Jumat, 21 Januari 2011

Kendang Kempul, Musik Asli Banyuwangi dan Dinamikanya

Banyuwangi, nama kabupaten di ujung timur pulau Jawa. Nama yang mungkin bagi beberapa orang masih asing. Atau mungkin orang mengenalnya karena tragedi berdarah di tahun 1999 lalu yang menewaskan ratusan orang yang kebanyakan tak bersalah yaitu tragedi dukun santet. Bahkan tragedi ini pernah difilmkan segala. Tidak salah jika orang mengingat Banyuwangi karena tragedi tersebut.

Banyuwangi sebenarnya adalah kabupaten dengan wilayah paling luas di provinsi Jawa Timur. Kabupaten ini berbatasan dengan Situbondo di utara, Jember dan Bondowoso di sebelah barat, Samudra hindia di sebelah selatan dan Selat Bali di sebelah timur. Di kabupaten ini ada pelabuhan ikan Muncar yang konon merupakan pelabuhan perikanan terbesar di Indonesia.

Banyuwangi meski terletak di pulau Jawa, tapi mereka di diami oleh suku lain. Mereka menamakan diri sebagai suku Osing dan bukan bagian dari suku Jawa. Bahasa yang mereka gunakan pun bukanlah bahasa Jawa seperti umumnya orang yang tinggal di daerah Jawa Timur, Jawa tengah, Jogja. Bahasa Oseng merupakan bahasa turunan langsung dari Bahasa jawa kuno seperti halnya bahasa Bali. Memang ada beberapa kosakata dari bahasa Oseng yang mirip dengan bahasa Jawa ataupun bahasa Bali, tapi dengan arti yang berbeda.

Sementara untuk budaya, Banyuwangi memiliki budaya yang berbeda dengan kebudayaan daerah lain baik Jawa ataupun Bali sebagai daerah yang bisa dibilang bersentuhan langsung dengan Banyuwangi. Banyuwangi memeliki seni budaya yang unik. Seni budaya itu antara lain Gandrung, Patrol, Seblang, Tari barong, Kuntulan, Janger, Jaranan ( Kuda Lumping ) Jedor dan Angklung Caruk ( adu angklung ) serta Kendang Kempul.

Saat ini saya hanya akan membahas mengenai kesenian Kendang Kempul. Kendang kempul merupakan musik etnik yang berkembang di Banyuwangi. Lagu-lagu dari musik gandrung menjadi cikal bakal lahirnya musik kendang kempul. Beberapa seniman gandrung pertama kali menyanyikan lagu-lagu gandrung tanpa menggunakan reffrain. Lagu-lagu yang pertama kali diciptakan oleh para seniman waktu itu adalah lagu dengan judul “keriping sawi” dan “keok-keok”. Musik ini semakin berkembang dengan lahirnya alat musik angklung sekitar tahun 1920-an.

Musik Banyuwangi berkembang semakin dinamis di tahun 1955 dengan berdirinya sanggar-sanggar kesenian yang didukung oleh LEKRA ( LEmbaga Kesenian Rakyat ) yang merupakan oraganisasi seni dibawah/underbow Partai Komunis Indonesia. Bahkan lagu “genjer-genjer” yang identik dengan gerakan PKI 1965 adalah ciptaan seniman Banyuwangi bernama Mohammad Arief yang syairnya bercerita tentang penderitaan warga sekitar saat dijajah oleh pasukan Jepang.

Pada periode 1966-1973 musik Banyuwangi sempat mati suri, karena adanya anggapan bahwa kesenian ini berbau PKI. Pada tahun 1973 musik Banyuwangi kembali muncul dan sejak itu lebih dikenal dengan nama musik Kendang Kempul. Penyebutan musik kendang kempul karena waktu itu alat musik yang menonjol saat digunakan untuk mengiring penyanyinya bernyanyi adalah alat musik kendang, Kempul dan suling. Tokoh yang kembali memperkenalkan/mempopulerkan kendang kempul adalah Sutrisno.

Seiring dengan bergulirnya waktu, maka perkembangan musik kendang kempul makin pesat. Jika disekitar tahun 1990-an para penikmat lagu Banyuwangi hanya mengenal nama Sumiati, Cahyono ( pelawak jayakarta grup), Suliana dan Alif S sebagai penyanyi kendang kempul, maka di penghujung akhir 1990-an mulai muncul nama-nama penyanyi baru dengan inovasi musik yang semakin memperkaya khasanah musik kendang kempul itu sendiri.

Generasi 1990-an akhir itu antara lain ada nama Niken Arisandy, Reny Farida, Adestya Mayasari, Ratna Antika, Dian Ratih dan masih banyak lagi. Sedang di jajaran pencipta lagu ada nama Hawadin, Yon’s DD, serta penyanyi sekaligus pencipta lagu serta pendiri grup seni kendang kempul POB ( Patrol Orchestra Banyuwangi ) Catur Arum. Bahkan penyanyi Nini Karlina sebelum jadi penyanyi dangdut dan hijrah ke Jakarta dulunya adalah penyanyi Kendang Kempul. Lagu Gelang Alit versi dangdut yang dinyanyikan oleh Ikke Nurjanah aslinya adalah lagu kendang kempul dengan judul yang sama.

Seiring semakin banyaknya referensi musik yang masuk dan mempengaruhi lagu kendang kempul, dengan sendirinya lagu ini semakin dinamis. Jika dulu di awal kemunculannya alat musik kebanyakan alat tradisional, maka sekarang mulai ditambahkanlah alat musik modern seperti gitar, keyboard dan drum untuk membuat musik ini semakin dinamis. Bahkan sejak sekitar 4 tahunan terakhir unsur musik dangdut koplo serat rock juga ikut menambah khasanah musik asli banyuwangi ini.

Beberapa waktu yang lalu juga ada nama wisatawan asal belanda yang datang kusus ke Banyuwangi untuk belajar bahasa oseng sekalian belajar menyanyikan lagu kendang kempul. Bahkan bule bernama Richardo Benito tersebut sempat ikut bernyanyi dalam beberpa pertunjukan musik kendang kempul di Banyuwangi. Benito juga dengan percaya dirinya mengupload lagu yang dia nyanyikan di situs youtube meski musik yang dia nyanyikan sudah bukan kendang kempul asli seperti pertama kali muncul sampai di akhir 1990-an. Untuk melihat videonya silahkan ( CHECK ) atau ( THIS ).

Sekarang begitu banyak lagu kendang kempul yang dinyanyikan dan dibawakan oleh artis penyanyi dangdut yang ada di daerah Jawa Timur. Sebut saja orkes dangdut Monata dan Palapa yang merupakan orkes dangdut terbesar di Jawa Timur dalam tiap penampilannya pasti membawakan lagu kendang kempul yang telah diarnsemen ulang dalam versi dangdut koplo. Lagu-lagu yang sering dibawakan antara lain lagu ” Bokong Semok, Dicokot-nyokot, Semebyar, Semende nang Dadane, Bojoku Nakal dan masih banyak lagi. Hal ini menandakan jika musik kendang kempul juga sudah mulai merambah daerah di luar Banyuwangi dan diterima dengan baik oleh warga daerah lain. Bahkan radio muara FM, radio dangdutnya Jakarta setidaknya seminggu sekali menyediakan segmen khusus untuk memutar lagu kendang kempul Banyuwangi seperti halnya mereka memberi segmen khusus untuk lagu campursari.

Saya sebagai anak yang lahir dan besar di Banyuwangi, meski dari suku jawa sangat mengapresiasi perkembangan kesenian tradisional asli Banyuwangi dan berharap pemerintah memberi wadah untuk para senimannya mengapresiasi seni mereka. Secara pribadi saya tidak ingin suatu saat kesenian ini juga diklaim oleh negara lain dengan mengaku sebagai kesenian asli mereka. Hidup kesenian asli Indonesia.

Denpasar, 21012011.0214

Masopu.
http://hiburan.kompasiana.com/musik/2011/01/21/kendang-kempul-musik-asli-banyuwangi-dan-dinamikanya/
http://www.blogger.com/img/blank.gif

11 komentar:

  1. Kedang Kempul muncul bukan tahun 1970-an, tapi tahun 1980-an. Pada tahun 1970-an, musik Banyuwangi mulai bangkit dengan adanya SK khusus dari Bupati Djoko Supaat Slamet saat itu. Kalau saat pergolakan politik ada Angklung Dwilarar (PNI) dan Angklung Genjer (Lekra), maka tahun itu kedua melebur menjadi Angklung Daereah Banyuwangi.
    Musik-masik tradisional yang mengiringi gending-gending Banyuwangenan adalah Angklung, Gandrung serta musik Modern Keroncong dan Orkes Melayu. Belum ada istilah Dangdut ....

    BalasHapus
  2. Terima kasih pak
    Komentar bapak makin melengkapi tulisan ini pak
    Semoga nantinya saya bisa membuatnya lebih lengkap dan lebih mendekati sempurna
    salam

    BalasHapus
  3. di lanjut tulisannya mas...mg Banyuwangi makin maju....

    BalasHapus
  4. pengen pulang kampung n gk kmbali k suroboyo,,

    BalasHapus
  5. Makasih bro @engkong Hakim dan mas Hendri
    salam

    BalasHapus
  6. kepingin ada di bwi terus...
    pulang kampung hehe..

    BalasHapus
  7. I love banyuwangi..
    love forever

    BalasHapus
  8. Paran maning saiki dulur,tambah rame musik banyuwangen sakat muncule pengamen hang arane DEMY...artis anyar banyuwangi hang dadi idola kreatif lan bertalenta,albume dadi hit nang radio lan kabeh lapisan masyarakat banyuwangi.....ojo lali dulur unggah lagu2 DEMY nong YouTube...

    BalasHapus
  9. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...