Kamis, 13 Januari 2011

Empat Cermin

Empat cermin berdiri dengan angkuh mengelilingiku, membentuk sebuah kubus yang simetris di keempat sisinya. Cermin-cermin yang sangat besar dan tinggi, bahkan jauh lebih tinggi dari dua kali tubuhku. Aku berjalan mendekat, tampak berpuluh bayanganku mengikuti membentuk deret aneh pada cermin yang saling berhadapan. Kuraba cermin dihadapanku, bening dan dingin. Aroma hening yang membius membuat bulu kudukku meremang.

” Hey..!! ” sapa sebuah suara.

Tampak seorang gadis kecil bermata sipit sedang tersenyum menatapku dari dalam cermin.

” Siapa kamu? Kenapa kau terlihat seperti aku? “

” Tentu saja, karena aku adalah kamu. Mari mendekatlah kemari! ” pinta gadis kecil yang ternyata adalah aku itu sambil mengulurkan tangan kanannya.

Aku berjalan pelan mendekat.

” Letakkan tanganmu di cermin, genggamlah tanganku. ” ujarnya
12949275562100112310

Ilustrasi/Admin (shutterstock)

Laksana terhipnotis aku manut mengikuti perintah aku kecil. Ajaib, cermin itu seketika hangat. Seolah tanpa sekat aku menggengam tangannya yang mungil. Lalu tiba-tiba.. Blass!! Aku melayang, terhisap masuk kedalam cermin. Aku panik tapi hanya sesaat terjadi. Suasana dalam cermin itu seketika menghilangkan keterkejutanku. Semua berganti tenang dan damai. Entah apa yang terjadi, namun aku begitu takjub hingga tak mampu untuk berkata-kata. Semua begitu indah, terasa hangat dan juga nyaman.

” Kamu suka? “

Aku terkesiap, tersadar dari lamunanku. Aku kecil masih mengenggam tanganku erat.

” Iya aku suka. Begitu indah dan damai. Hangat sekali disini. ” jawabku

” Ini adalah cermin jiwa masa lalumu, masa kanak-kanak kita. Penuh keindahan bukan? “

Ya, suasana didalam cermin ini memang indah. Banyak bunga dan kupu-kupu, juga matahari yang hangat tanpa terik yang menyengat. Aku selalu suka keadaan seperti ini. Berada dalam keindahan membuatku merasa seolah berada dalam dekapan Tuhan.

” Jangan terlalu lama memuji keindahan, masa depanmu menanti. Pergilah! ” suara aku kecil memecahkan lamunanku.

” Aku tidak mau pergi, aku suka berada disini. “

” Pergi, tempatmu bukan disini. ” ujar aku kecil sambil mendorong tubuhku.

” Tapi aku tak ingin pergi. “

Terlambat. Aku kecil mendorong tubuhku dengan kuat membuat aku limbung hilang keseimbangan. Tenaganya terasa sangat kuat, jauh melebihi kekuatan gadis kecil lain yang seusia. Dengan sedikit terhuyung aku terpental keluar dari cermin.

Ah, apa ini? Aku pasti sedang berhalusinasi. Kejadian tadi terlalu tidak masuk akal. Aku memutar tubuhku berbalik 180 derajat. Kini aku berhadapan dengan cermin lagi, cermin yang lainnya, cermin kedua diruangan itu. Kudekati cermin dihadapanku. Hanya ada bayanganku sendiri. Tanganku meraba-raba, menyusuri seluruh permukaan cermin. Dari ujung ke ujung, dari atas ke bawah sejauh aku mampu menjangkau. Tak terjadi apa-apa. Benar! Yang tadi itu memang cuma halusinasi.

” Kau tidak akan menemukan apapun disitu. itu cermin masa kini, saat sekarang. Kau hanya akan menemukan bayanganmu saja disana. ” sebuah suara tiba-tiba saja mengagetkanku.

Kepalaku menoleh mengikuti arah suara itu bermula. Ternyata dari dalam sebuah cermin yang berdiri disampingku. Aku terhenyak kaget. Sesosok bayangan serupa diriku tengah berdiri tegak didalamnya. Dia memang terlihat sepertiku, tapi entahlah, kurasa dia sangat berbeda. Entah apa yang membuatnya tampak berbeda. Mungkin raut pucat dan,,,, ya,,, pakaian yang dia kenakan tak sama denganku. Dia hanya memakai sehelai kain putih yang tampak tak memiliki jahitan. Kenapa cermin itu memunculkan bayangan yang berbeda, aku tak tahu!

” Jangan melihatku seperti itu. Kau tahu siapa aku kan? “

” Iya aku tahu! Kau adalah aku. Tapi kenapa kita terlihat berbeda, kau tampak pucat dan lemah? “

” Semua karena ulahmu sendiri! Berbaliklah dan kau akan temukan jawabannya pada cermin dibelakangmu. “

Aku segera membalikkan badanku menghadap cermin yang terakhir. Cermin keempat.

” Akhirnya kau menemukanku “

” Siapa kamu? Kamu bukan aku, kamu terlihat sangat menyeramkan. “

” Tentu saja aku adalah kamu. Ingat! Kamu sedang berhadapan dengan sebuah cermin, dan cermin selalu merefleksikan apapun yang ada dihadapannya. Tidak mungkin cermin berbohong. ” sosok itu menyeringai seram.

” Tidak! Kau bukan aku. Aku tidak bermata menyala seperti api dan akupun tidak menyeringai sepertimu. Kamu lebih mirip iblis daripada aku. “

” Hahahaa,, akhirnya kamu sadar. Iya! Aku memang iblis. Iblismu! Manifestasi wujudmu sebagai iblis. “

” Tidak! Aku bukan iblis, aku manusia. “

” Katakan itu pada dirimu sendiri! Katakan itu pada pisau yang kau pakai untuk memotong nadimu sendiri! Kau pikir manusia mana yang sanggup melakukan hal itu. Hanya iblis yang mampu. “

” Aku tidak melakukan itu! Untuk apa aku memotong nadiku sendiri? “

” Untuk melepaskan jiwamu dari rasa putus asa tentunya. Untuk apa lagi! “

” Tidak!!! Aku tidak melakukan perbuatan seperti itu. Tak mungkin aku melakukan hal seperti itu. ” aku meracau, berontak, berteriak sekuat tenaga. Makhluk dalam cermin itu sedang memfitnahku.

” Hah!! Kamu pikir kamu ini sedang dimana bodoh! Kamu pikir kamu ini masih hidup ya? Goblok, tolol. Dasar iblis. Kamu itu sedang sekarat, sebentar lagi juga kamu akan mati! “

” Tidak!!! Aku masih hidup!! ” ujarku sambil memukul dan menendangi cermin dihadapanku. Cermin yang membiaskan bayangan iblis. Cermin itu pecah berkeping-keping, tak sanggup menahan seranganku yang bertubi-tubi. Pecah berantakan menjadi beribu-ribu serpihan kecil. kulihat bayang-bayang iblis menjadi semakin banyak. Beratus, beribu, bahkan berjuta. Aku tak mampu lagi menghitungnya.

Aku berputar-putar tak tentu arah. Tak mengerti apa yang terjadi. Benarkah yang sedang kualami ini. Benarkah aku hampir mati? Setengah tak sadar aku menjambaki rambutku, mencakari wajahku. Semoga aku tak merasakan sakit, sekedar untuk memastikan kalau ini cuma mimpi. Tapi aku justru merasakan sakit yang luar biasa, disekujur tubuh juga dihati.

” Percuma kamu lakukan itu. Kamu tidak sedang bermimpi, kamu memang sekarat. ” ujar suara dari cermin yang memperlihatkan wajahku yang pucat.

” Benarkah itu? Apa yang terjadi? Apa yang sudah kulakukan? ” aku melontarkan pertanyaan dengan bertubi.

” Kau sudah membunuhku, membunuh kita! ” ujarnya seraya menghilang tertelan kegelapan yang entah muncul dari mana.
http://www.blogger.com/img/blank.gif
tiba-tiba duniaku berputar kencang, semakin lama putarannya semakin bertambah cepat. Kepalaku pusing, sangat pusing, rasa sakit yang tadi kurasa semakin bertambah sakit. Lalu gelap….

*****

” Innalillahi wainna ilaihirojiun… Maaf bu, kami tidak dapat menyelamatkan putri anda, dia terlalu banyak kehilangan darah. “

Tak ada suara apapun yang terdengar selain rintih pilu seorang perempuan tua yang memecah langit.

karya seorang teman yang telah dipublish di kompasiana
http://fiksi.kompasiana.com/prosa/2011/01/13/empat-cermin/
nama di FB HERLYA ANNISA MILANISTI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...