kalimayaartgalery |
Adzan isya’ telah berlalu. Jamaah sholat isya masjid al Ikhlas pun berangsur-angsur kembali ke rumahnya. Pun dengan Xixi yang telah berada di masjid sejak waktu ashar tadi. Dengan irama yang teratur, diayunkan langkah kakinya menuju rumah yang ditempatinya. Rumah mungil bercat kuning yang bertempat di ujung gang dekat masjid al-Ikhlas. Rumah yang dibelinya dari sisa uang tabungannya.
“ Dasar sundal. “ maki seorang ibu ketika berpapasan dengannya.
Xixi tak menjawab makian tersebut. Hanya suara istighfar yang terlontar dari bibirnya. Seulas senyum yang setengah dipaksakan tersungging dari bibirnya yang mungil. Senyuman untuk menutupi luka hatinya, setiap kali kata-kata hinaan menghampirnya. Telinganya yang terbungkus jilbab serasa sudah kebal, karena setiap hari mendengar makian dan cemoohan warga. Namun dia selalu berusaha bersabar menghadapi semua hinaan itu. Setiap cemoohan yang diterimanya, dibalasnya dengan do’a-do’a kebaikan. Do’a-do’a yang selalu dipanjatkannya di setiap waktunya. Tak ingin dia berlama-lama terlarut rasa dendam dan sakit hati.
“ Hee Sundal, ditunggu sama pelangganmu itu. “ kata seorang ibu lain saat berpapasan di dekat rumahnya. Tatap mata sinis dan penuh kebencian terlihat di matanya.