Minggu, 16 Januari 2011

Abstain


Yups. Aku harus segera memutuskan semua ini. Tak mungkin aku membiarkan mereka terus mengharapkanku untuk menjadi kekasihnya. Apalagi sampai menjadi pasangan hidup salah satu dari kalian. Tak mungkin aku menghancurkan hidup kalian. Aku harus melakukannya. Aku harus mengatakan itu sekarang. Aku tak ingin menyakiti hati kalian saat kalian tahu siap diriku sesungguhnya. Gumamku sambil melangkah mendekati meja dimana kalian menungguku sedari tadi.
” Hi dewi, hi Nia apa kabar kalian berdua” Tanyaku mencoba berbasa-basi
” Hi mas Dhani. Kabar kami baik mas” jawab Nia
“ Mas, kenapa kok mas kelihatannya kayak orang bingung begitu sih, Apakah mas gak suka saat tahu tadi kami mengajak mas kesini untuk meminta mas memilih satu diantara kami siapa yang mas cinta?” Tanya Dewi
” Enggak ada apa-apa kok Wi. Enggak ada yang salah juga dengan pertanyaan kalian berdua tadi. DEwi.. Nia kalian boleh suka sama saya. Kalian boleh cinta sama saya. Tapi apakah kalian sudah mengenal saya dengan baik? Apakah kalian juga tidak takut andai nantinya keputusan saya malah menyakiti kalian berdua ata bahkan merusak persahabatan yang telah kalian bina sebelum mengenal saya? ” tanyaku
Aku mengenal Dewi dan Nia tak lebih dari sepuluh bulan. Aku mengenal dia karena merekalah orang yang pertama aku kenal di sini. Ya aku mengenal mereka saat aku dipindahkan oleh kantor tempatku bekerja ke kota ini, kebetulan mereka sudah lebih dulu bekerja di cabang ini, serta mereka satu bagian denganku.
“ Justru kami sangat mengenal mas Dhani sejauh ini. Itu kenapa sampai saya dan Dewi berani menyatakan perasaan kami ke mas terlebih dahulu. Bukan karena kami agresif bukan pula karena kami ingin cepat menikah mas. Tapi karena kami semata-mata yakin mas Dhani bisa kami percaya dan yakin mas tak akan bercerita tentang semua ini kepada yang lain mas. Kalau sama yang lain saya gak akan berani menyatakan cinta saya dahulu mas.” Nia menimpali omonganku
” Maafkan aku Dewi. Maafkan aku Nia. Aku tak mungkin bisa memilih salah satu diantara kalian berdua. Walau itu hanya untuk sekedar menjadi pacar, apalagi jika harus menjadi seorang pendamping hidupku nantinya. Sekali lagi maafkan aku ya.” kataku
” Maksud mas Dhani apa? Apakah mas meragukan ketulusan cinta yang kami punya? Apakah mas khawatir keputusan mas Dhani akan membuat persahabatan kami rusak? ataukah mas Dhani ingin agar kami membuktikan cinta kami ke mas dulu?’ Nia terus mengejarku dengan pernyataan dan pertanyaannya.
” Bukan begitu maksudku!” Jawabku singkat.
” Kenapa mas tidak mau memilih satu di antara kami mas karena mas tidaj mencintai kami?” Tanya Dewi
” Saya suka kalian. Saya cinta kalian. Tapi rasa sayang dan cinta saya hanyalah rasa cinta dan juga rasa sayang seorang sahabat Wi. Tak lebih . Karena itu jika saya memilih salah satu dari kalian berarti saya membohongi diri saya sendiri. Dan itu akan menyakiti hati kalian.” Jawabku
” Kenapa mas?” Tanya Dewi
” Sebenarnya saya sudah lama berpacaran dengan teman sekantorku dulu. Kami berpacaran sudah hampir 2 tahun dan sudah sering berbicara untuk melangkah ke hal yang lebih serius. Memang kami tidak pernah menampakkan keakraban kami di depan orang lain selain anggota keluarga sendiri, bahkan saat dia ada kunjungan ke cabang kita ini. Itu semata-mata untuk melindungi kami dari fitnah.” Jawabku
” Ok Dewi, Nia saya pamit dulu. Hari ini saya harus berangkat ke rumah orang tuanya. Aku dan Nina berencana mau mebicarakan hubungan kami dengan kedua orang tua Nina. Jika diijinkan kami ingin segera menikah. Dan sepertinya orang tua Nina sudah sangat mengharapkannya, karena itu tadi beliau menelpon saya. Maaf saya tinggal dulu. selamat sore.” kataku sebelum mereka sempat mereka bicara.
” Jadi mas Dhani berpacaran sama Nina. Selamat ya mas. Semoga hubungannya lancar dan rencana pernikahannya berjalan lancar. Salam untuk Nina ya.” kata Nia sedikit mencoba menutupi kekecewaan yang nampak di wajahnya.
Aku segera beranjak pergi dari hadapan mereka.
Nia… Dewi maafkan aku. AKu tak mungkin memeilih salah satu dari kalian untuk menjadi pacar apalagi menjadi bagian hidupku nanti. Aku mencintai kalian berdua, tapi tak mungkin aku menerima uluran cinta kalian. Virus ini telah merampas kesempatanku untuk memiliki seorang kekasih, apalagi seorang istri. Aku tak ingin diriku menjadi penyebab salah seorang dari kalian terpapar penyakit terkutuk ini. Maafkan aku.
Aku terus berjalan menjauh dari mereka. Masih terngiang di telingaku vonis yang dokter katakan tadi siang. Dia adalah dokter ke empat yang telah memvonis aku mengidap penyakit tersebut. Aku tak sanggup lagi menoleh ke belakang, walau hanya untuk melihat salah satu dari mereka. Sementara tanganku terus memegang surat dari dokter yang tersimpan di sakuku.
Denpasar, 15012011.2315
Masopu
Foto minjam dari paman google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...