Kamis, 13 Januari 2011

Perjalananku Terganggu Calo


Menjelang tahun baru kemarin saya kembali bepergian ke Jakarta. Jika biasanya saya selalu naik bus Lorena untuk melakukan perjalanan jauh, tapi kali ini saya mencoba suatu hal yang tidak pernah saya lakukan sebelumnya, mencoba dengan cara estafet dari satu kota transit ke kota lainnya dan seterusnya hingga nantinya sampai di Jakarta.

Hari itu 29 desember 2010 saya berangkat dari terminal Ubung Denpasar pukul 9 malam dengan tujuan awal untuk transit adalah kota Surabaya. Baru saja memasuki area terminal, Perjalanan saya sudah mulai terganggu dengan ulah para calo yang gentayangan di terminal. Mereka begitu agresif mengejar saya, bahkan tak segan untuk menarik-narik tas atau baju yang saya pakai agar mau ikut dengannya. Dan semuanya sudah pada tahu kan bagaimana mereka beraksi, tiket biasanya dinaikkan minimal 50% dari harga normal, padahal itu hari biasa bagaimana jika hari menjelang hari raya?

Setelah mendinginkan diri beberapa saat dari kejaran beberapa calo, akhirnya saya coba bertanya sama awak bus berapa harga tiket yang sebenarnya. Belum sempat saya mendapat jawaban, tiba-tiba saja segerombolan calo berlari mengerubuti saya dan hendak menyeret-nyeret saya agar ikut bus yang dia tawarkan. Beruntung salah seorang calo merupakan saudara dari teman yang mengantarkanku ke terminal Ubung. Tanpa negoisasi yang panjang, sang calo memberi saya tiket bus sesuai harga yang dia dapatkan dari pihak awak bus.

Sesampainya di terminal Bungurasih Surabaya, saya duduk sebentar sambil menunggu seorang teman yang akan berangkat bareng ke Jakarta. Setelah temanku datang, langsung saya masuk mencari bus yang tujuan Jakarta dan kembali pengalaman sebelumnya terulang. Saya berurusan dengn calo yang main tarik sana tarik sini agar kami mau ikut bus yang dia tawarkan. Karean salah satu barang bawaan teman sudah dibawa naik ke bus duluan sama kawanan calo tersebut, akhirnya kami ikut ke bus yang dituju. Saya sedikit heran saat karton yang berisi telor asin sama calo yang bawa tadi main lempar naruhnya. Saat itu juga saah seorang calo menyodorkan kertas pengganti tiket untuk kami, disitu tertera suatu angkan yang menurut saya itu harga untuk dua orang dan langsung saya bayar. Tetapi anggapan saya salah, ternyata angka tersebut hanya untuk satu orang, padahal bus yang saya naiki saat itu hanya bus ekonomi. Setelah saya tanyakan itu adalah harga yang pantas katanya, padahal masih lekang dalam ingatan saya 6 bulan sebelumnya dengan harga selisih hampir 65 ribu lebih murah dari tiket yang dia sodorkan, saya bisa menikmati perjalanan darat menuju jakarta dari Surabaya dengan bus Lorena. Setelah saya tegaskan gitu, para calo tetap saja ngotot itu harga yang pantas dan menurut mereka karena menjelang libur tahun baru.Tanpa banyak tanya dan debat, saya minta uang saya kembali dan langsung turun dari bus tersebut. Para calo tersebut terus mengikuti saya turun dan terus meyakinkan kami untuk tetap naik bus tersebut dengan harga yang telah mereka sodorkan. Saya tetap tidak mau mendengarkan omonganmerekan dan segera naik bus lain menuju kota Semarang meninggalkan para calo yang tetap ngoceh gak jelas.

Sesampainya di terminal Semarang saat kami istirahat untuk makan dan membersihkan diri tiba beberapa orang calo kembali mengusik. Karena saya lihat bus yang berangkat ke Jakarta tinggal satu-satunya saja, segera saya naik ke bus tersebut dan tanpa banyak basa-basi segeram membayar sejumlah uang untuk tiket ke Jakarta. Jika di terminal-terminal sebelumnya saya sering tarik menarik dengan calo, maka di sini saya tidak terlibat hal tersebut. Tapi yang mengganggu di sini hanyalah bahasa para calo yang kasar dan berbicara seenaknya saja, bahkan seorang ibu yang hendak pergi ke Purwokerto lebih memilih turun, setelah mendengar kata-kata seorang calo yang memanaskan hati sang ibu. Setelah menunggu sekitar 30 menit bus bergerak ke kota tujuan.

Saat saya balik dari Jakarta tanggal 3 januari 2011, saya sempat naik kereta sebelum akhirnya pindah ke bus dari Cikampek karena kondisi penumpang yang overload. Selama perjalanan Jakarta-Cikampek saya berbincang bersama seorang ibu dan anaknya yang masih sekolah SD. Dia bercerita jika untuk naik KA tersebut sang ibu terpaksa membayar tiket seharga hampir 2 kali lipat dari harga normal tiket tersebut. Usut punya usut ternyata sang Ibu memebli tiket lewat Calo.

Yang saya herankan selama perjalanan pulang dan pergi Denpasar-Jakarta kenapa banyak sekali calo yang berkeliaran dan berpakaian seperti layaknya awak bus, mereka membawa tiket tapi bukan tiket untuk bus tersebut. Sementara awak bus dan aparat di terminal/stasiun terkesan tutup mata dengan fenomena tersebut. Dan yang semakin mengherankan lagi, ternyata tiket yang berasal dari para calo tersebut, saat diatas bus biasanya tidak dicek lagi sama awak bus. Kenapa saya berkata begitu, karena setelah saya lihat di tiket tertulis BUS A, tapi bus yang saya tumpang BUS B. Seandainya di terminal/stasiun tidak ada calo, saya rasa perjalanan akan semakin nyaman dan yang terpenting para pengguna jasa angkutan akan membayar jauh lebih murah jika dibandingkan saat beli tiket lewat calo. Dan mungkin pengalaman tas yang saya bawa hampir putus karena ulah para calo tak akan dialami oleh penumpang lain.

Denpasar, 13 januari 2011

Masopu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...