Binar
matamu menyambut langkahku mendekat. Tatap mata indahmu mantabkan langkah untuk
segera datang menghampiri. Sorot tajamnya yang lembut, tidak mampu aku hitung
dengan deretan bilangan biner yang sempat aku pelajari. Satu,..dua…tiga dan
deret angka itu tiada mampu menggambarkan bagaimana tatap matamu itu, seperti
penerang jiwaku yang sempat gulana dihampakan cinta.
Tanpa banyak kata, hanya berteman suara gantungan kunci
yang bergemerincing, engkau berdiri, menghambur dalam pelukku. Tatap mata aneh,
datang menjaring kita dari berbagai sudut tak lagi kau hiraukan. Engkau
memelukku, menciumi pipi ini dengan buas, kita seperti sejoli yang lama
terpisah, seakan di ruang itu hanya ada kau dan aku, seakan kita telah lama
terpenjara dinding waktu dan jarak. Sambil berbisik aku berusaha menahan
bibirmu, agar tidak terus menyerang pipi dan bibirku, menuntunmu ke balik pilar
yang minim sorotan mata.
Seperti tadi, kau masih belum puas melepas rindumu. Tiada
sempat aku berbasa-basi, tanganmu tetap melingkari leher. Tapi kau pasif, tiada
aksi lanjutan yang kauberikan. Rasa penasaran mengulum otakku, melihat sepasang
bibir merah merekah terbuka di depan mataku. Auranya menggoda, menghisapnya
dalam kubangan kepicikan pikir. Aku mencoba bertahan dari sesapan nafsu yang
berusaha menjatuhkanku dalam kenistaan. Deru nafas dan debaran jantungku tiada
menentu, bersanding dengan wajah memerah menahan gejolak nafsu yang sedang
kulawan.