Allah memberi catatan pada kita “ kita bisa patuh pada kedua orang tua selama mereka menuntun kita pada jalan yang diridloi Allah Swt. Jika tidak kita harus menegurnya dengan cara baik-baik, tidak boleh dengan kata-kata kasar. “ Bukankah hal ini juga berlaku untuk pemimpin daerah atau Negara? Jika pemimpin yang kita pilih sudah kita tahu sangat banyak mendatangkan mudharat, masihkah kita akan memilihnya? Tidak bisakah kita memilih pemimpin yang lebih bisa mendatangkan mudharat?

Konsep sami’na wa atho’na bukanlah konsep mentaati pemimpin baik itu Negara atau agama secara gebyah uyah. Jika mereka mendatangkan banyak mudharat, mengapa harus kita taati? Kita tidak berkewajiban mentaati pemimpin yang tidak bisa memberi manfaat pada rakyatnya. Dan wujud dari itu adalah kita tidak memilihnya lagi di masa yang akan datang.

            Jadi menurut saya, sudah bukan saatnya lagi kita berkampanye dengan menjual belikan ayat-ayat al Qur’an. Dengan memperdebatkan apa agama yang dianut calon pemimpin. Tapi apakah pemimpin tersebut bisa mendatangkan banyak manfaat ataukah mendatangkan banyak mudharat. Semua tergantung kepintaran kita memilih, baru setelah itu kita serahkan pada Allah bagaimana nantinya pilihan kita menjalankan amanahnya.

            Jadi stop menyebarkan isu-isu SARA, menjual belikan ayat Al Qur’an dan sejenisnya untuk mendukung salah satu calon. Berkampanyelah dengan cara jujur dan baik. Insya Allah cara santun, jujur dan baik lebih bisa mengena di hati calon pemilih. Sementara untuk para pendukung dan simpatisan, mari kita dukung dengan baik calon pilihan kita. Stop menjatuhkan salah satu calon. Daripada sibuk mencari aib salah satu calon dan menyebarkannya dengan cara yang kurang terpuji, mending perbaiki diri agar bisa dicontoh oleh anak-anak, saudara, teman dan kerabat kita, syukur-syukur kalau malah mendatangkan simpati dari lawan politik.

Salam mendukung yang sehat dan cerdas

Denpasar, 06092012.1435
Masopu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...