ARYA
Hari masih pagi saat kicau burung mulai menyapa bumi ini.
Arya yang sudah lama bangun dari tidurnya mencoba menikmati udara pagi itu dengan berjalan-jalan di depan rumahnya.
Namun baru beberapa saat dia berjalan, tiba-tiba matanya berkunang-kunang dan akhirnya dia jatuh tak sadarkan diri.
Arya pun segera dilarikan ke rumah sakit oleh Ibu dan adiknya.
“Maafkan aku bu karena telah merahasiakan ini semua. Aku tidak ingin ibu sakit karena memikirkanku.”
“Bu, aku punya satu permintaan saat ini, ijinkan aku mendonorkan mataku untuk Ano sahabatku saat aku tak ada nanti, boleh ya bu?”, pinta Arya.
“Jangan sembarang ngomong nak, kamu pasti sembuh”, isak bu Mirna.
“Aku sudah tak kuat bu….”, kata Arya sambil menahan nafasnya yang tersengal-sengal.
Tak berapa lama kemudian Arya diam tak bergerak, tangannya yang memegang tangan ibunya perlahan terjatuh lemas.
ANO
Di pembaringan ruang operasi, secercah cahaya menyapa kornea mata Ridiano.
Hampir sebulan lamanya Ano terbaring berteman gulita di pembaringan. Lampu diskotik, tawa manja wanita dan pesta whiskey mendominasi tema sesalnya.
Serbuan tanya kini merangsek masuk ke pikiran Ano mengusir semua sesal-sesal itu.
Oh Tuhan, manusia mana yang akan Kau kirim untuk merelakan matanya untukku?
Surat bersampul biru menjawab semua tanda tanya di kepala Ano.
Tante Mirna memberikannya dengan uluran tangan yang gemetaran dan bola mata yang mengkilat seperti kaca spion yang menayangkan duka.
“Semoga nak Ano bisa menggunakan mata Arya untuk melihat indahnya dunia.”
“Tante akan selalu melihat mata ini ketika rindu kepada Arya menjamah tante.”
Sudah dua gelas air putih Ano habiskan, jarum pendek arlojinya sudah bergeser dari angka 8 ke angka 9. Entah lupa atau disengaja, Arya tidak mencantumkan nomer hape kekasihnya itu dalam surat. Hanya nama cafe Kembangapi yang ditulis untuk menjadi tempat Ano bertemu dengan wanita yang dimaksud, tepat jam 8 malam waktu yang diatur Arya dalam surat.
Sementara itu di sudut cafe itu, Putri juga merasakan hal yang sama menunggu selama satu jam lamanya dalam tanda tanya.
Setengah jam sesudahnya mereka pun berhenti menunggu dan keluar meninggalkan cafe itu.
Akhirnya di tempat parkir mereka pun dipertemukan, saat tak sengaja Ano menabrak bumper bagian belakang mobil Putri.
“Maaf mbak, saya tidak sengaja.”, ucap Ano kepada Putri.
“Oh…nggak papa mas, saya yang salah ngerem mendadak.”, jawab Putri.
Cinta Putri yang begitu besar terhadap Arya membuatnya hafal dengan sorot mata itu. Tatapan mata Ano begitu akrab di mata Putri, dia terus memandangi mata Ano, sementara itu Ano mengenali bros yang tersemat di baju Putri. Bros bergambar bunga teratai itu hanya Ano dan Arya yang mempunyainya.
PUTRI dan ARYA
Ah… aku tak bisa melupakanmu Arya… Sungguh aku tak bisa…Bagaimana mungkin aku bisa melupakanmu?
Tiap saat aku melihat dia, aku menemukanmu disana!
Sorot mata yang sama, memandangku dengan kuatir saat aku terlalu banyak kerja.
Tatapan mata yang sama, menatapku dengan mata berbinar mendukung antusiasmeku saat aku menceritakan keberhasilan pagelaran seni yang diatur olehku
Ah… Arya, apa maksudmu memberikan matamu kepadanya?
Mau membuatku terbiasa dengannya kah? Tapi dia bukan kamu!
Dia beda dengan dirimu, meski aku selalu merasa dia adalah dirimu saat dia menatapku dengan hangat.
Ah… Aku merasakan ada letupan cinta dalam tatapan itu Ar…
Aku bingung…. Itu cinta Ano atau cinta Arya?
Terkadang aku sulit melihat dengan jelas diantara kalian berdua.
Tapi satu hal yang pasti, aku mulai terbiasa dengan dirinya, terbiasa melihat dia selalu ada untukku
Aku mulai gelisah saat dia menghilang beberapa hari untuk mendaki gunung yang merupakan kesukaannya
Aku cemas membayangkan dia akan jatuh ke jurang dan meninggalkanku sendiri seperti kau meninggalkanku
Ah…. Aku asing dengan rasa ini… Apakah aku mulai jatuh cinta pada Ano?
Atau aku hanya mencintai replika sorot matamu dalam dirinya?
PUTRI dan ANO
Datanglah ke café Kembangapi jam 7 malam, aku menunggumu disana.
Sebuah sms dari Ano membawa Putri duduk di pojok yang sama waktu dulu menunggunya.
“Hai, sudah lama menunggu?”
“Nggak kok, baru saja datang. Ada apa An?”
“Aku ingin memulai sesuatu yang baru denganmu Putri. Aku bosan melihat kamu selalu melihatku sebagai Arya. Aku bukan Arya dan selamanya tidak akan menjadi dia!”
“Sengaja aku mengajakmu kesini, karena inilah tempat pertama kita bertemu. Aku ingin mengulang pertemuan pertama kita namun dengan cara yang berbeda. Aku ingin kamu melihatku sebagai Ano bukan Arya. Boleh kan Put?”
Ano meneliti wajah Putri sejenak
“Ridiano.”
“Putri.”
Dua tangan terulur, awal dari kisah yang baru, kisah antara Putri dan Ano.
-The End-
*Kolaborasi Trio Romantis Nan Kenthir ( No 30 )*
UNTUK MEMBACA TULISAN PARA PESERTA FFK YANG LAIN MAKA DIPERSILAKAN MENGUNJUNGI BLOG Kampung Fiksi sbb : http://www.kompasiana.com/kampungfiksi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar