Bom di GBIS Solo pada hari minggu kemarin mengagetkan kita semua. Sel-sel teroris yang terakhir beraksi bulan April lalu di Cirebon ternyata masih mempunyai taring untuk melanjutkan aksinya. Kita seakan tersadar bahwa teroris masih ada, meski beberapa tokoh sentralnya telah tertangkap maupun sudah menjalani hukuman, bahkan juga meninggal dalam peristiwa penggerebekan.
Peristiwa bom tersebut secara tidak langsung menyadarkan kita bersama, bahwa aksi teror tersebut apapun motifnya berakar dari radikalisme. Radikalisme adalah sebuah paham yang menghendaki adanya perubahan pada suatu sistem yang berlaku di masyarakat jika perlu sampai ke akar-akarnya. Gerakan ini cenderung menggunakan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuannya melakukan perubahan tersebut.
Radikalisme yang selama ini dalam pandangan orang awam selalu mengarah ke agama atau golongan tertentu, sebenarnya adalah masalah kita bersama. Gerakan radikal tidak hanya ada pada satu agama ataupun golongan saja. Dalam beberapa kasus kita bisa melihat bahwa kasus radikalisme ternyata menghampiri dan tumbuh di dalam ajaran hampir semua agama ataupun golongan yang ada di dunia ini. Dan kita tidak bisa mengenarilisir ajaran suatu agama cenderung menjadikan seseorang berpola pikir radikal.
Radikalisme yang menjadi akar permasalahan munculnya aksi teros, sebenarnya bersumber dari pemahaman suatu ajaran yang menyimpang. Mereka cenderung bersikap keras terhadap pemahaman yang jamak terjadi pada masyarakat umum. Cenderung apriori dan menentang arus yang berlaku di masyarakat.
Paham radikal di Indonesia selama ini identik dengan beberapa gerakan masa berbasis islam ataupun lembaga pendidikan agama berbasis pesantren. Gerakan radikal ini pertama kali muncul di awal-awal kemerdekaan Indonesia melalui DI/TII. Gerakan ini merupakan wujud kekecewaan Sekar Maridjan Kartosuwiryo dan orang-orangnya atas jalannya pemerintahan dan juga kedekatan dua organisasi islam terbesar di negeri ini ( NU-Muhammadiyah ) Dalam lingkar kekuasaan sehingga mereka cenderung lembek dalam bersikap terhadap pemerintahan saat itu.
Seiring bergulirnya waktu, gerakan ini tak pernah benar-benar mati meski pemimpin terasnya telah berhasil ditangkap dan menjalani hukuman mati. Mereka menjadi gerakan bawah tanah yang bergerilya merekrut orang-orang agar masuk ke dalam jaringannya. Berbagai cara mereka gunakan untuk memperoleh pengikut dan juga sumber dana.
Sementara itu dari beberapa peristiwa pemboman yang semakin marak semenjak awal 2000-an, muncul nama satu pesantren Al Mukmin Ngruki di Solo sebagai penghasil para pelaku pemboman. Dalam banyak kasus pemboman, hampir bisa dipastikan jika pelaku pernah nyantri atau setidaknya pernah melakukan kunjungan dalam rentang waktu tertentu ke pesantren yang dimaksud tersebut. Sementara Kyai Abu Bakar Baasyir selaku pemimpin pesantren tersebut sekarang sedang menjalani masa hukuman karena tuduhan berada di belakang kasus pemboman yang marak.
Sadar atau tidak kasus pemboman yang telah terjadi telah memojokkan nama satu golongan/agama tertentu sebagai pesakitan. Padahal kasus radikalisme bukanlah Monopoli satu golongan/agama tertentu saja. Sebagaimana di luar negeri selain golongan radikal yang sealiran dengan yang ada di sini, ada juga banyak kasus yang melibatkan golongan lain dengan latar belakang yang berbeda pula. Mereka bisa berbuat teror-teror radikal karena motif agama, bisa karena motif golongan ataupun kesukuan. Hal itu marak terjadi di luar sana.
Pesantren pada dasarnya tidak bisa dipersalahkan dalam munculnya kasus-kasus teror dan radikalisme. Bagaimanapun tidak semua guru/kyai yang terlibat dalam pengajaran di lembaga pesantren menghendaki anak didiknya yang sedang menuntut ilmu ataupun sudah selesai terlibat dalam aksi teror. Aksi teror muncul karena beberapa kesalahan yang terjadi. Kesalahan itu bisa berupa metode penyampaian, kapasitas si penyampai ajaran ataupun kemampuan seseorang dalam mencerna suatu ajaran serta banyak faktor lainnya.
Bagaimanapun tidak ada ajaran dari suatu agama yang membenarkan adanya aksi teror untuk mencapai suatu tujuan. Teror terjadi karena kesalahan memahami suatu perintah/ajaran dalam agama. Seperti halnya perintah berjihad. Berjihad dalam islam ada banyak tingkatan, tapi karena kemampuan masing-masing orang dalam menangkap maksud perintah tersebut, maka yang ada banyak tafsir yang berlaku di dalam masyarakat dan kadang tidak sesuai dengan ajaran yang dimaksud.
Dalam suatu acara menteri pendidikan Muhammad Nuh menjelaskan bahwa penting adanya pendidikan karakter untuk menangkal radikalisme yang semakin marak di Indonesia saat ini. Menurut M Nuh untuk menangkal radikalisme perlunya ditumbuhkan rasa cinta tanah air dan juga empati terhadap sesama, sehingga mengirangi kemungkinan anak didik terjerumus dalam pemikiran radikal. Dalam kasus ini Peran pihak sekolah dan orang tua serta lingkungan sangat dibutuhkan juga untuk menangani kasus radikalisme.
Jadi alangkah bijaknya, jika kita menanggapi peristiwa teror bom di Solo dengan bijak dan tetap berkepala dingin. Kita tidak bisa mencap semua orang yang seagama dengan pelaku mempunyai pola pikir yang sama. Banyak pula orang yang pengetahuan agamanya lebih baik dari pelaku pemboman malah mengutuk kelakuan si pelaku seperti halnya rakyat umum mengutuk peristiwa tersebut.
Bagaimanapun dalam kenyataannya, apapun golongan atau agama kita sama-sama berpotensi untuk menjadi seseorang yang cenderung radikal saat kita salah mengartikan sebuah ajaran secara serampangan. Untuk meminimalkan hal tersebut ada baiknya kita selalu bertanya pada tokoh agama kita tentang suatu permasalahan sebelum membuat keputusan untuk terlibat di dalamnya. Jika kita menemukan orang-orang yang cenderung berbuat radikal, segera hubungi pejabat berwenang untuk mendapatkan pembinaan. Dan yang terpenting adalah selalu membentengi diri, keluarga dan teman terdekat agar jangan sampai terseret dalam pusaran radikalisme.
Salam damai.
Denpasar, 27092011.0223
Masopu
Note: Diolah dari berbagai sumber
kok di Denpasar Pak Boss?? :)
BalasHapuskejadian itu biasa terjadi, pada setiap event kenegaraan. kita tahu kan, okt. nanti aka ada resufle kabinet?? he.he..
salam damai
Tanpa BON
Iya pak Suko
BalasHapussaya memang tinggal di Denpasar selama lebih dari 2 tahun ini
Radikalisme ini memang seperti isu pengalihan atas berbagai skandal yang menimpa pemerintahan ini.
salam pak