Banyuwangi Ethno Carnival. TEMPO/ Ika Ningtyas |
Hari sabtu kemarin tanggal 22 oktober 2011, Kabupaten Banyuwangi menggelar hajatan karnaval budaya-nya yang pertama. Karnaval yang diberi nama " Banyuwangi Etno Carnival " merupakan karnaval yang bertujuan menganggkat seni budaya Banyuwangi dengan kemasan kontemporer. Pada acara tersebut, para peserta bebas memodifikasi pakaian yang bertema 3 kesenian yang berkembang di Banyuwangi. Ketiga kesenian tersebut adalah Gandrung, Damarwulan dan Kundaran.
Pemkab Banyuwangi mengadakan event ini selain untuk melestarikan budaya asli Banyuwangi, juga bertujuan untuk meningkatkan jumlah arus kunjungan wisatawan ke Banyuwangi. Berkaca dari keberhasilan Jember Fashion Carnival yang telah berlangsung selama 10 tahun, Pemkab Banyuwangi menggandeng EO JFC yang dipimpin Dynand Fariz sebagai konsultan acara tersebut untuk selama 3 tahun.
liputan6.com |
Meski dibayangi pro dan kontra dari sejumlah pegiat seni Osing baik yang tinggal di Banyuwangi maupun yang menetap di sejumlah kota, acara ini akhirnya tetap berjalan. Acara yang dimulai pukul 12.30 tersebut sukses menampilkan 420 kontestan yang terbagi dalam 3 katageri.
Dalam sambutannya Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menyatakan even karnaval ini digagas untuk menjembatani kesenian tradisonal dan modern supaya bisa lebih diterima oleh kalangan internasional. Anas berharap kedepannya even ini mampu mengkreasi kesenian Banyuwangi dengan landasan ketiga kesenian yang menjadi basic acara ini diadakan.
Namun, kata Bupati, konsep BEC berbeda dengan JFC. BEC, jelas dia, berakar dari kesenian tradisional yang tidak dimiliki oleh Jember. "Konsep BEC memadukan antara kreasi kostum dan gerak tari," katanya seperti dikutip dari Tempo interaktif.
Acara kemarin dibuka oleh pagelaran tarian gandrung Banyuwangi. Tarian ini menurut sejarahnya dalah tarian yang dikreasi dan diciptakan sebagai wujud perlawan rakyat Blambangan/Banyuwangi dalam melawan penjajahan Belanda. Pada acara pembukaan tersebut, penari yang tampil sejumlah 119 orang dari berbagai kalangan, mulai dari kalangan pelajar sampai dengan para penari senior. Kostum kreasi mereka didominasi warna hitam dan merah.
Setelah penari gandrung, di belakangnya menyusul penampilan kesenian damarwulan atau disebut juga jinggoan. Kesenian ini merupakan adaptasi dari epos cerita " Minak Djinggo Vs Damarwulan " Yang berkembang di tengah-tengah masyarakat Banyuwangi. Pada barisan ini warna pakaian kreasi peserta di dominasi warna biru, merah dan Hitam.
Sementara di barisan terkahir adalah kesenian kanduran. Kesenian ini berkembang bersamaan masuknya ajaran islam ke Bumi Blambangan. Pada awalnya para penari kanduran adalah pria, namun seiring berjalannya waktu, tarian ini dibawakan dengan apiknya oleh kaum wanita.
Untuk peserta, panitia melakukan seleksi dari berbagai sekolah dan instansi yang ada di Banyuwangi. Setelah peserta berhasil lolos seleksi, acara dilanjutkan dengan workshop dari panitia. Para peserta yang tampil rata-rata butuh waktu 2-3 minggu untuk mengkreasi costum yang mereka pakai di acara karnaval budaya pertama tersebut.
Sayangnya pada acara ini, nuansa yang tampil masih tak jauh beda dengan carnaval yang ada di kabupaten Jember yakni Jember Fashion Carnival. Ini mungkin tak lepas karena penunjukan Dynand Fariz sebagai konsultan untuk event ini. Penunjukannya juga tak lepas untuk memberikan pengajaran dan berbagi pengalaman dengan EO lokal yang nantinya akan menangani event ini. Karena itulah penunjukan Dynand Fariz hanya untuk 3 tahun pertama saja, setelah itu event ini akan ditangani sendiri oleh panitia lokal yang lebih bisa memahami tradisi dan budaya Banyuwangi lebih baik.
Semoga ke depannya acara yang bertujuan untuk menjaring kunjungan wisata ke Banyuwangi tersebut semakin baik penataannya. Panitia dan peserta semakin profesional sehingga nantinya akan memunculkan kreasi-kreasi yang lebih baik lagi ke depannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar