Aku duduk termangu di sudut ruangan itu. Takzim menikmati petuah-petuah yang mengalir lembut ke sanubariku. 6 tahun lebih aku merindukan hal ini. Karena kuliah di luar kota, memaksaku meninggalkan kebiasaanku yang telah kunikmati sejak masih duduk di bangku SMA. Kini aku telah bisa menikmatinya lagi.
Setelah lebih dari sejam berlalu, dahagakupun terobati. Acara telah berakhir. Dengan tenang aku melangkah keluar bangunan itu. Hari telah beranjak siang, saat aku menikmati indahnya jalanan pulang ke rumah dengan naik bus kota. Selama aku tinggalkan kota ini telah berubah banyak sekali. Jalanan makin bersih dan asri berhias aneka kembang. Kiri kanan jalan berhias gedung-gedung indah nan artistik dan tertata rapi, tiada kesan kumuh seperti dulu.
Akhirnya aku sampai di tujuanku. Saat turun pandangan mataku tertuju pada sesosok berjilbab biru yang turun barengan dari bus kota tadi. Dia berjalan dengan pandangan tertunduk dan terus searah dengan jalan yang ku lalui. ” Ah siapakah dia” gumamku dalam hati.
Tanpa kusadari langkahku telah terlalu jauh melewati rumah. Saat tersadar, ternyata wanita berjilbab itu telah hilang dari pandanganku. Aku celingukan mencarinya. Mataku kembali menangkap bayangan kerudung birunya. Dia sedang berada di teras sebuah rumah sederhana di temani beberapa anak kecil yang riang bernyanyi dan bergurau. ” Ah siapakah dia sebenarnya ” gumamku lagi sambil berlalu pergi dari tempat itu.
+++
Waktu terus berlalu, tiada terasa sudah 6 bulan sejak pandangan itu. Kini aku telah mengenalnya. Cinta namanya. Bahkan setelah aktifitasku, seringkali aku membantu dia mengajar anak-anak kecil di lingkunganku untuk belajar mengaji dan juga belajar pengetahuan umum.
Aku sempat heran saat beberapa kali aku melihat pandangan mata yang seakan mencibir kedekatanku dengannya. Semakin hari pandangan itu semakin terlihat penuh kedengkian. Entahlah apa penyebab semua itu, aku tak tahu dan tak mau tahu. Bagiku itu tak ada hubungannya denganku.
” Ar kita mampi ke cafe itu dulu yuk, aku haus nih! ” Pinta Cinta.
” Boleh ” Jawabku sambil membelokkan arah kakiku ke Cafe yang ditunjuk oleh Cinta. Sementara Cinta mengiringiku dari samping kiri.
Saat aku dan Cinta melangkah masuk, beberapa kali kulihat padang mata nakal terus mengawasi gerakan Cinta. Entah kenapa aku semakin risih melihat pandangan yang terasa mencibir dan menghakiminya, meski aku tak tahu apa sebab itu semua.
Tak lama setelah aku duduk, datang seorang waitress cowok menghampiri kami. Kembali aku lihat pandangan genit dan menghina dari waitress tersebut. Aku ingin marah, tapi aku tahan saat melihat Cinta malah cuek gak memperhatikan sama sekali. Segera aku pesan orange juice untukku dan ternyata Cinta juga pesan hal yang sama. Tak lama minuman kami datang diantar sang waitress yang masih tetap dengan pandangan genit terhadap Cinta.
Setelah lumayan lama kami duduk dan beristirahat di cafe tersebut, akhirnya Cinta mengajakku untuk pulang. Segera aku memanggil waitress tersebut dan menyerahkan uang untuk membayar minuman kami tadi.
” Ar ini surat dariku, kamu bacanya ntar di rumah ya. Jangan baca di sini.” kata Cinta sambil menyodorkan sepucuk surat beramplop biru kepadaku.
” Surat apa ni Cin? “
” Sudah gak usah nanya, kamu baca dirumah saja ya.” Kata Cinta seraya beranjak pergi.
————
Tuk Arya
Assalamualaikum
Sebelumnya aku minta maaf karena aku harus memberi tahumu tentang aku lewat sepucuk surat ini. Sebenarnya aku ingin berkata langsung terhadapmu, tapi lidahku terasa kelu untuk ungkapkannya.
Arya, sebelum hubungan kita terlanjur jauh, aku ingin berterus terang terhadapmu.
5 tahun yang lalu aku datang ke kota ini untuk kuliah. Dengan wajah cantik dan kepolosanku aku datang ke kota ini. Awalnya semua lancar, tapi begitu menginjak semester kedua, ada kejadian yang membuatku terpuruk. Aku dijual pacarku sendiri ke om-om girang. Dan sejak saat itu aku berpindah dari om yang satu ke om yang lainnya.
Saat aku putus dengan pacarku, aku sudah terbiasa dengan kehidupanku tersebut. Sehingga aku tak bisa keluar dari jerat lembah hitam tersebut. Apalagi saat itu namaku begitu terkenal sebagai wanita panggilan kelas atas yang sering disewa om-om dari jakarta. Dari kehidupan itu aku bisa menikmati enaknya tinggal di apartemen di seberang rumahmu, kemana-mana naik mobil mewah dan sebagainya.
Menginjak tahun ketiga aku di sini, petaka itu datang. Suatu hari aku sakit. Setelah diperiksa dokter ternyata aku positif HIV. Aku hancur saat itu. Tapi aku terus mencoba check ke beberapa rumah sakit di kota lain dan hasilnya sama.
Selama hampir satu bulan aku jarang keluar rumah. Makan dan mandipun malas. Aku banyak merenung. Sampailah aku pada suatu kesimpulan bahwa itu adalah peringatan Tuhan terhadapku yang telah jauh terjerumus.
Dengan keyakinan penuh aku bernadzar, seandainya Tuhan masih memberiku kesempatan untuk sembuh. Maka aku akan mengorbankan sisa hidupku untuk menolong anak-anak kecil disekitarku tinggal. Alhamdulillah setelah mencoba berbagai macam pengobatan alternatif, setahun yang lalu dokter menyatakan aku sembuh. Mereka heran kok bisa aku sembuh. Karena aku tidak percaya dengan hasil test di RS tersebut, aku mencoba ke RS lain dan ternyata benar, aku sudah sembuh.
Sesuai dengan janjiku, maka aku putuskan untuk memulai langkah baru hidupku dari sini. Karena di sini orang lebih mengenalku sebagai wanita panggilan. Aku ingin menguji keteguhan tekadku untuk sembuh. Awalnya memang berat, apalagi saat pandangan mata mencibir selalu terarah kepadaku.
Ar itulah sekelumit kisah kelamku. Aku minta kau pikirkan lagi keseriusanmu untuk berhubungan denganku. Aku tahu siapa keluargamu. Aku merasa tak pantas mendapatkanmu. Aku ingin kamu mendapatkan yang lebih baik dariku.
Wassalam
Cinta
—————-
” Umi aku mau nanya boleh gak Mi? ” Tanyaku pada ibu yang sedang duduk sambil menunggu sayur yang sedang dihangatkan untuk makan malam.
” Nanya opo to le? “
” Mi jika aku menikah dengan mantan wanita panggilan, Umi ijinin gak ?”
” Le Umi gak akan memilih-milihkan calon istri untukmu. Siapapun dia, apapun latar belakangnya Umi dan Abi akan setujui kok le. Asal dia memang sudah berubah lebih baik.”
” Kalau aku menikah dengan Cinta gimana Mi? ” Tanyaku
” La anak itu kan sudah sadar le. Sekarang dia sudah menjadi wanita baik-baik. Ya gak apa-apa to.”
” Benar Abi gak apa-apa Mi?”
” Le dua hari yang lalu Umi sudah ngobrol sama Abi masalahmu dan Cinta. Kami gak ingin ada fitnah. Dan Abimu setuju tuh untuk segera menikahkanmu dengan Cinta “
” Terima kasih Umi” jawabku sambil mencium pipi Umi yang sudah mulai mengeriput.
———
” Saya terima nikahnya Cinta Febrianti Binti Umar dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai ” Jawabku dengan tangan kanan masih bersalaman dengan tangan pak penghulu.
” Bagaimana saksi, Sah” Tanya pak penghulu sambil menoleh ke 2 orang saksi yang hadi di samping Aku dan Cinta.
” Sah… Sah….” Kata kedua saksi tersebut berbarengan.
Setelah pembacaan do’a nikah yang dilakukan oleh Abi, pak penghulu dan beberapa kerabat yang hadir di masjid tersebut bergantian mengucapkan sselamat dan bersalaman dengan kami.
” Cinta akhirnya resmi juga kita jadi suami-istri ya. Mulai sekarang kita hadapi bersama semua cibiran dan hinaan mereka terhadapmu bersama. Aku akan selalu menjagamu. Aku bahagia Cinta” Kataku sambil memeluknya.
” Terima kasih mas Arya. Aku terharu dan tersanjung kau mau menikahi aku yang telah berlumur dosa ini. Aku berjanji untuk tidak terjerumus lagi. Aku Cinta kamu mas.” Jawab Cinta sambil berkaca-kaca matanya.
——–
Denpasar, 22042011.1940
Masopu
Setelah lebih dari sejam berlalu, dahagakupun terobati. Acara telah berakhir. Dengan tenang aku melangkah keluar bangunan itu. Hari telah beranjak siang, saat aku menikmati indahnya jalanan pulang ke rumah dengan naik bus kota. Selama aku tinggalkan kota ini telah berubah banyak sekali. Jalanan makin bersih dan asri berhias aneka kembang. Kiri kanan jalan berhias gedung-gedung indah nan artistik dan tertata rapi, tiada kesan kumuh seperti dulu.
Akhirnya aku sampai di tujuanku. Saat turun pandangan mataku tertuju pada sesosok berjilbab biru yang turun barengan dari bus kota tadi. Dia berjalan dengan pandangan tertunduk dan terus searah dengan jalan yang ku lalui. ” Ah siapakah dia” gumamku dalam hati.
Tanpa kusadari langkahku telah terlalu jauh melewati rumah. Saat tersadar, ternyata wanita berjilbab itu telah hilang dari pandanganku. Aku celingukan mencarinya. Mataku kembali menangkap bayangan kerudung birunya. Dia sedang berada di teras sebuah rumah sederhana di temani beberapa anak kecil yang riang bernyanyi dan bergurau. ” Ah siapakah dia sebenarnya ” gumamku lagi sambil berlalu pergi dari tempat itu.
+++
Waktu terus berlalu, tiada terasa sudah 6 bulan sejak pandangan itu. Kini aku telah mengenalnya. Cinta namanya. Bahkan setelah aktifitasku, seringkali aku membantu dia mengajar anak-anak kecil di lingkunganku untuk belajar mengaji dan juga belajar pengetahuan umum.
Aku sempat heran saat beberapa kali aku melihat pandangan mata yang seakan mencibir kedekatanku dengannya. Semakin hari pandangan itu semakin terlihat penuh kedengkian. Entahlah apa penyebab semua itu, aku tak tahu dan tak mau tahu. Bagiku itu tak ada hubungannya denganku.
” Ar kita mampi ke cafe itu dulu yuk, aku haus nih! ” Pinta Cinta.
” Boleh ” Jawabku sambil membelokkan arah kakiku ke Cafe yang ditunjuk oleh Cinta. Sementara Cinta mengiringiku dari samping kiri.
Saat aku dan Cinta melangkah masuk, beberapa kali kulihat padang mata nakal terus mengawasi gerakan Cinta. Entah kenapa aku semakin risih melihat pandangan yang terasa mencibir dan menghakiminya, meski aku tak tahu apa sebab itu semua.
Tak lama setelah aku duduk, datang seorang waitress cowok menghampiri kami. Kembali aku lihat pandangan genit dan menghina dari waitress tersebut. Aku ingin marah, tapi aku tahan saat melihat Cinta malah cuek gak memperhatikan sama sekali. Segera aku pesan orange juice untukku dan ternyata Cinta juga pesan hal yang sama. Tak lama minuman kami datang diantar sang waitress yang masih tetap dengan pandangan genit terhadap Cinta.
Setelah lumayan lama kami duduk dan beristirahat di cafe tersebut, akhirnya Cinta mengajakku untuk pulang. Segera aku memanggil waitress tersebut dan menyerahkan uang untuk membayar minuman kami tadi.
” Ar ini surat dariku, kamu bacanya ntar di rumah ya. Jangan baca di sini.” kata Cinta sambil menyodorkan sepucuk surat beramplop biru kepadaku.
” Surat apa ni Cin? “
” Sudah gak usah nanya, kamu baca dirumah saja ya.” Kata Cinta seraya beranjak pergi.
————
Tuk Arya
Assalamualaikum
Sebelumnya aku minta maaf karena aku harus memberi tahumu tentang aku lewat sepucuk surat ini. Sebenarnya aku ingin berkata langsung terhadapmu, tapi lidahku terasa kelu untuk ungkapkannya.
Arya, sebelum hubungan kita terlanjur jauh, aku ingin berterus terang terhadapmu.
5 tahun yang lalu aku datang ke kota ini untuk kuliah. Dengan wajah cantik dan kepolosanku aku datang ke kota ini. Awalnya semua lancar, tapi begitu menginjak semester kedua, ada kejadian yang membuatku terpuruk. Aku dijual pacarku sendiri ke om-om girang. Dan sejak saat itu aku berpindah dari om yang satu ke om yang lainnya.
Saat aku putus dengan pacarku, aku sudah terbiasa dengan kehidupanku tersebut. Sehingga aku tak bisa keluar dari jerat lembah hitam tersebut. Apalagi saat itu namaku begitu terkenal sebagai wanita panggilan kelas atas yang sering disewa om-om dari jakarta. Dari kehidupan itu aku bisa menikmati enaknya tinggal di apartemen di seberang rumahmu, kemana-mana naik mobil mewah dan sebagainya.
Menginjak tahun ketiga aku di sini, petaka itu datang. Suatu hari aku sakit. Setelah diperiksa dokter ternyata aku positif HIV. Aku hancur saat itu. Tapi aku terus mencoba check ke beberapa rumah sakit di kota lain dan hasilnya sama.
Selama hampir satu bulan aku jarang keluar rumah. Makan dan mandipun malas. Aku banyak merenung. Sampailah aku pada suatu kesimpulan bahwa itu adalah peringatan Tuhan terhadapku yang telah jauh terjerumus.
Dengan keyakinan penuh aku bernadzar, seandainya Tuhan masih memberiku kesempatan untuk sembuh. Maka aku akan mengorbankan sisa hidupku untuk menolong anak-anak kecil disekitarku tinggal. Alhamdulillah setelah mencoba berbagai macam pengobatan alternatif, setahun yang lalu dokter menyatakan aku sembuh. Mereka heran kok bisa aku sembuh. Karena aku tidak percaya dengan hasil test di RS tersebut, aku mencoba ke RS lain dan ternyata benar, aku sudah sembuh.
Sesuai dengan janjiku, maka aku putuskan untuk memulai langkah baru hidupku dari sini. Karena di sini orang lebih mengenalku sebagai wanita panggilan. Aku ingin menguji keteguhan tekadku untuk sembuh. Awalnya memang berat, apalagi saat pandangan mata mencibir selalu terarah kepadaku.
Ar itulah sekelumit kisah kelamku. Aku minta kau pikirkan lagi keseriusanmu untuk berhubungan denganku. Aku tahu siapa keluargamu. Aku merasa tak pantas mendapatkanmu. Aku ingin kamu mendapatkan yang lebih baik dariku.
Wassalam
Cinta
—————-
” Umi aku mau nanya boleh gak Mi? ” Tanyaku pada ibu yang sedang duduk sambil menunggu sayur yang sedang dihangatkan untuk makan malam.
” Nanya opo to le? “
” Mi jika aku menikah dengan mantan wanita panggilan, Umi ijinin gak ?”
” Le Umi gak akan memilih-milihkan calon istri untukmu. Siapapun dia, apapun latar belakangnya Umi dan Abi akan setujui kok le. Asal dia memang sudah berubah lebih baik.”
” Kalau aku menikah dengan Cinta gimana Mi? ” Tanyaku
” La anak itu kan sudah sadar le. Sekarang dia sudah menjadi wanita baik-baik. Ya gak apa-apa to.”
” Benar Abi gak apa-apa Mi?”
” Le dua hari yang lalu Umi sudah ngobrol sama Abi masalahmu dan Cinta. Kami gak ingin ada fitnah. Dan Abimu setuju tuh untuk segera menikahkanmu dengan Cinta “
” Terima kasih Umi” jawabku sambil mencium pipi Umi yang sudah mulai mengeriput.
———
” Saya terima nikahnya Cinta Febrianti Binti Umar dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai ” Jawabku dengan tangan kanan masih bersalaman dengan tangan pak penghulu.
” Bagaimana saksi, Sah” Tanya pak penghulu sambil menoleh ke 2 orang saksi yang hadi di samping Aku dan Cinta.
” Sah… Sah….” Kata kedua saksi tersebut berbarengan.
Setelah pembacaan do’a nikah yang dilakukan oleh Abi, pak penghulu dan beberapa kerabat yang hadir di masjid tersebut bergantian mengucapkan sselamat dan bersalaman dengan kami.
” Cinta akhirnya resmi juga kita jadi suami-istri ya. Mulai sekarang kita hadapi bersama semua cibiran dan hinaan mereka terhadapmu bersama. Aku akan selalu menjagamu. Aku bahagia Cinta” Kataku sambil memeluknya.
” Terima kasih mas Arya. Aku terharu dan tersanjung kau mau menikahi aku yang telah berlumur dosa ini. Aku berjanji untuk tidak terjerumus lagi. Aku Cinta kamu mas.” Jawab Cinta sambil berkaca-kaca matanya.
——–
Denpasar, 22042011.1940
Masopu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar