Kamis, 04 Agustus 2011

Janji Untuk sang Bintang

Laju matahari semakin meninggi. Bayang-bayang yang tadinya panjang, perlahan menguap dipanggang nanar sinarnya. Tata termangu memandang pusara yang baru saja bersemi di gundukan tanah merah di depannya. Perlahan terdengar langkah-langkah datang menepuk pundak Tata, sebelum akhirnya menjauh dalam buaian desiran semilir angin.


Nisyata Royyan. Nama itu kini tak hanya terpatri di hati Tata. Kini nama itu juga terpatri di pusara yang baru bersemi tersebut. Mas Royyan, sosok yang biasanya selalu menemani hari-harinya kini telah terbaring di dalam gundukan tanah merah tersebut. Seorang dokter muda yang tergila-gila dengan berbagai kegiatan kemanusian di berbagai daerah bencana sampai akhirnya dia sendiripun pergi diterkam ganasnya amukan lahar gunung berapi yang baru saja memuntahkan amarahnya.

Amira Rahmata Zahrifah atau biasa dipanggil Tata oleh teman-temannya, Seorang dokter muda yang baru saja menjalani masa akhir ikatan dinasnya di daerah pesisir utara jawa. Telah mengenal Royyan sejak di bangku kuliah. Royyan sendiri adalah kakak kelasnya sewaktu kuliah dulu. Dari perkenalan itulah, akhirnya mereka terikat tali cinta dan melabuhkan kasih mereka.

“ Mas Royyan kenapa begitu cepat kau pergi tinggalkanku mas. Tak ingatkah kau akan janji suci yang akan kita ucapkan di depan penghulu sebulan lagi? “ Lirih suara Tata mengiringi isakan tangisnya yang tiada terhenti. Hingga tubuh mungilnya terguncang tak berirama. Sementara di sampingnya tampak Ibu-Bapak Royyan didampingi Deni Hidayat adiknya juga tersedu dalam kepiluan.

“ Sudah nak Tata mari kita pulang. Matahari mulai menguapkan butiran keringat kita. Tak baik berlama-lama kita terpuruk dalam duka. Biarkan Royyan hidup tenang di alamnya sana. Kita hanya bisa mengiriminya doa dan laku kebaikan seperti yang dia lakukan selama ini. Sabar ya.” Lembut suara pak Tedi ayah Royyan menghibur dan menguatkan Tata.

“ Iya nak Tata. Tak baik kita terus larut dalam duka. Kasihan Royyan ntar menangis lo di sana jika melihat kita terus berduka dengan kepergiannya. Kita memang berduka nak, tapi kita juga bisa bangga Royyan pergi saat dia sedang membantu sesamanya yang kena musibah.” Imbuh Tante Ida sang ibunda Royyan, sambil menggamit pundak Tata untuk beranjak pergi.

Dengan langkah tersaruk dan mata sembabnya, mereka berempat meninggalkan komplek pemakaman yang telah sepi saat mentari semakin nanar membagi sinarnya. Mengeringkan tetes air yang baru mengalir di atas ppi ke empat orang tersebut. Namun bilur bekas tetes air tersebut masih melukiskan kuasnya. Dalam kebisuan langkahnya Tata terus bergumam menyebut nama Royyan.

“ Mas Royyan akan aku lanjutkan perjuanganmu di sana.” Gumam Tata

+++++

Waktu terus berlalu, Tiada terasa sudah 3 minggu bencana itu telah terjadi. Hampir sepuluh hari sudah tidak ada dokter yang bertugas menangani para pengungsi di daerah tersebut. Sejak kejadian banjir lahar menghanguskan puskesmas terluar di zona aman beserta dokter dan isinya, sampai hari ini belum ada dokter yang menggantikannya.

Hari ini, Puskesmas yang telah dipindahkan ke barak pengungsian kelihatan rame. Dari kabar yang beredar telah datang seorang dokter Muda bernama Tata yang menggantikan tugas dokter Royyan yang telah tewas di puskesmas yang lama. Mendengar itu, banyak warga yang  mengalami radang ISPA segera mendatangi puskesmas untuk berobat.

Dokter Amira Rahmata Zahrifah yang bisa dipanggil Tata bertugas dengan baik. Di balik tubuh mungilnya, dia bisa bekerja dengan cekatan dan sigap. Dalam waktu kurang dari 3 jam sebagian besar pasien yang dari pagi antri telah tertangani. Senyum manis selalu menghiasi wajah dokter cantik ini. Meski wajah letih setelah menempuh perjalanan 6 jam dari kota asalnya, Tapi tak menyurutkan langkah sang dokter untuk memulai aktifitasnya hari itu.

———————————

Hari terus berganti. Matahari dan bulan berganti berbagi kecerian untuk menghibur para korban bencana yang masih tinggal di barak pengungsian. Sesekali awan sendu masih juga menengok para korban bencana, seperti ingin mengingatkan meski erupsi lava sudah berhenti, namun bahaya lain yang tak kalah ganasnya dengan kobaran lava tersebut sedang mengintai. Jutaan kubik lava yang telah membeku siap menguburkan mereka yang lengah.

Tiada waktu berhitung langkah. Dokter Tata semakin bisa menyesuaikan diri dengan pola hidup warga yang masih tinggal di barak pengungsian. Kegalauan hatinya akibat ditinggal pergi dokter Royyan perlahan terobati. Kegiatan sosial ini telah mengajarkan dia lebih tegar menghadapi hidup.Lebih bisa menutupi lukisan kelabu dengan gradasi warna-warna yang lebih variatif dan menggoda.

Tiada terasa sudah hampir sebulan dokter Tata bertugas di situ. Hampir saja dokter Tata terlupa jika esok merupakan hari peringatan 40 hari mendiang dokter Royyan, calon suaminya. Setelah menelpon ke keluarga dokter Royyan selama beberapa menit, bergegas dia menghampiri seorang perawat yang selalu menemaninya melakukan tugas kemanuasian.

“ Vina, besok aku balik dulu untuk ikut berdoa di peringatan 40 hari dokter Royyan. Kamu jaga puskesmas ya. Sehari setelahnya baru aku balik ke sini.” Kata dokter Tata.

“ Iya dok. Titip salam untuk keluarga dokter Royyan. “ Kata Vina menimpali.

“ Ok Vin. Jangan lupa untuk menghubungiku jika ada pasien yang perlu penanganan khusus ya.” Timpalnya kembali

“ Ya dok. Eh ada titipan dari teman-teman aktifitis PMI untuk keluarga dolter Royyan. Sekalian salam tuk mereka ya.

“ Terima kasih Vin “

++++++

Hari sudah bergulir melewati setengahnya. Dengan langkahnya yang anggun Dokter Tata melangkah menuju rumah bercat biru di depannya. Setelah terguncang 6 jam lebih di jalanan, akhirnya dia sampai di rumah bercat biru tersebut. Dua pasang tangan menyambut kehadirannya. Terlihat dua pasang bola mata berkaca-kaca menerima kehadirannya.

Setelah beristirahat sekitar sejam, dengan diantar keluarga Dokter Royyan, Tata melangkahkan kaki ke arah pemakaman umum yang berjarak sepandangan lapangan bola tersebut. Langkah penuh keharuan mengiringi awan duka yang masih tersaput di wajah-wajah terkasih dokter Royyan.

Dokter Tata dengan gaun dan kerudung hitamnya tampak menggenggam secarik kertas yang ditaruh di samping buku do’a yang dibawanya. Sementara ibu-bapak dokter Royyan datang sambil membawa dua buah kitab suci yang selalu mereka bawa saat ke makam untuk mendoakan kakek-nenek Dokter Royyan.

Sesampainya di makam, mereka bergantian menaburkan bunga dan menyiramkan air bunga yang mereka bawa. Tak lama mereka terpekur dalam kebisuan. Bibir berhias do’a dan lantunan ayat suci mengiringi kebisuan itu. Khusyu’ dan syahdu terasa di antara mereka bertiga. Derak angin yang lembut menyapa mensyahdukan suasana makam. Mataharipun seakan ikut larut dalam alunan do’a mereka hingga sesekali dia tersembunyi di balik gumpalan awan. Tak ada tangis. Tak ada air mata. Hanya keheningan yang menemani mereka.

Dokter Tata berdiri, setelah melihat Pak Tedi dan istrinya selesai berdo’a. Bertiga mereka meninggalkan komplek pemakaman tersebut. Langkah mereka semakin tegar dibandingkan saat mereka mengantarkan Royyan untuk terakhir kalinya. Langkah baru penuh harapan untuk melanjutkan perjuangan yang tak pernah Usai. Dalam langkah Tata ada tekad baru. Langkah-langkah penuh cinta yang diperuntukkan bagi Nisyata Royyan Terkasih.

Di sini kau terlahir
Di sini pula kau berakhir
Untuk menemui takdir akhir
Hembusan nafas terakhir

Di sini aku berjanji untukmu bintangku
Kujatuhkan diriku di medan juangmu
Tuk lanjutkan rintisan langkahmu
Agar tak berakhir sendu

Pergimu sinari langkahku
Nafasmu orkestrasi nafasku
Kata bijakmu hangati jiwaku
Tuk teruskan langkah sucimu

Takkan akhir langkahmu
Meski nafasmu tak temani ragaku
Takkan henti semangatmu
Meski detak jantungmu tlah membeku

Kutautkan langkahmu dengan langkahku
Kurengkuh jiwamu dalam jiwaku
Untuk selalu hidup di jalan pilihanmu
Agar tak henti karena pergimu
 Karena akulah penerusmu tuk sinari sesamamu

——–
 
Kolaborasi : Agung Hariyadi + Amelia Retnowati no.  195
NB : Untuk membaca hasil karya para peserta Malam Prosa Kolaborasi yang lain maka dipersilahkan berkunjung ke sini : Hasil Karya Malam Prosa Kolaborasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...