Tempatku Belajar Menuangkan Ide, Merangkai kata dan Peristiwa menjadi sebuah cerita.
Senin, 17 Januari 2011
Anakku Bukan Ekstrimis
Ibu itu tersenyum bahagia. Sambil memeluk tubuh bocah laki-laki berusia 14 tahun yang terbujur kaku dalam pelukannya. Nampak sebuah lubang peluru terbentuk di lambung kirinya. Sementara itu tak jauh dari ibu tersebut, nampak seorang gadis kecil berusia 10 tahun sedang menangis sesenggukan. Ibu itu biasa memanggil gadis kecil itu dengan nama Zulaeha. Zulaeha terus sesenggukan sambil menyandarkan kepalanya di pundak Siti Aisyah ibunya. Sementara tangan mungilnya terus memegangi tangan bocah laki-laki tersebut sambil matanya terus menatap bibir sang kakak yang tersungging senyum kemenangan di sana, di bibir mungil itu.
========
Dengan langkah-langkah kecilnya, Ali terus berlari dari kejaran tentara Israel yang terus memburunya dengan tembakan-tembakan mereka. Ali berusaha berlari secepat yang dia bisa. Sesekali dia bersembunyi di balik reruntuhan bangunan dan juga di tembok-tembok rumah yang penuh lubang, bekas tembakan peluru dari kedua belah pihak yang bertikai. Sambil berlari, Ali terus memegang ketapel yang telah menemaninya selama hampir 2 tahun ini. Ketapel itu dia gunakan untuk menghujani pasukan Israel dengan batu-batu kecil, selain juga dengan lemparan tangan.
Hari itu entah sudah keberapa ratus kalinya bocah lelaki itu dikejar-kejar pasukan Israel, setelah menghujani mereka dengan bebatuan. Ya dia terlibat intifadah dengan tentara Israel yang bersenjatakan senapan mesin dengan dukungan ratusan bahkan ribuan tank, artileri serta helikopter dan pesawat tempur canggih. Tapi itu semua tidaklah membuat bocah laki-laki ini bersama teman-teman seumurannya takut apalagi menghentikan serangan batu tersebut. Sudah beberapa kali anggota tubuhnya koyak terserempet peluru-peluru tajam pasukan Israel, tapi itu tak membuatnya jera. Semakin banyak luka yang menempel di kulit putihnya, semakin bersemangat dia melakukan intifadah. Terakhir kali 2 bulan yang lalu, betis kirinya terserempet peluru tajam pasukan Israel.
Ali Bin Abi Husein Al A’la nama bocah laki-laki pemberani itu. Bocah itu berasal dari kota Ramalah di palestina. Kota di mana hampir tiap hari selalu terjadi baku tembak antara pejuang Palestina dengan pasukan pendudukan Israel. Ali sudah menjadi yatim setelah ayahnya Abi Husein Al A’la tewas diterjang peluru tajam pasuka Israel 2 tahun yang lalu, saat ALi masih berusia 12 tahun. Ayahnya tewas di depan matanya sendiri. Sementara ibu dan adiknya yang berusia 10 tahun telah mengungsi ke desa terdekat yang ada di luar kota Ramallah. Sejak saat itulah dia ikut berjuang melawan pasukan pendudukan Israel.
Ali bergabung dengan pasukan perlawanan bukan untuk membalas dendam atas kematian ayahnya. Bukan pula karena doktrin-doktrin yang sering di dengarnya. Dia berjuang bersama pasukan perlawanan semata-mata atas kesadaran dan kemauannya sendiri untuk ikut membela negara yang dicintainya dari aksi pasukan pendudukan Israel yang agresif ingin menambah luas negara tersebut.
Saat berlari dan bersembunyi dari kejaran pasukan dan tank-tank Israel tersebut, tanpa sengaja Ali menemukan beberapa C4 dan granat tangan dari ransel seorang prajurit Israel yang tewas ditembak sniper dari pasukan perlawanan palestina. Dia tidak perduli kenapa pasukan Israel tersebut terbunuh. Yang dia lakukan hanyalah secepatnya dia mengambil ransel tersebut dan berlalu dari situ sebelum pasukan Israel yang mengejarnya tadi menemukan dia disana. Tak lupa Ali mengambil senapan semi otomatis yang tergeletak disamping jasad prajurit Israel tersebut.
Sambil berlari menjauh dari tempat tersebut, Ali terus berpikir bagaimana menghambat iring-irngan pasukan Israel tersebut agar jangan sampai masuk ke kota Ramallah yang masih berisi warga sipil dan pasukan perlawanan yang masih tersisa. Dia teringat satu-satunya jembatan yang menghubungkan kota tersebut dengan daerah sebelahnya, dimana dia saat ini berlari dikejar-kejar pasukan Israel. Ya dia harus meledakkan jembatan tersebut, agar iring-iringan pasukan Israel tersebut tidak bisa menggunakan jembatan tersebut untuk masuk ke kota Ramallah. Ali bergegas berlari ke jembatan tersebut melalui jalan pintas yang biasa dia gunakan untuk menyusup ke tempat itu.
Akhirnya Ali sampai di jembatan kecil yang dipikirkannya sambil lari tadi. Setelah yakin kondisi di sekitar jembatan masih aman, Ali bergegas menuju jembatan tersebut. Dia segera memasang beberapa C4 dan granat yang dia ambil dari jasad pasukan Israel yang terbunuh tadi. Ali memasang C4 dan granat-granat tersebut di kedua sisi jembatan, dengan harapan saat meledak nanti, jembatan akan runtuh semua, sehingga tak bisa dilewati iring-iringan tentar Israel yang ingin masuk ke kotanya. Setelah yakin bahwa C4 dan rangkaian granat tadi telah terpasang dengan baik, seperti yang pernah dia lihat dari pasukan perlawanan saat memasang C4 di tempat lain. Segera dia menyingkir dari jembatan tersebut dan mencari tempat yang aman dan tak terlihat para sniper dan pasukan Israel.
satu menit…, Dua menit…., Sepuluh menit…., Tiga puluh menit sudah pasukan Israel tak juga nampak di ujung jembatan. Setelah satu jam lebih menunggu, pasukan Israel tak juga nampak datang dari arah seberang jembatan. Saat waktu menunjukkan 1 jam 25 menit, mulai terdengar suara tembakan-tembakan dari iring-iringan pasuka Israel berbarengan dengan deru tank-tank israel yang mendekat. Nampak beberapa bagian kota telah dihujani mortir dan roket yang dibawa pasukan Israel. Ali terus memperhatikan ujung jembatan dan berharap pasukan Israel dan tank-tanknya segera memasuki jembatan yang hanya mampu dilewati tank dari satu arah saja.
Ketika iring-iringan tank pasukan Israel telah sampai di bibir jembatan, Ali tetap menunggu dengan sabar agar iring-irngan tersebut masuk lebih dalam lagi ke tengah jembatan. Setelah beberapa lama, iring-iringan itu mencoba bergerak perlahan untuk melewati jembatan dengan panjang sekita 20 meter tersut. Saat di rasa sudah cukup dekat, Ali mencoba menembak salah satu dari granat-granat yang dia pasang di sekeliling C4 tadi. Tapi karena memang tak terbiasa, tembakannya tak pernah mengenai sasaran. Melihat ada tembakan yang diarahkan ke iring-iringan tank dan pasukan tersebut, Pasukan Israel membalas tembakan dari Ali dan beberapa sniper pasukan perlawanan yang ada di gedung-gedung kosong di kiri-kanan jembatan tersebut.
Karena tembakannya tak jua mengenai sasaran, akhirnya Ali memutuskan untuk meledakkan granat-granat dan C4 yang dipasang dijembatan dengan 3 granat sisa yang dia simpan di ransel. Sambil melihat keadaan di seberang jembatan, Ali merangkak perlahan mendekati jembatan untuk mencari jarak yang cukup dekat agar lemparan granatnya nanti mampu menjangkau dan mengenai rangkain granat dan C4 yang tertanam di jembatan. Ali tinggalkan senapan otomatis yang dia dapatkan tadi ditempat dia bersembunyi. Semakin dekat dengan jembatan, semakin terdengar jelas bunyi tembakan yang di keluarkan dari moncong-moncong senjata pasukan Israel dan pasukan perlawanan Palestina yang berada di garis depan.
Saat merasa jarak dia dan jembatan sudah cukup dekat dan dia mampu melempar granat dengan baik, Ali berhenti sejenak untuk mengatur nafas dan juga menyiapkan mentalnya untuk melakukan tindakannya tersebut. Sambil menenangkan diri, Ali terus berdo’a agar diberi kekuatan untuk melakukannya. Saat hatinya mulai tenang dan keyakinannya semakin besar, Ali segera melepas pin dari granat yang digenggamnya. Sambil berlari sebentar untuk memperkuat lemparan granat tersebut, Ali melempar granat tersebut ke arah rangkain bom yang dia tanam di jembatan. Granat melayang sebentar sebelum akhirnya jatuh ke arah yang dituju oleh Ali.
Dan BOOOM……ledakan keras terdengar dari arah jembatan. Berbarengan dengan itu jembatan itu akhirnya runtuh ke dalam sungai yang berkedalaman lebih dari 50 meter tersebut bersama dengan beberapa tank yang sedang berada di atas jembatan dan puluhan prajurit. Sementara tank-tank yang masih di seberang jembatan segera terhenti, kecuali tank terdekat dengan jembatan yang akhirnya ikut terjun ke dalam sungai, karena tak sempat mengerem lajunya tank tersebut.
Setelah jembatan dan tank-tank yang jatuh ke dasar sungai berbatu tersebut, segeralah terdengar ledakan-ledakan dari amunisi dan artileri yang tersimpan di dalam tank-tank tersebut. Akibat ledakan susulan tersebut, sisa-sisa jembatan di kedua sisinya akhirnya ikut jatuh ke dalam sungai tersebut.
Sementara Ali yang tadi melemparkan granat diketemukan meninggal dunia, setelah lambung kirinya terkena tembakan pasukan Israel yang masih berdiri di seberang jembatan. Tubuhnya diketemukan tak jauh dari tempat dia melempar granat tadi. Tampak seulas senyum kemenangan menghias bibirya. Ya senyum kemenangan karena berhasil menahan laju pasukan Israel. Tubuh Ali sendiri diketemukan oleh pasukan perlawanan sesaat setelah pasukan Israel menarik mundur pasukan dan armada tanknya.
Denpasar, 17012011.0536
Masopu
Intifadah = perang batu yang biasa digunakan oleh para pejuang palestina dan anak-anak dalam melawan pasukan Israel.
sumber foto diambil dari link ini http://rizkythemaverick.blogspot.com/2010/05/keunikan-dan-keanehan-yang-terjadi-pada.html
ini link lagu dari siti nurhaliza seperti cerpen diatas
http://www.youtube.com/watch?v=OpjQHG6Uti8
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar