Minggu, 25 Maret 2012

Anakku Bukan Esktrimis II


http://icus2ays.blogspot.com/2009/01/intifadah.html
“ Dorrr…..dorrr….dorrr “ bunyi tembakan dari sniper yang berlindung di beberapa gedung terus memburu langkah-langkah kecil Ali yang lincah berlarian di atas puing-puing bangunan. Tumpukan batu bata dan bahan bangunan lainnya merupakan pemandangan harian yang selalu menyambut sinar matahari di bumi Gazza. Pun dengan bunyi tembakan yang yang terus memburu tubuh kurus Ali Bin Suhail, bocah kurus berusia 15 tahun bersenjatakan ketapel yang selalu tergantung di lehernya.
                        Ali adalah putera Abu Suhail yang mati terbunuh dua tahun yang lalu. Abu Suhail terbunuh saat pasukan Israel menyerang sebuah masjid di Gazza. Abu Suhail yang sedang sholat subuh berjamaah menjadi korban berondongan senapan mesin bersama puluhan jamaah lainnya. Bangunan masjid tempat mereka sholat rata dengan tanah dihujani tembakan mortir dan bom yang dijatuhkan pesawat pembom Israel.
        
                Peristiwa pilu itu hanya sesaat menggoreskan kesedihan di hati Ali yang saat itu masih berusia sekitar 13 tahun. Tubuhnya yang kurus segera berdiri kokoh di atas kedua kakinya, sesaat setelah tubuh ayahnya sempurna terbungkus tanah berpasir Gazza. Dengan diringi do’a dari ibu dan Siti Julaekha adiknya, Ali bergabung dengan pejuang lainnya melawan agresi Israel di bumi mereka yang tersisa.
                        Seperti hari ini, entah untuk yang ke berapa kalinya dia terlibat kejar-kejaran dengan pasukan Israel. Setelah menghadang patroli pasukan Israel yang didukung armada tank dan persenjataannya yang modern, Ali dan teman-teman seumurannya harus berlarian di sela-sela bangunan yang tinggal separuhnya saja. Rentetan tembakan terus mengiringi langkah-langkah mereka. Beberapa orang temannya bahkan harus jatuh terkapar setelah dimangsa mimis-mimis senjata Israel.
                        Ali terus berlari. Teman-temannya yang tadi ada sekitar 25 orang kini, hanya tersisa sekitar 7 orang. Sisanya mati terbunuh. Sementara beberapa pasukan Israel yang mencoba mengejar mereka juga ada yang terluka oleh tembakan sniper pejuang palestina. Meski dengan senjata seadanya dan rata-rata telah berusia tua, mereka mampu membuat pasukan Israel kalang kabut. Dengan segera mereka berlindung di belakang kendaraan lapis baja yang mendukungnya.
                        Saat berlari menjauhi kejaran, Ali menemukan beberapa bom C4 dari jasad tentara Israel yang tergeletak di gang sempit. Segera diambilnya bom, granat dan senjata M-16 dari jasad prajurit Israel tersebut. Dengan terus berlari, Ali mengarahkan langkahnya ke jembatan terdekat. Jembatan yang menghubungkan kamp pengungsi dan markas pejuang pembebasan dengan arah datangnya pasukan Israel. Langkahnya semakin cepat, saat dilihat teman-temannya yang tersisa telah berlari menyeberagi jembatan.
                        Suara tembakan dari pasukan yang mengejarnya semakin sayup terdengar. Sementara teman-temannya telah melewati jembatan dengan selamat. Mereka segera menghubungi pejuang pembebasan di markas terdekat. Tak butuh waktu lama, para pejuang telah mengambil posisi-posisi strategis untuk menghadang serbuan pasukan Israel.
                        Ali yang tengah berlari memasuki jembatan segera memperlambat larinya. Begitu memasuki bibir jembatan, dipasangnya beberapa C4 yang diketemukannya tadi. Setelah itu dia berlari kembali ke arah sisi jembatan lain, dimana para pejuang pembebasan sedang menunggu konvoi pasukan Israel. Kembali Ali memasang C4 yang tersisa di ujung jembatan yang berhadapan dengan para pejuang.
                        Pasukan pejuang segera menjauhi bibir jembatan yang telah ditanami C4. Beberapa sniper dengan  senjata tua yang mereka miliki mengambil posisi di gedung-gedung yang terlindungi. Ali menyerahkan senapan M-16 yang ditemukannya tadi ke komandan pasukan pejuang. Hanya tinggal 4 granat tangan yang dipegangnya. Sementara ketapelnya tetap setia menggantung di lehernya yang lusuh berdebu.
                        Waktu terus berlalu. Semakin lama, garis-garis ketegangan semakin dalam menggurat di wajah para pejuang. Deru konvoi panser dan tank Israel perlahan semakin kencang terdengar. Sesekali bunyi tembakan senapan terdengar di kejauhan. Helikopter yang mendukung gerak maju mereka sesekali terlihat mengangkasa, sebelum kembali tersembunyi sisa bangunan bertingkat yang tak lagi beratap.
                        “ Boommm “ terdengar sekali ledakan di belakang posisi Ali bersembunyi. Tubuh kurusnya yang tengah merunduk rata dengan tanah menoleh ke arah ledakan. Sekitar 50 meter dari tempatnya, sebuah bangunan rumah berlantai 2 yang dipakai beberapa pejuang palestina bersembunyi perlahan runtuh. Tubuh-tubuh pejuang yang berada di dalamnya, beterbangan keluar gedung dengan tubuh yang tak lagi utuh. Suara gedebugan segera mengiringi debu yang beterbangan.
                        “ Boommm……Boommm…..Booomm “ kembali terdengar ledakan 3 buah mortir yang menghantam  tiga rumah secara bersamaan. Kejadian yang serupa dengan yang dilihat Ali tadi terulang. Suara deru pesawat pembom memutar menderu di angkasa sana. Warna langit yang tadinya biru jernih, kini berhias jelaga hitam. Burung-burung gagak pemakan bangkai beterbangan di ketinggian sana, bersaing dengan 3 pesawat pembom yang masih menggasing di langit Gazza.
                        Di antara desingan bom yang jatuh tak tentu arah, deru rantai tank semakin kencang mengakrabi gendang telinga para pejuang. Desingan peluru dari senapan sniper di kedua belah pihak yang sedang berhadapan terus menyanyikan lagu-lagu kematian. Lagu-lagu kematian untuk tubuh-tubuh yang tengah menjadi incaran mimis-mimis tak bermata.
                        Gemeretak rantai tank semakin kencang menyapu gendang telinga. Tembakan-tembakan mortir dari moncong tank tak henti mengalir. Bersaing dengan perintah-perintah maju dari pasukan penyerang. Sementara komandan pejuang pembebasan terus meminta anak buahnya agar mempertahankan posisinya.
“ Dorrr “ terdengar sebuah tembakan meletus dari bangunan di seberang jembatan. Tubuh kurus Ali yang sedang tiarap hampir saja menjadi sasaran. Hampir bersamaan dengan bunyi letusan tadi, tubuhnya yang kurus bergeser maju lebih mendekat ke arah jembatan. Debar jantungnya semakin tak berirama. Nada dag-dig-dug semakin kencang menabuh rongga dadanya yang hanya terbungkus daging tipis dengan tulang yang menonjol keluar.
                        Deru pesawat pembom, helikopter dan gerak maju tank semakin kencang mendekat. Bom dan peluru-peluru dari senapan pasukan Israel semakin kencang menyalak. Para pejuang pembebasan hanya sesekali membalas tembakan dari mereka. Mereka terus menunggu, hingga pasukan penyerang masuk ke titik jangkauan mereka. Bunyi derit dan getaran di jembatan yang tak terawat semakin keras terasa.
                        Ali mengangkat sedikit kepalanya. Dari tempatnya bersembunyi, dia bisa lebih leluasa melihat ke arah jembatan. Tangannya masih terus memegang sebuah granat.  Dilihatnya di kejauhan debu membumbung semakin dekat. Degup jantungnya semakin kencang, mengiring gerak musuh yang terus melaju.
                        Sedetik, dua detik, waktu terus berlalu. Wajah-wajah tegang para pejuang semakin kentara saat satu persatu tank-tank Isarel mulai terlihat. Perlahan mereka bergerak mendekati jembatan. Tembakan-tembakan mortir terus menyusur dari moncong-moncong tank itu. Para pejuang terus memancing mereka dengan bergerak mundur.
                        Pasukan Israel tidak langsung merangsek maju. Bunyi tembakan-tembakan yang terus menyalak dari para pejuang menahan langkah mereka. Saat suara tembakan balasan dari para pejuang semakin jarang terdengar, tank-tank yang menjadi tameng pasukan penyerang bergerak maju. Pasukan Israel mengikuti gerak maju tank dengan merunduk di belakangnya.
                        Ali terus memperhatikan gerak maju mereka. Tak jauh dari tempatnya bersembunyi, ada seorang sniper yang melindunginya. Sedari tadi, sniper di belakangnya tidak melakukan tembakan sama sekali. Dia diperintahkan untuk seminimal mungkin melakukan tembakan, agar posisi dirinya dan Ali tidak diketahui oleh musuh. Tujuannya bukan untuk membunuh musuh sebisa yang dia lakukan, tapi melindungi Ali yang akan meledakkan jembatan.
                        Satu…dua…tiga…buah tank telah memasuki jembatan. Terlihat jelas belasan prajurit berlindung di belakangnya. Tiba-tiba tank terdepan berhenti. Gerakan tersebut diikuti oleh tank-tank di belakangnya. Pasukan yang bersembunyi di belakangnya segera tiarap. Tank terdepan menembakkan pelurunya beberapa kali. Guncangan keras terasa mengiringi tembaka-tembakannya.
                        Tak berapa lama kemudian, iring-iringan tank kembali bergerak. Ali yang tengah bersembunyi semakin kencang menggenggam granat di tangannya. Pengunci telah dibukanya beberapa saat yang lalu. Bunyi detak jantungnya yang berdetak keras, seakan-akan ikut menghitung beberapa meter lagi, dia harus segera melempar granatnya.
                        Tank terus mendekati sisi jembatan terdekat dengannya. Dengan terus merangkak, dia mendekat. Dia menarik nafasnya dalam-dalam, kemudian menghembuskannya perlahan. Begitu ketenangan didapatnya, dia berlari sambil melempar granat.
“ Allahu Akbar “ teriaknya sambil melempar granat. Sayang lemparannya kurang kuat, sehingga granatnya hanya jatuh di tak jauh dari jembatan. Selesai melempas tubuhnya segera bersembunyi di balik puing-ouing bangunan. Kembali dia menata nafasnya.
                        Pasukan Israel yang terperanjat mendengar teriakannya segera melihat ke arah posisinya bersembunyi. Tembakan-tembakan terus mengarah ke arah tempatnya bersembunyi. Tapi tak ada satupun peluru yang mengenainya. Tubuhnya telah terlindung sisa-sisa puing yang kokoh menamengi tubuhnya.
                        Saat bunyi tembakan dari pasukan Israel ke arahnya nyaris tak terdengar. Dengan setengah berlari, kembali dia melempar granatnya. “ Allahu Akbar “ pekiknya mengiring granat yang terbang ke sasaran. “ Blaarrrrr “ ledakan kencang terdengar dari arah jembatan. Lemparan Ali tepat mengenai sasaran. C4 yang ditanamnya di kedua sisi jembatan meledak berurutan, meruntuhkah jembatan ke dalam sungai kering di bawahnya. Tiga buah tank dan belasan pasukan terprosok ke dalamnya.
                        Ledakan-ledakan keras segera terdengan ketika jembatan menyentuh dasar sungai. Tank-tank yang terbawa meledak dengan hebat. Sementara tubuh-tubuh pasukan Israel beterbangan tak tentu arah. Bumi di sekitar jembatan berguncang hebat.
                        Tank-tank yang tersisa di seberang jembatan segera menghujani gedung-gedung yang menghadap jembatan dengan membabi buta. Abu dan asap mesiu memenuhi udara sekitarnya. Sementara tubuh Ali yang tadi melempar granat, rubuh ke bumi bersimbah darah. Bertepatan dengan lemparannya yang terakhir, sebuah mimis dari seorang sniper Israel menembus kepalanya. Darah menggenang di sekitar tubuhnya yang tak lagi bernyawa.
                        Pasukan Israel terus menyerang membabi buta. Pesawat pembom dan Helikopter semakin sering menghujani kawasan itu dengan bom. Intensitas serangan terus meninggi, hingga akhirnya matahari tenggelam di ufuk barat. Kegelapan membuat pasukan Israel menarik mundur pasukannya ke barak terdekat.
                        Sepeninggal mereka, para pejuang yang tersisa segera mengurus jasad temannya yang terbunuh. Tubuh-tubuh mereka segera dibawa ke kamp para pejuang untuk dimakamkan. Sementara tubuh Ali diantarkan ke rumah ibunya di kamp pengungsi.
_ _ _
http://ahmadfarieds.blogspot.com/2012/01/obat-penyubur-untuk-wanita.html
                        Sorot mata berkaca-kaca Ummu Fatimah, membuat komandan pasukan yang menyerahkan jenazah Ali tergugu pilu. Kenangan dua tahun yang lalu kini kembali membayang. Saat itu, dia menghantarkan jenazah Abu Suhail, ayahnya Ali ke Ummi Fatimah. Sekarang, dia kembali untuk mengantar jenazah Ali Bin Abu Suhail yang mengikuti jejak almarhum Ayahnya.
“ Maafkan aku Ummu. Aku tidak bisa menjaga Ali dengan baik. “ katanya sambil menyerahkan jenazah Ali.
“ Tidak apa-apa. Aku ikhlas menghantar kepergian mereka. Air mataku adalah air mata bangga. Aku telah menghasilkan para pejuang bangsaku. IsyaAllah mereka syahid. “ jawab Ummu Fatimah sambil mendekap tubuh Siti Julaekha dengan penuh kasih.
“ Sungguh beruntungnya dirimu yaa Ummu mempunyai keluarga pejuang yang tangguh seperti mereka. “
“ Amien. Terima kasih telah membimbing anakku dengan baik ya Akhi. Aku bangga mempunyai mereka. Anakku bukanlah ekstrimis, pun dengan Ayahnya dan pejuang lainnya. Mereka adalah syuhada untuk tanah ini, tanah palestine. Allahu Akbar.” Pekik Ummu Fatimah dengan suaranya yang kerasa membahana.
                        Komandan pasukan pejuang menyambut pekikan Ummi Fatimah dengan suaranya yang lantang. Para pengungsi pun menyahutinya secara bersamaan. Pekik takbir yang membahana di kamp pengungsi Gazza menggetarkan hati para pejuang yang menghantar tubuh Ali. Semangat mereka semakin berkobar.
_ _ _
Denpasar, 25032012

Masopu

  • Naskah ini aku tulis untuk berpartisipasi di Global March To Jerusalem.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...