Rabu, 16 Februari 2011

Resensi ” Kidung Shalawat Zaki & Zulfa “

Mungkin beberapa orang teman yang hoby membaca novel karya novelis anak bangsa sudah paham dan sudah membaca novel terbaru karya Taufiqurrohman Al Azizy yang berjudul Kidung Shalawat Zaki & Zulfa karena launching novel ini sudah lebih 2 bulan yang lalu. Namun pasti ada beberapa orang teman yang belum membacanya, terutama mungkin teman-teman yang lebih suka membaca best seller penulis manca seperti Dan Brown, Sidney Sheldon dan penulis top lainnya. Jadi tak ada salahnya meski agak telat saya coba mereferensikan buku karya penulis yang satu ini.

Kidung Shalawat Zaki & Zulfa bercerita tentang proses perjodohan dua orang kiai yang bersahabat baik sejak mereka berdua menuntut ilmu di pesantren terkenal di Jawa Timur. Sewaktu masih bujang, Kedua kiai tersebut berjanji untuk menjodohkan putra-putri mereka jika nanti mereka mempunyai anak laki-laki dan perempuan. Dan pada akhirnya memang kedua kia tersebut mempunyai anak lelaki dan perempuan. Sesuai janji mereka terdahulu, maka ketika putra-putri mereka dewasa dan menginjak usia 22 tahun akhirnya tali perjodohan itu dilakukan.

Zaki nama lengkapnya Zaki Ahmad Rayhan yang merupakan putra tunggal kiai Masduqi, seorang pemuda tampan yang taat dalam ajaran agamanya. Dia sejak kecil terbiasa hidup dilingkungan pesantren yang dikelola ayahnya dalam suasana kesederhanaan dan jauh dari kesan manja. Sejak kecil dia tumbuh dan belajar semua ilmu bersama para santri ayahnya yang berasal dari keluarga kurang mampu yang berada disekitar lingkungan pesantrennya. Maka tak heran jika Zaki dalam hidupnya sangat bersahaja dan memiliki budi pekerti yang sangat halus dan jiwa welas asih.

Sementara Zulfa Khawra Zahra merupakan putri tunggal dari kiai Ahmad dan Nyai Nilam seorang pengasuh pondok pesantren besar yang sangat berpengaruh di kotanya. Dalam perjalanan hidupnya gadis cantik banyak belajar di pesantren ayahnya yang seringkali dikunjungi oleh pejabat dan pengusaha serta politikus dari Jakarta. Karena kedekatan orang tuanyalah, maka perkembangan pesantren kiai Ahmad sangat pesat terutama dengan adanya bantuan dari pejabat dan pengusaha yang sering meminta bantuan do’a Kiai Ahmad. Hal ini juga sangat mempengaruhi kehidupan Zulfa dalam bergaul. Karena dia terbiasa bergaul dengan para santri ayahnya yang berasal dari kalangan berada.

Karena kecantikan wajahnya Zulfa sangat disayangi oleh Kiai Ahmad dan para santri pesantrennya. Salah seorang dari santri kiai Ahmad yang bernama Dimas jatuh hati kepada Zulfa, meski dia tahu kalau sedari kecil orang tua Zulfa telah terikat janji mau menjodohkan anaknya dengan putra Kiai Masduqi. Berlatar belakang sebagai putra seorang pengusaha kaya asal Jakarta yang sangat berpengaruh, membuat Dimas tak patah arang untuk mendapatkan cinta Zulfa. Meski dia tahu hari pertunangan Zaki-Zulfa sudah dekat.

Saat acara pertunangan Zaki-Zulfa diadakan, Dimas dengan pandainya bersandiwara seolah-olah mendukung pertunangan tersebut. Meski dalam hati kecilnya Dimas tak rela jika Zulfa nantinya berjodoh dengan Zaki. Dimas merupakan orang yang memperkenalkan Zulfa pada dunia modelling dan sering menemani Zulfa saat ada sesi pemotretan di Jakarta.

Setelah acara pertunangan Zaki-Zulfa diadakan, Dimas merencanakan suatu perbuatan keji untuk menyingkirkan Zaki dari kehidupan Zulfa. Selain dengan caranya sendiri, Dimas juga mendapat bantuan dari ayahnya yang terus menteror keluarga Kiai Masduqi dan para santrinya agar mau menjual pesantren mereka untuk dijadikan proyek pertokoan mewah.

Karena begitu banyaknya intrik dan fitnah yang menjadi batu ujian cinta Zaki-Zulfa akhirnya membawa korban meninggalnya Kiai Masduqi dalam suatu kecelakaan. Sementara Zaki sendiri terjebak fitnah keji yang membuatnya menjadi pesakitan di Jakarta. Sementara warga sekitar pondoknya tak luput jadi korban pula, karena ternyata ayah Dimas yang bernama Handoko menggunakan koneksinya di kekuasaan untuk menggusur rumah warga sekitar pesantren termasuk juga pesantren Kiai Masduqi.

Novel ini mengisahkan pertentangan metode pengajaran kedua kiai yang sejak menuntut ilmu bersahabat baik Yang satu Kiai Masduqi tetap berpedoman pada prinsipnya untuk mengajar dan berdakwah dengan jalannya untuk lebih dekat dengan kalangan yang kurang mampu. Sementara di sisi lain, Kiai Ahmad memilih berdakwah menurut metode yang dianggapnya benar dengan memanfaatkan kedekatannya dengan kalangan pengusaha sukes dan penguasa di Jakarta. Dialog-dialog yang sangat enak untuk dinikmati dan juga alurnya yang mengalir begitu runut membuat pembaca sangat mudah mencerna pesan yang terkandung dalam detail alur ceritanya.

Novel ” Kidung Shalawat Zaki & Zulfa ” merupakan novel kedelapan dari penulis Taufiqurrohman Al Azizy. Karya-karyanya selalu menjadi best seller untuk para penulis dalam negeri. Karya-karyanya antara lain Trilogi Makrifat Cinta ( Syahadat Cinta-2006, Musafir Cinta-2007 dan Makrifat Cinta ) Kitab Cinta Yusuf - Zulaikha ( 2007 ), Munajat Cinta ( 2009 ), Jangan Biarkan Surau Ini Roboh ( 2009 ) dan Sahara Nainawa ( 2009 ) semuanya diproduksi oleh Diva Pers Jogjakarta.

Semoga resensi buku tersebut bisa menjadikan kita untuk menoleh ke karya-karya penulis dalam negeri yang ternyata juga tak kalah bagusnya dengan penulis luar.

Denpasar, 14022011.0008

Masopu

1 komentar:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...