Saat bait-bait samudra menyapa kerasnya karang
Saat buih berdansa dalam desahan bayu
Tamparan pasir putih menghantam nurani yang tengah layu
Tersapu ego tiuapkan pilu
——-
Tangis hati terarak mesra
Selaras kepak bangau menjauh pergi
Saat biru samudra tercampur anyir nanah
Membunuh hasrat kubur selera
——-
Sementara aku terpasung bisu
Menangis ego tergagap kelu
Saat lidahku semakin ngilu
Tak mampu merapal mantra suciku
Yang selalu runtuhkanmu
Dalam berondongan dogma palsuku
————-
Aku mual
Hatikupun sebak
Merutuki ketololan yang masih membumi
Dalam denyutan nadi
———
Aku muak
Lakuku telah seperti alim cendekia
Yang selalu terjaga langkah
Sementara aku hanya durjana
Yang bersembunyi di balik jubah domba
———
Aku kecewa
Saat aku tersadar rasa
Ternyata aku hanyalah pembual belaka
Menjual kebodohan bertameng semerbak kata
Yang ternyata menipu jiwaku yang melara
——–
Aku terluka
Kala durjanaku membuatmu lara
Dalam kepedihan kata tak mampu kau bantah
Meski telah kau coba menyela
Karena aku hanyalah durjana bermuka cendekia
Yang meracunimu dengan kepalsuan kata
——–
Denpasar, 21042011.0210
Note : Maaf jika kata pernah tersilaf lidah
- Rasa tersilaf amarah
- Amarah tersilaf nurani
- Beriku maafmu, agar damai jiwaku yang tengah melara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar