Jarak pandang semakin tak terbatasi, saat kaki-kaki lincah Xixi berjalan perlahan menapaki sebuah halaman rumah mungil nan asri. Rumah mungil dengan hiasan kembang melati, mawar dan bougenville yang tertata rapi. Sayup-sayup suara kokok ayam menyambut pemutaraan kaset qiro'ah dari masjid di dekat rumah tersebut. Sorot lampu yang menerobos dari dalam rumah bersaing dengan terang yang perlahan menyibak pekat yang berkuasa semalaman.
Sesampainya di depan daun pintu, Xixi berdiri mematung beberapa lamanya. Ada rasa gagu. Ada rasa segan yang menyergap pergelangan tangannya. Beberapa kali tangannya terangkat untuk mengetuk daun pintu tersebut, tapi segera terhenti saat tarikan kecil dipergelangan tangan hendak melontarkannya ke daun pintu. Berkali-kali tangan yang sudah terangkat tersebut kembali turun menggantung sejajar tubuhnya. Sementara pandang matanya terus lurus ke arah daun pintu tersebut, berharap ada seseorang yang membukakannya dari dalam.