Tempatku Belajar Menuangkan Ide, Merangkai kata dan Peristiwa menjadi sebuah cerita.
Kamis, 27 Januari 2011
Mavi Marmara Pembuktian Cintaku
Malam baru saja beranjak melewati paruh pertamanya, saat kilatan-kilatan lampu dari beberapa kapal patroli perairan perbatasan bergantian menyoroti setiap sisi dari kapal yang aku tumpangi. Bunyi beberapa kali tembakan peringatan dan suara speaker serta sirine yang tiba-tiba bersahutan membuat aku yang setengah tertidur tergagap bangun. Tak lama kemudian nampak beberpa helikopter berputar-putar sebentar di atas kapalku. Setelah melihat keadaan memungkinkan segera beberapa orang berpakaian militer meluncur turun melalui tali yang terjulur dari perut helikopter tersebut. Setelah mendarat di atas geladak kapal, mereka berteriak-teriak sambil menodongkan senjata kepada para penumpang kapalku.
Beberapa penumpang yang merasa kaget, spontan memberikan perlawanan dengan tangan kosng maupun bersenjatakan tas atau handycam yang mereka bawa. Namun apalah arti perlawanan mereka yang menggunakan tangan kosong dan peralatan seadanya, jika dibandingkan dengan moncong - moncong senjata serbu yang telah siap memuntahkan peluru-peluru tajamnya. Dalam hitungan menit, beberapa orang nampak menggelepar diterjang peluru-peluru tak bermata mereka. Ada yang langsung tewas, adapula yang hanya mengalami luka tembak. Selain itu beberapa penumpang lainnya juga mengalami luka lebam akibat pukulan gagang senjata pasukan tersebut.
Aku yang berdiri agak jauh dari tempat pendaratan pasukan tersebut tak luput dari serangan mereka. Mereka terus berteriak – teriak agar aku dan penumpang lainnya diam dan menyerahkan diri. Namun karena terus mendapatkan pukulan baik dengan pentungan yang mereka bawa, maupun dengan gagang senapan mereka, aku dan beberapa penumpang lainnya tidak mau tinggal diam. Akhirnya korban yang berjatuhan di pihak relawan semakin banyak.
Mengetahui hal tersebut, antara tersadar dan tidak, aku yang tak begitu mengerti bahasa mereka segera berinisiatif sembunyi di balik tumpukan kotak obat dan bantuan kemanusian yang ada di sampingku. Tapi tanpa kusadari ternyata sejak tadi sudah ada salah seorang dari pasukan tersebut mengarahkan moncong senjatanya ke aku. Saat melihat aku bergerak sedikit dari posisiku berdiri, tiba-tiba terdengar letusan senapan dari arah prajurit tersebut.
Dorrr……… Beriringan dengan bunyi tembakan tersebut, tubuhku rebah dengan memegang bagian kiri dadaku. Darah mengucur dengan deras dari lubang yang menganga tersebut. Sebentar saja tubuhku menggeliat sambil beberapa kali terus menyebut namaMu. Perlahan suaraku semakin lirih dan semakin terbat-bata, sebelum akhirnya seulas senyumku mengiringi hembusan nafas terakhir yang keluar dari tenggorokanku. Senyum yang menurutku adalah senyum kemenanganku untuk menemui cinta sejatiku, Yakni keyakinanku tentang perjuangan atas nama sisi kemanusianku.
===========================================================================
Namaku Michael O’Keane. Aku hanyalah seorang warga Inggris biasa yang sedang menjalani hari-hariku dengan rutinitasku sebagai mahasiswa di suatu perguruan tinggi ternama di kota London. Di umurku yang menginjak 20 tahun, aku berkenalan dengan seorang mahasiswi asal Palestina yang berusia lebih muda beberapa bulan dariku. Dia sudah hampir 1 tahun menuntut ilmu di kampusku.
Sejak mengenal dirinya hari - hariku jadi berubah. Aku yang tadinya termasuk orang yang kurang peduli dengan sekitarku, perlahan menjadi lebih peduli terutama dalam sisi kemanusian. Sering aku habiskan waktu berbagi cerita dengannya. Dari dia aku mengetahui mengenai derita bangsanya yang tinggal di tanah kelahirannya. Mereka seringkali mengalami intimidasi dan perlakuan yang kurang layak dari sisi kemanuasiaan.
Seiring waktu yang terus berlalu dan semakin banyaknya pengetahuan yang dia berikan ke aku serta proses pencarian informasi yang terus aku lakukan melalui berbagai situs berita yang aku yakini kebenarannya maka aku semakin yakin jika telah terjadi kejahatan terhadap kemanusiaan di tanah yang telah puluhan tahun dirundung perang tersebut. Hal ini menarik minatku untuk okut di dalam misi kemanusian.
Hingga suatu hari ada info akan diberangkatkannya beberapa kapal bantuan kemanusian yang akan memberi bantuan medis dan kemanusian ke tanah Plestina. Dengan berbekal info tersebut, akhirnya aku putuskan untuk pergi Isranbul Turki dan turut serta dalam misi kemanusian yang melibatkan kapal Mavi Marmara, Chalenger I dan Chalenger II serta beberapa kapal lainnya dari beberapa negara.
Pada waktu yang ditentukan segera aku berangkat ke Istanbul Turki dengan tujuan menjadi relawan kemanusian. Setelah tiba di Isranbul, segera aku mencari tempat pendaftaran untuk menjadi relawan yang akan berangkat ke sana, ke tanah Palestina. Setibanya di sekretariat pendaftaraan, segera aku serahkan semua data yang diperlukan untuk administrasi pendaftaraan. Di lokasi aku menemui berbagai relawan dari berbagai suku dan bangsa di dunia. Di sana nampak orang dari Amerika, Belanda. Inggris, Swedia, Indonesia, Pakistan, Philipina dan beberapa negara lainnya. Ada yang berkulit kuning khas bangsa China - Jepang, Coklat khas Suku Melayu, Berkulit putih khas Eropa - Amerika maupun bangsa Afrika.
============================================================================
Istanbul, Turki beberapa jam sebelumnya.
Nampak kesibukan di sebuah kapal berbendera Turki serta beberapa kapal lainnya yang sedang bersiap hendak lepas jangkar. Tampak sejumlah aparat kepolisian dan tentara setempat sibuk mengawasi dan memeriksa keamanan di kapal tersebut. Beberapa kali mereka melihat dan mengecek setiap muatan dan juga orang - orang yang akan menaiki kapal tersebut. Mereka tak mengijinkan kapal membawa benda - benda yang berpotensi jadi ancaman baik itu senjata tajam, pipa apalagi senjata api. Kapal hanya diijinkan membawa beberapa kebutuhan pokok, obat-obatan dan juga selimut. Sementara para penumpang yang hendak menaiki kapal diharuskan melewati metal detector dan tak ada yang terlewatkan, termasuk aku yang sudah lama mengantri. Tak lama kemudian semua proses dengan prosedur pengamanan selesai, penumpang dan muatan barang telah siap di atas kapal.l.
Perlahan awak kapal mengangkat jangkar diiringi dengan laju pelan Mavi Marmara meninggalkan pelabuhan di Istanbul tersebut. Sementara beberapa kapal lainnya segera mengikuti di belakang kapal yang aku tumpangi. Semakin lama laju kapal semakin cepat dan semakin jauh meninggalkan pelabuhan. Aku terus berdo’a dan menyebut nama-MU. Waktu terasa begitu lambat berputar, sementara laju kapal terasa semakin cepat menuju ke arah sebuah pelabuhan di Palestina.
Di atas kapal aku dan beberapa penumpang sesekali bersenda gurau untuk melepas ketegangan yang semakin nampak dan makin nyata seiring makin dekatnya haluan kapal dengan perbatasan laut Palestina yang sedang menjalani blokade. Beberapa penumpang yang kebanyakan adalah dokter dan perawat serta aktivis LSM kemanusian tampak kembali mengecek peralatan yang mereka bawa. Sementara beberapa wartawan yang ikut menumpang kapal Mavi Marmara nampak sibuk mendokumentasikan momen-momen yang mereka anggap penting baik dengan kamera, maupun handycam yang mereka bawa serta beberapa catatan-catatan di notebook yang mereka bawa.
“Perhatian untuk semua penumpang kapal, sebentar lagi kita akan memasuki wilayah perairan Palestina yang sedang menjalani blokade dari Israel. Diharapkan semua penumpang tetap tenang dan tidak terpancing berbuat kekerasan saat ada kunjungan dari petugas terkait” Berkali – kali kapten kapal mengingatkan para penumpang dan awak kapal melelui pengeras suara yang ada di kapal tersebut.
Makin lama kapal makin mendekati perbatasan dengan daerah yang di blokade, semakin hening suasana di dalam kapal. Masing – masing penumpang kapal terhanyut dalam alam pikiran merela masing – masing. Tapi intinya hampir sama, Mereka semua termasuk saya sudah membayangkan bagaimana sambutan aparat dari Israel menyambut kedatangan kapal yang kami tumpangi.
Sambil membayangkan sambutan mereka, tampak sebagian besar penumpang yang merupakan relawan kemanuasian dengan berbagai latar belakang pekerjaan, ilmu dan kepercayaan tersebut semakin larut dalam ketegangan. Untuk mengurangi ketegangan tersebut, Ketua rombongan di kapal tersebut memberi instruksi kepada masing – masing orang untuk berdo’a menurut keyakinan dan agama masing – masing. Tak lama kemudian kapal melewati batas wilayah internasional dan masuk ke wilayah teritori Palestina yang dikuasai Israel. Dan sambutan yang telah dibayangkan sebelumnya menjadi kenyataan.
Denpasar, 27012011.0453
Masopu
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar