Sejarah mencatat, pada 24 Agustus 79 adalah hari di mana Gunung Vesuvius meletus dan menghancurkan dua kota yang berada di lerengnya yaitu Pompeii dan Herculaneum.
Kedua kota itu hancur dan sebagian besar penduduknya tewas akibat awan panas, hujan batuan dan debu hasil letusan gunung yang hanya berjarak 9 km dari pusat kota Pompeii.
Belum diketahui pasti jumlah korban tewas di kedua kota itu, namun diperkirakan jumlahnya berkisar antara 10.000 hingga 25.000 jiwa.
Letusan Gunung Vesuvius tak hanya menghancurkan kota Pompeii, namun juga mengabadikan sebagian kota bersejarah di saat-saat terakhirnya.
Hujan batuan vulkanis dalam jumlah luar biasa itu menghantam kota dan mengakibatkan sebagian besar penduduk dan berbagai jenis hewan tewas seketika.
Akibat timbunan abu vulkanis, jasad manusia dan hewan yang menjadi korban terawetkan selama ribuan tahun dan sekarang menjadi subyek sebuah pameran Museum Antiquarium de Boscoreale, dekat reruntuhan kota Pompeii.
Sebagian dari sisa-sisa kerangka manusia dan hewan korban bencana itu diawetkan para ahli menggunakan lapisan campuran plester khusus untuk merekonstruksi sosok mereka semasa hidup.
"Hingga kini, jasad-jasad warga Pompeii masih tersebar di sekitar kota ini atau di berbagai museum di seluruh dunia. Namun belum pernah dipamerkan secara bersamaan," kata Grete Stefani, penyelenggara pameran itu.
Seperti patung
Proses penggalian sisa jasad dan pengawetannya terus berlangsung sejak abad ke-19, saat para arkeolog mulai mencari sisa-sisa sejarah kota Pompeii.
Salah satu yang dipamerkan nampak seperti sosok seorang pria tengah mencoba memanjat anak tangga.
Yang lain bersosok seperti pria yang tengah menutup mulutnya, kemungkinan pria itu tengah mencoba menghalangi debu masuk ke tenggorokannya.
Benda pamer ketiga menunjukkan sebuah keluarga, tangan mereka terangkat seolah mencoba keluar dari bencana yang menimpa mereka.
Posisi jasad yang dipamerkan sama sekali tidak berubah dari posisi mereka ketika masih tertimbun lapisan debu.
Saat para ahli menemukan lokasi jasad tertentu, mereka menuang sejenis cairan plester ke dalam kerangka itu. Setelah 48 jam, cairan itu mengeras dan membungkus kerangka sehingga membentuk sosok manusia atau hewan.
Selain sosok manusia, pameran itu juga memamerkan kerangka hewan ternak seperti babi atau anjing. Dengan lapisan khusus ini, maka gigi-gigi sang anjing masih terlihat jelas bahkan pengunjung bisa melihat garis-garis bulu hewan tersebut.
Tak hanya itu, pengunjung juga bisa menyaksikan sesosok manusia tengah memegang selembar kain
"Detil yang dihasilkan dari sistem pengawetan ini sangat luar biasa. Pengawetan ini membuat kita bisa menyaksikan ekspresi beberapa saat sebelum kematian tiba," kata Grace Stefani.
Bahkan, kata Stefani, begitu detailnya sosok-sosok yang dipamerkan membuat pengunjung mengira mereka adalah patung hasil karya para seniman.
"Tapi mereka adalah sisa-sisa kerangka manusia yang meninggal saat itu," tandas Stefani.
Arkeologi manusia
Pekerjaan mengawetkan sisa-sisa jasad warga Pompeii ini bukan pekerjaan mudah. Hanya para ahli yang mampu melakukan pekerjaan ini.
Lapisan campuran plester ini tidak boleh terlalu tipis atau terlalu tebal. Jika terlau tipis maka bentuk kerangka tidak bisa terbentuk. Jika terlalu tebal maka detail dari jasad manusia atau hewan yang akan diawetkan.
"Ini adalah pekerjaan yang sulit," kata salah satu ahli yang sedang mengawetkan kerangka Pompeii, Stefania Giudice.
"Tulang-tulang mereka sangat rapuh, sehingga saat kami menuang cairan itu kami harus sangat berhati-hati. Jika tidak maka kami akan menghancurkan sisa kerangka itu," tambah Giudice.
Sudah lebih dari 100 jasad yang diawetkan dengan menggunakan cairan plester ini meski tidak semuanya dipamerkan.
Jumlah itu sangat kecil dibandingkan 1.150 sisa kerangka yang sudah ditemukan di Pompeii. Namun, tak semua sisa jasad itu bisa dipamerkan baik kerusakannya yang terlalu parah akibat bencana atau rusak saat penggalian.
Para ahli memperkirakan masih banyak sisa jasad manusia dan hewan yang masih akan ditemukan karena sepertiga wilayah kota Pompeii belum dilakukan penggalian.
Bagi para ahli pengawetan seperti Stefani Giudice, kemungkinanmenggali lebih banyak sisa jasad Pompeii bukan hanya sekadar pekerjaan/
"Saya membayangkan situasi saat kami menuangkan cairan plester pengawet terhadap sisa-sisa kerangka ini," papar Giudice.
"Meskipun ledakan gunung ini terjadi sekitar 2.000 tahun lalu, namun kami tidak tahu apa yang akan kami temukan, apakah jasad seorang anak laki-laki, seorang ibu atau bahkan seluruh anggota keluarga. Ini adalah arkeologi manusia bukan sekadar arkeologi," tandas Giudice.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar