http://penabuluan.multiply.com/journal/item/597/Lena_Lena |
Matahari sore baru saja menyapa mayapada, setelah sejak pagi bersembunyi di balik awan. Pelataran masjid yang baru saja sepi ditinggalkan jamaah sholat ashar kembali ramai oleh sekumpulan ibu-ibu yang datang dengan suaranya yang berisik. Pak Kiai dan Xixi yang sedang mengawasi anak-anak TPQ belajar membaca Al Qur'an hanya mengira jika itu suara orang-orang sedang lewat di dekat masjid.
" Pecat pelacur " teriak seorang ibu-ibu dari halaman masjid.
" Kami tidak ingin anak kami diajar mengaji oleh seorang pelacur " Sahut suara yang lain.
" Keluarkan dia. Haram hukumnya wanita panggilan menjadi pengajar. Mau dijadikan apa anak-anak kami " suara yang lain menimpali.
Pak Kiai dan Xixi yang berada di dalam ruangan terkejut mendengar suara-suara hujatan yang terlontar dari mulut ibu-ibu di depan masjid. Sejenak mereka melihat aksi tersebut dari balik cendela ruang kelas TPQ. Begitu melihat mereka yang berteriak sambil membawa beberapa spanduk kertas, keduanya segera keluar ruangan.
" Pak Kiai kenapa dia mengajar anak-anak kami? " tanya seorang ibu bertubuh tambun dengan kerudung hitam menghiasi kepalanya. Api amarah terlihat jelas membayang di wajahnya. Matanya liar menatap ke arah Xixi. Dipandanginya wanita muda tersebut dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tubuhnya yang telah tertutup baju gamis berwarna krem terlihat anggun, namun tidak di mata ibu-ibu yang tengah diamuk amarah tersebut.
" Kami tak ingin wanita ini meracuni pola pikir anak-anak dengan tingkah lakunya yang tak terpuji. " sambung seorang ibu muda yang lainnya sambil mengayunkan tangannya yang memegang spanduk kertas ke arah Xixi. Melihat hal itu, Xixi reflek menggeser tubuhnya ke samping. Kibasan spanduk tersebut hanya menerpa ruang kosong.
" Ibu-ibu ada apa ini kok tiba-tiba datang marah-marah begini? " tanya pak Kiai mencoba menenangkan mereka. " Ibu-ibu sekalian marah dengan pengangkatan nak Xixi sebagai tenaga pengajar di sini. " tanya pak Kiai lagi.
" Iya pak Kiai. Kami tidak setuju dengan penunjukannya. Kenapa pak Kiai mengangkat seorang pelacur yang sudah terjangkit penyakit terkutuk untuk mengajar anak-anak kami. Kami tidak rela pak Kiai. " kembali si ibu bertubuh tambun menimpali kata-kata paki Kiai.
" Ibu-ibu sekalian, sebelumnya saya minta maaf karena tidak memberitahukan hal ini kepada kalian semua. Tapi ada satu hal yang ibu-ibu sekalian tidak ketahui tentang nak Xixi dan penyakitnya. Dia sudah bertaubat dan saya sendiri yang membimbingnya waktu itu. Tentang penyakitnya, ibu-ibu sekalian tidak usah khawatir anak-anak ibu akan tertular karena penyakitnya hanya menular lewat media tertentu. Tidak melalui persinggungan tangan ataupun kulit. " kata pak Kiai menjelaskan.
Setelah berhenti sejenak, kemudian pak Kiai kembali menjelaskan semuanya. Mulai dari peristiwa taubatnya Xixi. Pengakuan dia tentang dirinya yang mengidap virus HIV. Usahanya untuk memperbaiki hidupnya yang sempat terpuruk dalam lembah kehinaan. Aktiftasnya setelah menyatakan bertaubat seperti menjadi pembicara tentang penaggulangan HIV/AIDS, berperan aktif dalam kampanye anti human traficking serta berusaha mengobati dirinya yang terjangkit HIV. Dan yang terpenting Xixi terus belajar mendalami ajaran agama yang sempat ditinggalkannya. Mulai belajar sama pak Kiai sendiri sampai ke beberapa orang kiai yang lainnya. Dan terakhir adalah keinginannya untuk mengisi sisa waktunya dengan hal-hal yang bermanfaat yakni membantu mengajar anak-anak belajar membaca Al Qur'an.
Ibu-ibu yang datang dengan muka penuh kebencian hanya mendengarkan semua penjelasan dari pak Kiai dengan seksama. Mereka tak berani membantah semua penjelasan yang beliau sampaikan. Hanya kasak-kusuk kecil yang terdengar dari bibir mereka.
" Ibu-ibu sekalian, Nak Xixi sudah bertekad akan memperbaiki hidupnya. Dan saya sudah melihat sendiri kebulatan tekadnya untuk melakukan hal itu. Kenapa kita tidak memberi dirinya kesempatan untuk berubah? Seandainya salah seorang di antara kalian yang saat ini berposisi seperti dia, apakah kalian tidak mengharapkan adanya kesempatan ke dua untuk memperbaiki diri? " tanya pak Kiai ketika mengakhiri penjelasannya.
Ibu-ibu yang tadi semangat berteriak menuntut pemberhentian Xixi dari TPQ hanya terdiam. Tak ada kata-kata yang keluar dari bibir mereka. Saling tatap antar mereka yang terjadi.
" Tapi apakah hal itu tidak mencederai kesucian masjid ini pak Kiai? " tanya seorang Ibu dengan raut muka yang masih menahan kesal.
" Yang mencederai kesucian masjid ini, yang mencederai kesucian ajaran agama ALLAH ini bukanlah kejadian yang terjadi di masa lalu, saat kita sedang terjerumus. Tapi kejadian-kejadian yang sengaja kita lakukan saat kita sudah tahu. Saat kita sadar bahwa perbuatan kita itu mencederai kesucian ajaran agama kita dan kita tidak bersegera memperbaiki diri. Jika kita terjerumus ke suatu kejahatan dan kita tersadar serta bersegera memperbaikinya dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi, saya rasa kok tidak menciderai ajaran agama. " jawab pak Kiai.
" Tapi apakah pantas seorang mantan pelacur menjadi guru mengaji pak Kiai? " tanya yang lain.
" Pantas tidak pantas kan itu di mata kita manusia, di mata ALLAH adakah kita tahu? Setahu saya semua orang mempunyai kedudukan yang sama di mata ALLAH, yang membedakan hanyalah tingkat keimanannya. Apakah ada jaminan kita yang tidak pernah terejrumus dalam lembah hitam seperti nak Xixi ini akan lebih bertaqwa dibandingkan dia? Adakah jaminan itu? " tanya pak Kiai sambil melihat ke arah ibu-ibu tersebut secara bergantian.
Pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh pak Kiai mengena banget pada mereka. Kembali mereka saling pandang tak tahu harus berkata apalagi. Wajah-wajah mereka segera tertunduk saat pak Kiai menatap mereka satu persatu.
" Ibu-ibu sebelum saya mengangkat dia menjadi guru di sini, TPQ ini sudah lama tidak ada tenaga pengajarnya. Saat saya tawarkan ke bapak-bapak atau ibu yang berkenan, semua pada menolak. Saat saya ditawari orang, saya test dulu kemampuan baca tulis arabnya, dan ternyata kemampuan mereka kurang memadai. Saat saya kebingungan mencari orang, nak Xixi datang menawarkan diri untuk mengajar anak-anak di sini. Meski saya mengenalnya, saya tetap melakukan test kepadanya. Dan saya rasa kemapuannya cukup memadai untuk membantu anak-anak belajar baca tulis Al Qur'an. Mengenai cacat moral di masa lalunya, itu pula salah satu yang jadi pertimbangan saya. Kenapa saat ada orang ingin berubah lebih baik, kita masih mau menghalang-halanginya. Kenapa tidak kita beri kesempatan untuknya berubah. Sedang Allah saja masih memberinya kesempatan berubah dengan memberinya umur yang lebih, hingga bisa menikmati udara yang sama-sama kita hirup saat ini. Jadi beri kesempatan kepada nak Xixi untuk berubah ya ibu-ibu. Maukan ibu-ibu melakukannya? " pinta pak Kiai.
" Baiklah kalau memang itu sudah jadi pertimbangan pak Kiai. Tapi jika suatu saat nanti dia terbukti belum berubah, maka kami akan tetap menuntut pengunduran dirinya. " jawab ibu yang bertubuh tambun.
" Ibu-ibu sekalian, saya berjanji jika saya tidak berubah saya kan mengundurkan diri secara sukarela. " kata Xixi menyanggupi permintaan ibu-ibu tersebut.
" Nah yang bersangkutan sudah berjanji. Jadi biarkan dia mengajar anak-anak ibu. Saya akan tetap mendampingi mereka selama diajar sama nak Xixi. Sekarang ibu-ibu silahkan kembali ke rumah masing-masing dan percayalah anak-anak ibu akan selalu mendapat bimbingan yang baik. Insya ALLAh. " kata pak kiai menghimbau ibu-ibu untuk pulang ke rumahnya.
Mendengar janji Xixi dan pak Kiai, akhirnya ibu-ibu pun memilih untuk kembali ke rumah masing-masing. Meski masih ada sedikit pertentangan dalam hati mereka, namun demi menghormati pak Kiai akhirnya mereka kemabali. Selepas kepulangan mereka, Xixi dan Pak Kiai kembali melanjutkan proses belajar mengajarnya.
Denpasar, 03022012.0213
Masopu
" Pecat pelacur " teriak seorang ibu-ibu dari halaman masjid.
" Kami tidak ingin anak kami diajar mengaji oleh seorang pelacur " Sahut suara yang lain.
" Keluarkan dia. Haram hukumnya wanita panggilan menjadi pengajar. Mau dijadikan apa anak-anak kami " suara yang lain menimpali.
Pak Kiai dan Xixi yang berada di dalam ruangan terkejut mendengar suara-suara hujatan yang terlontar dari mulut ibu-ibu di depan masjid. Sejenak mereka melihat aksi tersebut dari balik cendela ruang kelas TPQ. Begitu melihat mereka yang berteriak sambil membawa beberapa spanduk kertas, keduanya segera keluar ruangan.
" Pak Kiai kenapa dia mengajar anak-anak kami? " tanya seorang ibu bertubuh tambun dengan kerudung hitam menghiasi kepalanya. Api amarah terlihat jelas membayang di wajahnya. Matanya liar menatap ke arah Xixi. Dipandanginya wanita muda tersebut dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tubuhnya yang telah tertutup baju gamis berwarna krem terlihat anggun, namun tidak di mata ibu-ibu yang tengah diamuk amarah tersebut.
" Kami tak ingin wanita ini meracuni pola pikir anak-anak dengan tingkah lakunya yang tak terpuji. " sambung seorang ibu muda yang lainnya sambil mengayunkan tangannya yang memegang spanduk kertas ke arah Xixi. Melihat hal itu, Xixi reflek menggeser tubuhnya ke samping. Kibasan spanduk tersebut hanya menerpa ruang kosong.
" Ibu-ibu ada apa ini kok tiba-tiba datang marah-marah begini? " tanya pak Kiai mencoba menenangkan mereka. " Ibu-ibu sekalian marah dengan pengangkatan nak Xixi sebagai tenaga pengajar di sini. " tanya pak Kiai lagi.
" Iya pak Kiai. Kami tidak setuju dengan penunjukannya. Kenapa pak Kiai mengangkat seorang pelacur yang sudah terjangkit penyakit terkutuk untuk mengajar anak-anak kami. Kami tidak rela pak Kiai. " kembali si ibu bertubuh tambun menimpali kata-kata paki Kiai.
" Ibu-ibu sekalian, sebelumnya saya minta maaf karena tidak memberitahukan hal ini kepada kalian semua. Tapi ada satu hal yang ibu-ibu sekalian tidak ketahui tentang nak Xixi dan penyakitnya. Dia sudah bertaubat dan saya sendiri yang membimbingnya waktu itu. Tentang penyakitnya, ibu-ibu sekalian tidak usah khawatir anak-anak ibu akan tertular karena penyakitnya hanya menular lewat media tertentu. Tidak melalui persinggungan tangan ataupun kulit. " kata pak Kiai menjelaskan.
Setelah berhenti sejenak, kemudian pak Kiai kembali menjelaskan semuanya. Mulai dari peristiwa taubatnya Xixi. Pengakuan dia tentang dirinya yang mengidap virus HIV. Usahanya untuk memperbaiki hidupnya yang sempat terpuruk dalam lembah kehinaan. Aktiftasnya setelah menyatakan bertaubat seperti menjadi pembicara tentang penaggulangan HIV/AIDS, berperan aktif dalam kampanye anti human traficking serta berusaha mengobati dirinya yang terjangkit HIV. Dan yang terpenting Xixi terus belajar mendalami ajaran agama yang sempat ditinggalkannya. Mulai belajar sama pak Kiai sendiri sampai ke beberapa orang kiai yang lainnya. Dan terakhir adalah keinginannya untuk mengisi sisa waktunya dengan hal-hal yang bermanfaat yakni membantu mengajar anak-anak belajar membaca Al Qur'an.
Ibu-ibu yang datang dengan muka penuh kebencian hanya mendengarkan semua penjelasan dari pak Kiai dengan seksama. Mereka tak berani membantah semua penjelasan yang beliau sampaikan. Hanya kasak-kusuk kecil yang terdengar dari bibir mereka.
" Ibu-ibu sekalian, Nak Xixi sudah bertekad akan memperbaiki hidupnya. Dan saya sudah melihat sendiri kebulatan tekadnya untuk melakukan hal itu. Kenapa kita tidak memberi dirinya kesempatan untuk berubah? Seandainya salah seorang di antara kalian yang saat ini berposisi seperti dia, apakah kalian tidak mengharapkan adanya kesempatan ke dua untuk memperbaiki diri? " tanya pak Kiai ketika mengakhiri penjelasannya.
Ibu-ibu yang tadi semangat berteriak menuntut pemberhentian Xixi dari TPQ hanya terdiam. Tak ada kata-kata yang keluar dari bibir mereka. Saling tatap antar mereka yang terjadi.
" Tapi apakah hal itu tidak mencederai kesucian masjid ini pak Kiai? " tanya seorang Ibu dengan raut muka yang masih menahan kesal.
" Yang mencederai kesucian masjid ini, yang mencederai kesucian ajaran agama ALLAH ini bukanlah kejadian yang terjadi di masa lalu, saat kita sedang terjerumus. Tapi kejadian-kejadian yang sengaja kita lakukan saat kita sudah tahu. Saat kita sadar bahwa perbuatan kita itu mencederai kesucian ajaran agama kita dan kita tidak bersegera memperbaiki diri. Jika kita terjerumus ke suatu kejahatan dan kita tersadar serta bersegera memperbaikinya dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi, saya rasa kok tidak menciderai ajaran agama. " jawab pak Kiai.
" Tapi apakah pantas seorang mantan pelacur menjadi guru mengaji pak Kiai? " tanya yang lain.
" Pantas tidak pantas kan itu di mata kita manusia, di mata ALLAH adakah kita tahu? Setahu saya semua orang mempunyai kedudukan yang sama di mata ALLAH, yang membedakan hanyalah tingkat keimanannya. Apakah ada jaminan kita yang tidak pernah terejrumus dalam lembah hitam seperti nak Xixi ini akan lebih bertaqwa dibandingkan dia? Adakah jaminan itu? " tanya pak Kiai sambil melihat ke arah ibu-ibu tersebut secara bergantian.
Pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh pak Kiai mengena banget pada mereka. Kembali mereka saling pandang tak tahu harus berkata apalagi. Wajah-wajah mereka segera tertunduk saat pak Kiai menatap mereka satu persatu.
" Ibu-ibu sebelum saya mengangkat dia menjadi guru di sini, TPQ ini sudah lama tidak ada tenaga pengajarnya. Saat saya tawarkan ke bapak-bapak atau ibu yang berkenan, semua pada menolak. Saat saya ditawari orang, saya test dulu kemampuan baca tulis arabnya, dan ternyata kemampuan mereka kurang memadai. Saat saya kebingungan mencari orang, nak Xixi datang menawarkan diri untuk mengajar anak-anak di sini. Meski saya mengenalnya, saya tetap melakukan test kepadanya. Dan saya rasa kemapuannya cukup memadai untuk membantu anak-anak belajar baca tulis Al Qur'an. Mengenai cacat moral di masa lalunya, itu pula salah satu yang jadi pertimbangan saya. Kenapa saat ada orang ingin berubah lebih baik, kita masih mau menghalang-halanginya. Kenapa tidak kita beri kesempatan untuknya berubah. Sedang Allah saja masih memberinya kesempatan berubah dengan memberinya umur yang lebih, hingga bisa menikmati udara yang sama-sama kita hirup saat ini. Jadi beri kesempatan kepada nak Xixi untuk berubah ya ibu-ibu. Maukan ibu-ibu melakukannya? " pinta pak Kiai.
" Baiklah kalau memang itu sudah jadi pertimbangan pak Kiai. Tapi jika suatu saat nanti dia terbukti belum berubah, maka kami akan tetap menuntut pengunduran dirinya. " jawab ibu yang bertubuh tambun.
" Ibu-ibu sekalian, saya berjanji jika saya tidak berubah saya kan mengundurkan diri secara sukarela. " kata Xixi menyanggupi permintaan ibu-ibu tersebut.
" Nah yang bersangkutan sudah berjanji. Jadi biarkan dia mengajar anak-anak ibu. Saya akan tetap mendampingi mereka selama diajar sama nak Xixi. Sekarang ibu-ibu silahkan kembali ke rumah masing-masing dan percayalah anak-anak ibu akan selalu mendapat bimbingan yang baik. Insya ALLAh. " kata pak kiai menghimbau ibu-ibu untuk pulang ke rumahnya.
Mendengar janji Xixi dan pak Kiai, akhirnya ibu-ibu pun memilih untuk kembali ke rumah masing-masing. Meski masih ada sedikit pertentangan dalam hati mereka, namun demi menghormati pak Kiai akhirnya mereka kemabali. Selepas kepulangan mereka, Xixi dan Pak Kiai kembali melanjutkan proses belajar mengajarnya.
Denpasar, 03022012.0213
Masopu
Note :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar